Sabtu, 30 September 2023

Sejarah Pemberontakan G30S PKI: Kronologi, Tujuan, Dalang, dan Tokoh yang Gugur

 


 Rizky Darmawan Jum'at, 29 September 2023 - 19:38 WIB

JAKARTA - Pemberontakan G30S PKI menjadi salah satu peristiwa kelam setelah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 itu telah menyebabkan meninggalnya enam orang jenderal dan satu orang perwira, hingga mereka dinobatkan sebagai Pahlawan Revolusi . 

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan salah satu partai besar di Indonesia yang memiliki banyak pengikut kala itu. Berjayanya PKI berkat dukungan dari Presiden Soekarno yang mengusung Konsep Nasionalis, Agama, dan Komunis (NASAKOM). 

Sampai pada tahap PKI yang mengampanyekan pembentukan "Angkatan Kelima" yang terdiri dari pendukung bersenjata untuk mereka. Meski telah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno, kampanye PKI itu justru sangat ditentang oleh petinggi militer, khususnya Angkatan Darat. 

*Kronologi Pemberontakan G30S PKI*

 Ketidakharmonisan antara PKI dengan militer ini akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1965. Kala itu D.N. Aidit yang menjabat sebagai pemimpin PKI diduga sebagai dalang dibalik pemberontakan G30S. 

Untuk menjalankan G30S, D.N. Aidit mendapat dukungan dari Letkol Untung yang merupakan salah satu anggota Tjakrabirawa, satuan yang dibentuk sebagai pasukan pengamanan presiden kala itu. Letkol Untung sendiri sebelumnya pernah ikut serta dalam peristiwa Pemberontakan PKI Madiun. 

Seperti namanya, Gerakan 30 September ini dilakukan pada tanggal 30 September 1965 sampai 1 Oktober 1965. Para pasukan ini beraksi dengan menculik dan membunuh enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat. Satu-satunya jenderal yang berhasil selamat dari kejadian itu adalah Abdul Haris Nasution. Namun, dirinya harus kehilangan anak perempuannya yang bernama Ade Irma lantaran terkena peluru yang ditembakkan pasukan G30S. 

Dari peristiwa penculikan dan pembunuhan yang dilakukan itu, terdapat beberapa jenderal yang dibunuh di kediamannya. Ada juga yang berhasil diculik terlebih dulu baru disiksa dan dibunuh di Lubang Buaya.

Pemberontakan itu rupanya tidak hanya dilakukan di Jakarta saja, namun juga di Yogyakarta. Tragedi di Yogyakarta ini dipimpin oleh Mayor Mulyono, yang menyebabkan tewasnya Kepala Staf Korem Yogyakarta, Kolonel Sugiono dan Komandan Korem Yogyakarta, Kolonel Katamso. 

*Tujuan Pemberontakan G30S PKI*

 Tujuan utama dari pemberontakan G30S PKI ini diduga untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Namun selain itu, terdapat sejumlah tujuan lain yang terungkap. 

 Menghapus pengaruh militer, melihat pengaruh militer yang terlalu kuat hingga membuat PKI sulit untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya kala itu kemungkinan besar juga menjadi penyebab terjadinya pemberontakan ini. 

- Menciptakan perubahan sosial yang luas, dengan cara mengganti ideologi negara menjadi komunis demi mewujudkan cita-cita PKI. 

- Menghapus kekuasaan oligarki kapitalis, PKI dimungkinkan juga hendak menghapus kekuasaan oligarki kapitalis dan menggantinya dengan pemerintahan yang lebih sosialis dan pro-komunis. 

*Dalang Pemberontakan G30S PKI*

 Dalang Pemberontakan G30S PKI adalah D.N. Aidit yang kala itu tengah menjabat sebagai Ketua Umum PKI. Pada saat tragedi itu terjadi, Aidit juga tengah menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dalam Kabinet Dwikora I. 

Selain D.N. Aidit, ada juga nama Sjam Kamaruzaman yang diduga sebagai salah satu anggota kunci PKI. Dia merupakan orang yang memimpin organisasi rahasia PKI yang dikenal sebagai Biro Khusus. 

Dari kalangan militer, ada nama Letkol Untung Sjamsuri yang merupakan komandan Batalyon KK I Cakrabirawa. Dia adalah orang yang memimpin pasukan Cakrabirawa dalam penculikan dan pembunuhan perwira militer. 

*Tokoh yang Gugur dalam Pemberontakan G30S PKI*

 Terdapat tujuh tokoh yang terdiri dari enam jenderal dan satu perwira yang gugur dalam peristiwa G30S PKI. Untuk mengenang jasa mereka, akhirnya tujuh tokoh yang tewas ini diberi gelar Pahlawan Revolusi. 

- Jenderal Ahmad Yani 

- Letjen Mas Tirtodarmo Harmoyo 

- Letjen Siswondo Parman 

- Letjen R.Soeprapto 

- Mayjen Sutoyo Siswomiharjo 

- Mayjen Donald Isaac Pandjaitan 

- Kapten Pierre Tendean 

Gelar Pahlawan revolusi ini didasarkan pada Keputusan Presiden pada tahun 1965. Namun, sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, gelar Pahlawan Revolusi juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Perbedaan Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Lahir Pancasila, Jangan Sampai Keliru

Kompas.com, 30 September 2023, 07:30 WIB 

Christopherus Asia Sanjaya, Farid Firdaus Tim Redaksi 



KOMPAS.com - Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap 1 Oktober. Namun, tidak semua orang memahami perbedaan antara Hari Kesaktian Pancasila dengan Hari Lahir Pancasila. 

Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap 1 Oktober, sementara Hari Lahir Pancasila jatuh pada 1 Juni. 

Agar tidak keliru, simak perbedaan Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Lahir Pancasila di bawah ini. 

*Apa itu Hari Kesaktian Pancasila ?*

Dilansir dari Kompas.com, Selasa (31/5/2022), Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk memperingati peristiwa pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat (AD). 

Ketujuh korban tewas dalam Gerakan 30 September yang dikenal sebagai G30S/PKI. Jenazah mereka dibuang ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. 

Ketujuh korban tersebut adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Anumerta Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Anumerta Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Anumerta Donald Isaac Panjaitan, Brigadir Jenderal Anumerta Sutoyo Siswodiharjo, dan Lettu Anumerta Pierre Andreas Tendean. 

Korban G30S/PKI tewas setelah diculik oleh pasukan Tjakrabirawa dengan tuduhan akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Sukarno. 

Korban Peristiwa G30S/PKI Ketika G30S/PKI terjadi, tengah terjadi persaingan antara PKI dengan beberapa partai politik lain, termasuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang kini berganti nama menjadi TNI. 

Persaingan terjadi karena PKI memberi usul supaya kelompok tani dan buruh dipersenjatai. Namun, hal ini ditolak oleh ABRI. 

Setelah G30S/PKI terjadi, Soeharto yang berpangkat Mayor Jenderal dan menjadi Panglima Kostrad diberi tugas untuk memulihkan ketertiban dan keamanan yang berkaitan dengan peristiwa ini. 

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) kemudian mengeluarkan Ketetapan (Tap) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966. 

Melalui Tap MPRS tersebut, pemerintah melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.  *Apa itu Hari Lahir Pancasila?*

Beranjak ke Hari Lahir Pancasila. Hari tersebut diperuntukkan untuk memperingati lima dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang pertama kali dikemukakan pada 1 Juni 1945. 

Pancasila pertama kali dikemukakan oleh Sukarno ketika menyampaikan pidato di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

Pada saat itu, sang proklamator menyampaikan lima konsep yang akan dijadikan dasar negara, yakni kebangsaan, internasionalisme, permusyawaratan, kesejahteraan, dan ketuhanan. 

Gagasan Sukarno kemudian diterjemahkan menjadi: 

• Ketuhanan yang maha Esa. 

• Kemanusiaan yang adil dan beradab. 

• Persatuan Indonesia. 

• Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 

• Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Tanggal 1 Juni kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Lahir Pancasila melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. 

Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Arya Wanda Wirayuda, mengatakan Hari Lahir Pancasila menjadi awal pembentukan ideologi negara oleh BPUPKI pada 1945. 

Secara historis, peringatan tersebut dengan Hari Kesaktian Pancasila cukup berbeda dan memiliki makna yang tidak sama. 

"Hari Kesaktian Pancasila dapat dikatakan mitologisasi pemerintah untuk menguatkan Pancasila," ujar Arya dikutip dari laman Unair.

DAPUR UMUM MONUMEN PS

 *Intip Bagian Dalam Dapur Umum di Monumen Pancasila Sakti* 

Kompas.com, 

28 September 2023, 

21:13 WIB  

Ni Nyoman Wira Widyanti Penulis 



JAKARTA, KOMPAS.com - Di salah satu sisi Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur, terdapat tiga rumah yang jadi saksi bisu peristiwa G30S pada tahun 1965. Salah satunya Dapur Umum. 

Bangunan satu lantai ini termasuk bangunan yang sudah tidak asli karena terbuat dari kayu.

"Dapur Umum tidak asli karena semuanya (materialnya, terdiri dari) bilik sama kayu," ujar Baur Bin Info Monumen Pancasila Sakti, Serma Muhammad Soleh kepada Kompas.com, Selasa (12/9/2023). 

Rumah tersebut, lanjut Soleh, akhirnya dirobohkan, kemudian dibangun kembali di tempatnya yang semula.  



Kendati demikian, saat memasuki Dapur Umum, pengunjung bisa melihat sejumlah barang peninggalan yang masih asli, antara lain meja, kursi, almari, tempat tidur, wajan, dan dandang.  

Sementara itu, barang-barang lainnya yang ada di dalam rumah tersebut adalah replika, di antaranya balai, lampu tempel, tempayan, tungku, gayung, dan rak piring.

*Terdiri dari beberapa bilik*  

Berdasarkan Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, Dapur Umum dulunya milik salah seorang warga bernama Ibu Amroh.

Selepas ditinggal Ibu Amroh, rumah tersebut dijadikan lokasi penyediaan konsumsi bagi pasukan G30S. Letaknya tidak jauh dari Serambi Penyiksaan dan Pos Komando, saksi bisu peristiwa yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal dan satu perwira TNI AD itu. 



Bangunan Dapur Umum terlihat sederhana dari luar, dengan pintu-pintu kayu, jendela tinggi, serta cat warna putih dan hijau yang mendominasi.  

Di bagian depannya terdapat teras dengan kursi, meja, dan papan keterangan soal fungsi rumah ini pada masa lalu. 

Ketika memasuki Dapur Umum, pengunjung akan dihadapkan dengan lorong yang langsung mengarah ke pintu belakang. 

Lantai lorong tersebut sudah dilapisi ubin, berbeda dengan "lantai" di kedua sisinya yang masih berupa tanah. 

Pengunjung bisa berjalan di lorong tersebut sembari melihat beberapa barang dan bilik di sisi kanan dan kiri. Beberapa barang yang ada, antara lain meja, kursi, dan almari. 

Kendati demikian, bilik-bilik yang ada yang cenderung gelap, meski saat itu Kompas.com datang saat siang hari. 

Di bagian belakang Dapur Umum terdapat area berisi wajan dan dandang yang berukuran cukup besar. 

Pengunjung bisa melanjutkan perjalanan hingga keluar dari Dapur Umum lewat pintu belakang.  

Jika tidak ingin masuk, pengunjung juga masih bisa mengintip bagian dalam bangunan tersebut lewat jendela-jendela yang terbuka.   

Sebagai informasi, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (9/9/2023), Monumen Pancasila Sakti buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB sampai 15.30 WIB. 

Harga tiket masuknya mulai Rp 5.000 untuk pengunjung dewasa, dan mulai Rp 3.000 untuk pelajar.

MUSEUM DIPONEGORO YOGYAKARTA

 *Berkunjung ke Rumah Masa Kecil Pangeran Diponegoro di Jogja, Kini Jadi Museum*

Novi Vianita, Anandio Januar - detikJogja

Sabtu, 30 Sep 2023 12:23 WIB 

Jogja - Sejumlah peninggalan Pangeran Diponegoro tersimpan rapi di Museum Pangeran Diponegoro Sasana Wiratama. Bangunan museum ini ternyata dulunya merupakan kediaman Pangeran Diponegoro saat masih belia.

Lokasi Museum Diponegoro ini berada di Jalan HOS Cokroaminoto TR III/430, Tegalrejo, Jogja. Bangunan museum ini terbagi menjadi area museum, kantor, pendopo, hingga musala.

Dilansir situs Kecamatan Tegalrejo, museum ini pernah ditinggali Pangeran Diponegoro bersama nenek buyutnya Ratu Ageng yang merupakan Permaisuri Sultan Hamengku Buwono I. Permaisuri Ratu Ageng ini keluar dari Keraton Jogja karena berselisih dengan putranya Hamengku Buwono II.

Kediaman Pangeran Diponegoro ini diberi nama Museum Sasana Wiratama yang berarti Museum Prajurit. Museum ini berisi peninggalan Pangeran Diponegoro bersama para laskar atau prajuritnya.

"Museum dibangun untuk mengenang peristiwa di Tegalrejo. Selain itu, disini juga tempat kediaman eyang buyut Diponegoro dan Pangeran diasuh di sini sejak kecil hingga terjadi perang. Barang-barang yang ada di sini sebagian besar dikumpulkan dari trah para laskar (prajurit Pangeran Diponegoro)," ucap staf Penjaga Museum Diponegoro, M Kasbuloh saat ditemui detikJogja, Senin (25/9/2023).

Koleksi Museum Diponegoro ini berupa aneka senjata berupa tombak, mata tombak, keris hingga kereta yang digunakan laskar Pangeran Diponegoro. Selain senjata, ada juga benda-benda yang pernah dipakai Pangeran Diponegoro. Misalnya saja comboran atau tempat makan dan minum kuda Pangeran Diponegoro yang masih terawat.

Konon Pangeran Diponegoro memiliki satu kuda berwarna hitam dengan corak putih di ujung keempat kakinya. Kuda bernama Kiai Gentayu ini disebut sebagai hadiah dari pedagang China saat Pangeran Diponegoro di-khitan.

Banyak lukisan yang menggambarkan Pangeran Diponegoro tampak gagah menaiki kuda tersebut. Total ada 413 koleksi senjata, pedang, keris, perhiasan, mata uang yang disimpan dalam Museum Diponegoro ini.

Keunikan lainnya ada salah satu tembok yang tampak berlubang. Tembok jebol ini konon menjadi saksi bisu Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan pengikutnya meloloskan diri dari kepungan Belanda.

*Operasional Museum Diponegoro*

Museum Diponegoro ini dibuka pada Senin-Jumat pukul 09.00-15.00 WIB. Sementara untuk Sabtu-Minggu, dan hari Libur Nasional museum ini tutup. Museum ini dibuka untuk umum, dan menerima kunjungan rombongan.

Tidak ada biaya tiket masuk untuk ke Museum Diponegoro ini, pengunjung bisa mengisi secara sukarela di kotak sumbangan yang disediakan. Selain itu, pengunjung bisa melakukan reservasi bagi kunjungan rombongan maupun bagi yang ingin menggunakan Pendopo Diponegoro untuk kegiatan umum.

Kamis, 28 September 2023

WISATA LUBANG BUAYA

 *Wisata Museum Lubang Buaya, Fasilitas, dan Harga Tiketnya*

 Sujoni 

Rabu, 27 September 2023 - 20:43 WIB


 JAKARTA - Menjelang peringatan Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI, Anda bisa mengunjungi Museum Lubang Buaya di Jalan Raya Pondok Gede, Cipayung, Jakarta Timur. Museum ini dikenal sebagai Museum Pengkhianatan PKI yang menceritakan pemberontakan PKI pada tahun 1965. 

Di dalamnya terdapat banyak koleksi menarik terkait tragedi Lubang Buaya. Museum ini juga menyajikan gambaran proses pengangkatan jenazah 7 pahlawan revolusi. Ada juga koleksi beberapa diorama, pakaian, foto profil 7 pahlawan revolusi, serta masih banyak koleksi lainnya. 

Museum Lubang Buaya berdiri di atas lahan seluas 14,6 hektare. Di depan bangunan museum terdapat Monumen Pahlawan Revolusi yang dibangun pada pertengahan Agustus 1967. 

Untuk jam buka Museum Lubang Buaya pada Senin-Sabtu mulai pukul 10.00-16.00 WIB. Pada Minggu mulai pukul 10.00-16.30 WIB. 

Adapun tiket masuk Museum Lubang Buaya yakni umum Rp5.000 per orang, siswa/mahasiswa Rp3.000, layanan pemandu bahasa Indonesia Rp75.000, dan layanan pemandu bahasa Inggris Rp100.000. 

Ada apa saja di Museum Lubang Buaya 

1. Foto-foto Bersejarah Koleksi foto ini menggambarkan rangkaian peristiwa sejarah terkait tragedi Pemberontakan PKI di Indonesia. Beberapa di antaranya foto-foto Pahlawan Revolusi Indonesia lengkap dengan display seragamnya. 

2. Koleksi Diorama Museum ini juga menyajikan diorama-diorama bercerita. Deretan diorama ini menceritakan peristiwa pemberontakan PKI, khususnya peristiwa G30S PKI yang terjadi pada 1965. Masing-masing diorama menggambarkan rangkaian cerita pedih yang dialami Pahlawan Revolusi. Dari diorama-diorama ini, para pengunjung dapat memperoleh gambaran peristiwa sejarah yang sesungguhnya. 

3. Sumur Lubang Buaya Situs Sumur Lubang Buaya menjadi ikon dari museum ini. Sumur Lubang Buaya merupakan saksi bisu di mana jenazah para Pahlawan Revolusi ditemukan. Sumur ini memiliki diameter cukup sempit yakni 75 cm dan kedalamannya 12 meter. Di sinilah korban pembantaian PKI ditemukan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. 

4. Kompleks Paseban Kawasan ini dulunya lokasi rapat terkait rencana penculikan para jenderal oleh anggota PKI. Lokasi ini sangat penting karena menjadi lokasi banyak merekam peristiwa sejarah. Selain itu, terdapat fasilitas lain untuk menunjang kenyamanan pengunjung museum yakni pusat informasi, toilet, area parkir kendaraan, serta tempat sampah.

Keluarga KS Tubun Setelah G30S

Setelah KS Tubun gugur dalam peristiwa G30S, Wagina harus menjaga ketiga anaknya.

Oleh: Petrik Matanasi | 20 Okt 2022



Pada malam 30 September 1965, Margaretha Wagina sedang berada di rumah bersama anak-anaknya. Suaminya sedang bertugas di kota yang berbeda dengannya.


Wagina ingat bagaimana dulu berkenalan dengan suaminya pada 1954. Waktu itu, dia tinggal di rumah saudaranya yang menjadi suster di Jakarta. Lalu, ia berkenalan dengan seorang perempuan yang bertunangan dengan anggota Brigade Mobil (Brimob).


Wanita itu mengajak Wagina berfoto. Ia mengirimkan foto itu ke tunangannya yang sedang bertugas di Aceh. Foto itu tidak hanya dilihat tunangannya, tapi juga kawannya yang sama-sama bertugas sebagai Brimob di Aceh.


Kawan itu bernama Karel Sadsuitubun, yang dikenal dengan Karel Tubun atau KS Tubun. Kedua anggota Brimob itu pulang dari Aceh sekitar 1954. Wagina berkenalan secara langsung dengan KS Tubun.


“Kami bergaul (berpacaran, red.) cukup lama yaitu lima tahun. Selama bergaul itu, Karel sering beroperasi di daerah, sehingga saya katakan bahwa kita tidak bisa terus-menerus begini. Sebab itulah akhirnya kami menikah dan dikaruniai 3 anak,” kata Wagina dalam majalah Kartini No. 25 tahun 1975. KS Tubun pernah terlibat dalam penumpasan PRRI dan operasi perebutan Irian Barat.


Pada malam 30 September 1965 jelang 1 Oktober 1965, KS Tubun sedang bertugas menjaga rumah Wakil Perdana Menteri dr. Johannes Leimena di Menteng, Jakarta Pusat, yang terletak di sebelah rumah Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan Jenderal TNI Abdul Haris Nasution.


Kala itu, KS Tubun sudah berpangkat Brigadir Polisi. Dia berjaga bersama Lussy dan Lubis. Frans Hitipeuw dalam Karel Sadsuitubun menyebut Lussy berjaga di bagian belakang rumah, sedangkan Lubis dan KS Tubun berjaga di bagian depan. Jelang pukul 4 subuh, gerombolan berseragam dan bersenjata di bawah pimpinan Pembantu Letnan Dua Djaharup merangsek ke rumah Nasution.


Lussy yang berada di dalam rumah melihat kedatangan gerombolan itu. Dia bersabar dengan tidak menembak gerombolan itu agar Leimena tidak terancam. Beberapa anggota gerombolan lalu menyatroni bagian depan rumah Leimena. Mereka melucuti Lubis.


Sementara itu, KS Tubun yang sedang dapat giliran tidur dibangunkan dengan kasar oleh gerombolan itu.


“Karel Sadsuitubun terbangun dan ia melihat yang ada di depannya bukan kawannya. Maka Karel terus melompat langsung berkelahi dengan anggota gerombolan PKI itu,” tulis Hitipeuw.


A.H. Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas: Jilid 6 Masa Kebangkitan Orde Baru menyebut KS Tubun berhadapan dengan delapan orang prajurit Angkatan Darat terlatih yang ikut Gerakan 30 September.


KS Tubun kelahiran Tual, Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928, dan sudah berkarier di kepolisian selama 14 tahun tewas ditembak gerombolan itu. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Pangkatnya dinaikkan dari Brigadir Polisi menjadi Ajun Inspektur Polisi II. Ia dijadikan Pahlawan Revolusi dan nama jalan salah satunya di depan kantor Historia.ID di Slipi, Jakarta Barat.


Setelah pagi 1 Oktober 1965, kabar kematian KS Tubun sampai ke Wagina. Ia sedih dan kehilangan tapi harus kuat untuk menjaga ketiga anaknya: Phillipus Sumarno, Petrus Indro Waluyo, dan Linus Paulus Suprapto.


Paulus masih berumur satu tahun ketika ayahnya gugur dalam tugas. Suatu hari, ketika ia berusia lima tahun merengek kepada ibunya.


“Ayo, Mak. Kita lihat Bapak?” desak Paulus.


“Ya, sebentar dong, Mak kan berpakaian dulu,” kata Wagina.


“Cepat sedikit, dan kasihan Bapak menunggu,” desak Paulus lagi.


Mereka lalu tiba di Kalibata. Tepat di pusara ayahnya, Paulus yang masih bocah bertanya, “Bapak di mana ya, Mak?”


Wagina tentu sulit mengatakan kepada anaknya bahwa ayahnya sudah lama pergi dari dunia ini. Ia tak kuat mengatakannya secara langsung. Tapi hari itu ia harus menunjukannya.


“Ya di sini, di kuburan. Di dalam ini ada Bapak,” jawab Wagina dengan lemah lembut. Paulus pun bengong. Ia sudah tahu kuburan adalah tempat orang yang sudah mati.


“Kalau begitu Bapak sudah mati?” tanya Paulus. Wagina mengiyakan.


Paulus bertanya lagi, “Kalau begitu Bapak sudah mati?” Wagina hanya bisa mengangguk karena sedih.


Begitulah kesedihan Wagina dan anak-anaknya. Wagina kembali merasakan kesedihan ketika pada 1970-an Petrus mengutarakan keinginan menjadi polisi seperti ayahnya dan Paulus ingin jadi tentara.


Setelah kematian KS Tubun, Wagina dan anak-anaknya harus meninggalkan Kedunghalang, Bogor. Sejak 1974, mereka tinggal di sebuah rumah kavling yang dihadiahkan kepada keluarga ini di Jelambar, Jakarta. Jauh setelah kepergian KS Tubun, Wagina sering didatangi lewat mimpi. Keluarga penganut Katolik ini berusaha pasrah akan perjalanan hidup mereka.*

Sejarah Gerwani, Organisasi Feminis Underbow G30S/PKI

Amien Nulloh Ibrohim 

Selasa, 26 September 2023 - 17:55 WIB

JAKARTA - Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia merupakan sebuah organisasi wanita yang aktif di Indonesia pada tahun 1950-an dan 1960-an. Organisasi ini berideologi feminis dan sosialis, dan memiliki hubungan yang kuat dengan Partai Komunis Indonesia ( PKI ). 

Organisasi Gerwani berjuang untuk hak-hak perempuan, reformasi hukum perkawinan, nasionalisme Indonesia, dan kebijakan sosialis Presiden Sukarno. Gerwani memiliki sekitar 3 juta anggota pada tahun 1965. 

Untuk menjadi organisasi besar seperti Gerwani diharuskan untuk melewati proses yang cukup panjang. Berikut ulasan mengenai sejarah dari Gerwani sendiri adalah sebagai berikut. 

*Sejarah Organisasi Gerwani*

Perlu diketahui jika Gerwani memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Cikal bakal dari organisasi ini lahir dari terbentuknya Gerwis (Gerakan Wanita Sedar). 

Gerwis sendiri berdiri pada 4 Juni 1950 di Semarang yang merupakan koalisi dari 6 organisasi perempuan, yaitu Persatuan Wanita Sedar dari Surabaya, Istri Sedar dari Bandung, Gerakan wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura, dan Perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruan. 

Dilansir dari Adoc.pub, Gerwis melakukan kongres pertamanya pada Desember 1951, namun masih mengalami masa yang sulit. Sebab, banyak utusan yang dipenjara karena buntut dari pemberontakan PKI Madiun 1948. 

Dalam kongres tersebut, Gerwis mengubah namanya menjadi Gerwani yang memiliki berbagai program dan aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran perempuan Indonesia. Beberapa program tersebut adalah pemberdayaan ekonomi, kesenian dan budaya, serta partisipasi dalam gerakan sosial dan politik. 

Salah satu isu utama yang diperjuangkan oleh Gerwani adalah reformasi hukum perkawinan. Gerwani menentang praktik poligami, perceraian semena-mena, perkawinan anak, dan diskriminasi terhadap perempuan dalam hukum keluarga. 

Selain itu, Gerwani juga aktif dalam mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia dari campur tangan asing. Gerwani mendukung kebijakan Sukarno yang anti-imperialisme dan anti-neokolonialisme. 

Organisasi ini mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1965, ketika Gerwani memiliki sekitar 3 juta anggota di seluruh Indonesia. Gerwani menjadi salah satu organisasi wanita terbesar dan terkuat di dunia pada saat itu. 

Namun, kejayaan Gerwani berakhir secara tragis setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), sebuah upaya kudeta yang gagal oleh sekelompok perwira militer yang pro-Sukarno dan pro-PKI. Akibat peristiwa tersebut banyak anggota dari Gerwani yang menjadi korban penahanan hingga penyiksaan. 

Gerwani adalah salah satu contoh dari gerakan perempuan progresif di Indonesia yang mengalami kemunduran akibat rezim otoriter dan anti-komunis. Sampai sekarang, nama Gerwani masih memiliki stigma negatif di masyarakat Indonesia. Hal ini karena masih dipengaruhi oleh propaganda Orde Baru. 

Namun, ada juga upaya-upaya untuk merehabilitasi nama baik dan menghormati jasa-jasa Gerwani. Contohnya dengan membuat film, buku, pameran, dan monumen yang menceritakan kisah nyata Gerwani. Upaya-upaya ini penting untuk mengembalikan hak-hak sejarah dan martabat perempuan Indonesia yang telah lama terabaikan.

Sejarah Masuknya Jepang ke Indonesia, Ternyata Ini Tujuan Awalnya

Nimas Ayu - detikEdu

Kamis, 28 Sep 2023 09:00 WIB

Jakarta - Jepang merupakan negara kedua yang menjajah Indonesia setelah Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, kebijakan yang diberikan Jepang untuk Indonesia sangat kejam dan membuat rakyat menderita. Tapi seperti apa sebenarnya awal masuknya Jepang ke Indonesia?

Untuk mengetahui sejarah masuknya Jepang ke Indonesia beserta tujuan dan kebijakan pada masa penjajahannya, simak ulasan berikut ini.

Sejarah Masuknya Jepang ke Indonesia

Pada tanggal 7 Desember 1941, secara mendadak Jepang menyerang Pearl Harbour yang merupakan pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Hawaii.

Serangan tersebut merupakan upaya Jepang untuk membangun suatu imperium di Asia dengan mengobarkan perang di Pasifik. Akibatnya, Amerika menyatakan perang kepada Jepang dan membantu pasukan sekutu Eropa.

Jepang juga menyerbu Indonesia dengan mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur pada 11 Januari 1942. Kedatangan Jepang ini membuat pihak Belanda merasa terancam, karena beberapa daerah Indonesia berhasil Jepang rebut kekuasaannya.

Dikutip dari Modul Sejarah Kelas XI oleh Irma Samrotul, Jepang kemudian berhasil menguasai Kota Balikpapan (24 Januari 1942), Pontianak (29 Januari 1942), Samarinda (3 Februari 1942), Banjarmasin (10 Februari 1942), lalu Ambon (4 Februari 1942), Palembang (16 Februari 1942), Teluk Banten, Eretan Wetan, dan Kragen (28 Februari 1942).

Pada akhirnya pihak Belanda yaitu Gubernur Jenderal A.W.L.Tjarda van Starkenborgh Stachouwer mengaku menyerah tanpa syarat kepada Jepang lewat perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942. Sejak itu Indonesia dikuasai oleh Jepang dan penjajahan Belanda berakhir.

Tujuan Kedatangan Jepang

Dikutip dari buku "Ilmu Pengetahuan Sosial 3" oleh Ratna Sukmayani dkk., kedatangan Jepang ke Indonesia memiliki tujuan antara lain:

- Menjadikan Indonesia sebagai daerah penghasil bahan mentah dan bahan bakar untuk kepentingan industri Jepang

- Menjadikan Indonesia sebagai tempat pemasaran hasil industri Jepang, karena jumlah penduduk Indonesia sangat banyak

- Menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan tenaga buruh yang banyak dengan upah yang relatif murah.

Sebagai upaya untuk mencapai tujuan tersebut, Jepang melakukan beberapa aksi propaganda sebagai strategi untuk menarik simpati masyarakat Indonesia.

Berikut beberapa propaganda yang dilakukan Jepang antara lain:

- Jepang mengaku sebagai 'saudara tua' bagi bangsa-bangsa di Asia, termasuk Indonesia.

- Jepang berjanji akan membebaskan Asia dari penindasan bangsa Barat. Hal ini yang berhasil menarik simpati masyarakat Indonesia, bahkan kedatangan Jepang disambut baik.

- Jepang memperkenalkan semboyan yang dibuatnya. Semboyan itu disebut dengan Gerakan 3A, yang berbunyi "Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia".

- Jepang menjanjikan kemudahan bagi Indonesia dalam melakukan berbagai kegiatan, seperti janji menunaikan ibadah haji, menjual barang dengan harga murah yang disebut dengan sistem politik dumping.

- Pada awal kedatangannya, Jepang berhasil menarik simpati dan dukungan masyarakat Indonesia karena berjanji akan memperbolehkan Indonesia mengibarkan benderanya bersama dengan bendera Jepang

- Indonesia diperbolehkan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama lagu kebangsaan Jepang, yaitu Kimigayo.

Namun, sederet janji di atas hanya sementara, sebab sikap baik itu berubah setelah sekian waktu Jepang menduduki Indonesia. Sejak awal, Jepang berlaku demikian hanya demi kepentingan pemerintahannya yang pada saat itu sedang menghadapi perang.

Kebijakan Masa Pendudukan Jepang

Selain melakukan propaganda, Jepang juga melakukan aksi nyata dengan membuat beberapa kebijakan bagi masyarakat Indonesia.

Dikutip dari buku Modul Sejarah Kelas XI oleh Irma Samrotul dan buku Pendudukan Jepang di Indonesia oleh Amelia, Jepang membentuk badan kerjasama untuk membujuk rakyat Indonesia, antara lain:

1. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Badan ini bertujuan untuk membujuk kaum Nasionalis dan intelektual agar memberi tenaga untuk mengabdi kepada Jepang.

2. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)

Badan ini terdiri dari berbagai macam profesi dokter, pendidik, dan kebaktian wanita pusat dan perusahaan.

Selain itu terdapat pula beberapa kebijakan Jepang pada bidang Sosial dan Ekonomi sebagai berikut.

1. Masyarakat Indonesia harus menjalani Romusha, yaitu kerja paksa. Romusha ini bahkan sampai memakan banyak korban jiwa akibat kekejaman Jepang.

2. Pemerintahan Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda dan diganti dengan bahasa Jepang.

3. Melaksanakan Kinrohosi, yaitu penyerahan bahan makanan secara besar-besaran untuk kepentingan militer Jepang. Akibatnya beras dan bahan pangan lainnya dirampas dan banyak rakyat menderita kelaparan.

4. Melakukan Jugun Ianfu, yaitu mempekerjakan para gadis sebagai wanita penghibur untuk pemuas nafsu militer Jepang. Para gadis tersebut ditipu akan disekolahkan, namun hal itu tidak terjadi.

5. Potensi SDA dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang Jepang. Mereka juga menyita hasil perkebunan, pabrik, bank, dan perusahaan.

6. Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya.

7. Masyarakat Indonesia diwajibkan menanam padi, pohon jarak, dan kapas yang nilai jualnya tinggi untuk kebutuhan Jepang.

8. Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki dengan menunjang kegiatan bersifat otoriter yang menyengsarakan rakyat Indonesia.

9. Rakyat Indonesia dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa, dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini membuat rakyat semakin sulit dan hidupnya menderita.

Nah, demikian ulasan mengenai sejarah masuknya Jepang ke Indonesia beserta tujuan dan kebijakan pada masa penjajahannya.

Ini Dia Pemenang AGT 2023, Jadi Dirujak Warganet?

 *Ini Dia Pemenang AGT 2023, Jadi Dirujak Warganet?*


Episode final dari "America's Got Talent" Season 18 mendapatkan banyak sorotan.


Red: Natalia Endah Hapsari

Rep: Adysha Citra Ramadani

    


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Episode final dari "America's Got Talent" Season 18 mendapatkan banyak sorotan dari penonton di Tanah Air. Betapa tidak, salah satu peserta yang berhasil masuk ke dalam lima besar di ajang tersebut merupakan penyanyi berbakat Putri Ariani. Siapa yang keluar sebagai pemenang?


Finalis yang berhasil keluar sebagai pemenang dalam ajang tersebut adalah Adrian Stoica dan anjing peliharaannya, Hurricane. Sedangkan di posisi kedua dan ketiga ada pesulap Anna DeGuzman dan kelompok tari Murmuration.


Penyanyi asal Indonesia, Putri Ariani, berhasil menempati juara keempat dalam gelaran "America's Got Talent" 2023. Meski begitu, Putri berhasil memukau banyak penonton lewat suara indahnya saat berduet membawakan lagu "Run" bersama penyanyi Leona Lewis. "Dia merupakan hadiah untuk dunia ini," puji Leona kepada Putri, seperti dilansir The Sun pada Kamis (28/9/23).


Penampilan ini juga menuai banyak pujian dari warganet. Banyak warganet yang berharap Putri bisa keluar sebagai pemenang karena bakatnya sebagai penyanyi yang luar biasa. Namun meski tidak keluar sebagai pemenang, para warganet memberikan banyak dukungan untuk Putri.


"Walaupun tidak juara, saya tetap bangga ada perwakilan Indonesia masuk Top 5 di America's Got Talent," ujar warganet.


Sebagian warganet juga menunjukkan protesnya terhadap hasil voting di America's Got Talent Season 18. Banyak dari warganet tersebut yang mengira Putri atau Murmuration akan keluar sebagai pemenang. "Apa yang terjadi? Saya yakin Putri dan murmuration akan ada di Top 2," kata warganet lain.


Di sisi lain, kemenangan Adrian Stoica dan Hurricane memicu perdebatan di media sosial. Sebagian penonton menilai pertunjukan duo tersebut sangat menghibur dan layak untuk menjadi pemenang. Namun, tak sedikit pula warganet yang merasa kecewa saat Stoica dan Hurricane diumumkan sebagai pemenang.


"Saya senang untuknya. Sejauh ini, merupakan pertunjukan dengan anjing yang paling baik dalam acara ini. Tapi (mengungguli) Putri atau Murmuration? Saya rasa tidak," komentar seorang warganet di X.


Warganet lain menilai Anna DeGuzman lebih layak keluar sebagai pemenang. Alasannya, DeGuzman berhasil menghadirkan pertunjukan sulap yang unik dan berbeda dari pesulap lain. "America, mereka mengatakan kalian selalu benar. Tapi tidak kali ini," komentar warganet lain.


Di tengah kontroversi ini, sebagian warganet memberikan pembelaan untuk Adrian dan Hurricane. Menurut mereka, Adrian dan Hurricane telah meluangkan banyak waktu dan kerja keras untuk bisa menghasilkan pertunjukan anjing yang sangat baik dan menghibur.


"Selamat, Adrian dan Hurricane layak mendapatkannya. Sudah waktunya bagi pertunjukan anjing untuk menang (dalam America's Got Talent) dan Hurricane adalah anjing tercerdas di Amerika dan ada alasan mengapa acara ini dinamakan America's Got Talent. Tapi seharusnya (di Top 2) adalah Putri dan mereka (Adrian dan Hurricane)," ujar warganet lain.

Adrian Stoica-Hurricane Jadi Pemenang AGT 2023, Putri Ariani Keempat

 



*Adrian Stoica-Hurricane Jadi Pemenang AGT 2023, Putri Ariani Keempat*

CNN Indonesia

Kamis, 28 Sep 2023 10:13 WIB


Jakarta, CNN Indonesia -- Penampil Adrian Stoica dan Hurricane dinobatkan sebagai pemenang America's Got Talent 2023 dalam result show hasil voting yang disiarkan pada Kamis (28/9) pagi waktu Indonesia.

Stoica dan Hurricane mengalahkan empat penampil lainnya, seperti Anna Deguzman, Ramadhani Borthers, Mzansi Youth Coir, dan Putri Ariani. Stoica sempat tak percaya saat namanya diumumkan oleh Terry Crews sebagai pemenang AGT 2023.


Sementara itu, perjalanan Putri Ariani Putri Ariani selesai di America's Got Talent 2023 dengan posisi ke empat.


Pengumuman soal Putri tersebut sempat membuat penonton AGT 2023 di lokasi mencemooh dengan booing. Putri juga tak bisa menutup raut kekecewaannya.


Meski begitu, capaian Putri Ariani adalah yang tertinggi oleh penampil Indonesia di ajang populer Amerika Serikat tersebut setelah Sacred Riana yang tersingkir di perempat final pada 2018.


"Pada akhirnya, ini kompetisi," kata Simon Cowell dalam komentarnya. "Tapi izinkan aku memberitahumu sesuatu Putri,"


"Tak ada seorangpun yang dapat menghilangkan kenyataan bahwa kamu adalah penyanyi yang luar biasa, penampil yang luar biasa, dan seorang yang luar biasa," katanya di sela gemuruh protes penonton.


Simon kemudian menyebut dirinya percaya dengan sepenuh hati, bahwa Putri Ariani memiliki karier yang jauh lebih cerah di kemudian hari setelah berkali-kali tampil memukau di AGT 2023.


"And I really genuine believe it, all of my heart, something's gonna happen to you. Because, like I said, you are a diamond," kata Simon.


"Thank you, Simon," ucap Putri dari atas panggung.


Penampilan Putri Ariani pada malam final AGT 2023 memang berhasil kembali menarik perhatian dan pujian dari para juri.


Putri Ariani kembali hadir dengan pianonya dan kini menyanyikan Don't Let the Sun Go Down On Me yang dipopulerkan Elton John di atas panggung.


Dalam penampilan kali ini, penampilan Putri Ariani juga semakin megah bersama para choir. Putri menampilkan lagu tersebut dengan warnanya sendiri dan disambut meriah tepuk tangan penonton.


Hasil voting Top 5 pemenang AGT 2023:

1. Adrian Stoica and Hurricane

2. Anna DeGuzman

3. Murmuration

4. Putri Ariani

5. The Ramadhani Brothers

(end)

Rabu, 27 September 2023

Penumpasan PKI di Surabaya

Pemberi perintah eksekusi Tan Malaka disebut dalam dokumen rahasia AS. Walikota Surabaya ini membersihkan staf pemerintahan dari unsur PKI hingga ke tingkat RT.

Oleh: Aryono | 23 Okt 2017

HANYA dalam hitungan hari, sejak Gerakan 30 September (G30S) 1965 meletus, nasib Partai Komunis Indonesia berubah drastis. Anggota dan simpatisannya diuber-uber tentara dan massa untuk dibersihkan. Propaganda anti-PKI pun dilancarkan ke berbagai kota, termasuk Surabaya.

Pada 31 Oktober 1965, Mayor Basuki Rahmat, komandan Batalyon 16 Brigade Ronggolawe Divisi Jawa Timur, mengeluarkan edaran yang membandingkan G30S dengan pemberontakan Madiun tahun 1948.

“Gambar-gambar besar mengenai kondisi tubuh keenam jenderal yang meninggal dipasang di sudut-sudut kota, dengan keterangan bahwa Gestapu dan Madiun adalah sama,” tulis telegram bernomor 164 yang dikirim tanggal 4 November 1965 dari Konsulat AS di Surabaya ke Kedubes AS di Jakarta. Istilah Gestapu atau Gerakan September Tiga Puluh adalah upaya psywar dari tentara untuk menyamakan G30S dengan Gestapo atau dinas polisi rahasia Nazi-Jerman era Adolf Hitler.

Di Surabaya, menurut Antonius Sumarwan dalam Menyeberangi Sungai Air Mata: Kisah Tragis Tapol ‘65 dan Upaya Rekonsilias, aksi dimulai pada 16 Oktober 1965 dengan pawai akbar dan tindakan terorganisir untuk menghancurkan dan membakar kantor Comite Daerah Besar PKI di Jalan Pahlawan.

“Kemudian walikota sementara, Kolonel Sukotjo, membersihkan staf pemerintahan, Rukun Kampung (RK) dan Rukun Tetangga (RT) dari unsur PKI. Penculikan dan pembantaian dilaksanakan oleh kelompok agama,” tulis Sumarwan.

Sukotjo, komandan Kodim 0830/Kota Surabaya, menggantikan Moerachman sebagai walikota Surabaya yang ditangkap karena memiliki hubungan dengan PKI. “Keterangan yang ada menyebutkan walaupun beliau bukan PKI, tetapi memiliki hubungan yang dekat dengan partai yang pada Pemilu 1955 ini memperoleh suara terbanyak di Kota Surabaya,” tulis Sarkawi B. Husain dalam Negara di Tengah Kota: Politik Representasi dan Simbolisme Perkotaan: Surabaya, 1930-1960.

Sukotjo lahir di Tulungagung pada 1921 dan bersekolah di HIS, MULO, dan AMS. Karier militernya dimulai dengan menjadi anggota Pembela Tanah Air (Peta) pada masa pendudukan Jepang. Pada 1949, dia menjadi staf dalam Kompi Dekking Komando Brigade S dari Batalyon Sabirin kemudian menjadi Batalyon Sikatan di bawah Soekadji Hendrotomo. Kompi ini bertugas di daerah Gunung Wilis, Jawa Timur.

Pada 19 Februari 1949, Sukotjo dan anak buahnya yang berjaga di Desa Selopanggung, Kediri, menangkap seseorang yang kemudian dikenali sebagai Tan Malaka. “Sukotjo memerlukan sedikit waktu sebelum mengambil keputusan: Tan Malaka seorang komunis yang berbahaya, yang terhadapnya harus diberlakukan hukuman militer. Sukotjo memberikan perintah, dan orang yang ditugasi menembak adalah Suradi Tekebek,” tulis Harry A. Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid IV.

Selain membersihkan staf pemerintahan Kota Surabaya dari unsur PKI hingga ke tingkat RT, Sukotjo juga mencoba menurunkan harga beras. Pada 22 November 1965, seperti ditulis dalam telegram nomor 183 yang diterima Kedubes AS di Jakarta pada 26 November 1965, Sukotjo memerintahkan kepada segenap pengusaha Tionghoa yang berbisnis beras untuk membuka toko dan menurunkan harga hingga 30 persen. Beberapa hari sebelumnya, banyak toko milik Tionghoa tutup lantaran beredar kabar bahwa tanggal 17 dan 18 November 1965 akan datang serangan dari Ansor, organisasi sayap pemuda Nahdlatul Ulama.

Pasukan dari Angkatan Darat di Kota Surabaya juga bertambah. Pada 20 November 1965, Batalyon 507 atau dikenal sebagai Batalyon Sikatan dari Divisi Brawijaya berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

“Batalyon ini akan digunakan untuk ‘penumpasan Gestapu’ di Jawa Timur,” tulis telegram nomor 183 yang menjadi bagian dari 39 dokumen rahasia AS yang telah dideklasifikasi.

Jejak Berdarah 'Lubang Buaya Jogja'

 *Jejak Berdarah 'Lubang Buaya Jogja'*

Tim detikJateng - detikJateng

Kamis, 29 Sep 2022 05:50 WIB

Sleman - Selain Lubang Buaya di Jakarta Timur, ada pula lubang di Kabupaten Sleman, DIY, yang menyimpan sejarah kelam Gerakan 30 September 1965 (G 30 S). Di lubang yang berada di Dusun Kentungan, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok itu jenazah Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono ditemukan usai dibunuh pada 2 Oktober 1965.

Dirangkum dari liputan tim detikJateng, Rabu (28/9/2022), berikut 5 hal yang jarang diketahui mengenai 'lubang buaya Jogja' tersebut.


1. Di Kompleks Batalyon 403

Lubang dengan kedalaman sekitar 70 sentimeter itu berada di kompleks Batalyon 403, di Dusun Kentungan, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY. Untuk mengenang sejarah kelam G 30 S, lubang itu diabadikan menjadi Museum Monumen Pahlawan Pancasila.


Sebelumnya, museum ini dikenal dengan sebutan monumen 'Lubang Buaya Jogja'. Lubang itu berukuran sekitar 180 x 120 sentimeter, dinaungi bangunan joglo.


Dasar lubangnya masih berujud tanah rata, adapun dinding lubangnya disemen. Lubang itu dikelilingi rantai pembatas.


Di joglo itu terdapat pula papan di bawah lambang Garuda yang bertuliskan 'Lubang Tempat Diketemukan Kedua Pahlawan Revolusi'.


2. Jenazah 2 Perwira

Penjaga museum, Malis Ari Juliyanto, mengatakan di lubang itu jenazah petinggi Batalyon 403 ditemukan, yaitu Komandan Komando Resort Militer 072/Pamungkas Brigadir Jenderal (anumerta) Katamso dan bawahannya, Kasrem 072/Pamungkas Kolonel Infanteri (anumerta) Sugiyono.


"Jadi peristiwanya di sini, di lubang ditemukan dua pahlawan revolusi yang dibunuh yaitu Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono," kata Malis saat ditemui detikJateng, Rabu (28/9).


Seperti 7 Pahlawan Revolusi yang ditemukan di sumur Lubang Buaya di Jakarta, Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono juga menjadi korban peristiwa G 30 S. Keduanya dibunuh pada 2 Oktober 1965.


"(Jasad) Kedua pahlawan itu dimasukkan ke dalam lubang. Jadi kepala menghadap ke barat dan timur dan kaki bertemu di tengah," ucap Malis.


3. Ditimbun, Ditanami Pohon

"Untuk menghilangkan jejak, pada waktu itu yang mengeksekusi ada tiga orang, karena lubang ini di pinggir kawat berduri, jadi jalannya itu lurus menghubungkan Jalan Kaliurang dan Condongcatur. Waktu itu juga jalan pintas untuk warga, makanya untuk menghilangkan jejak ditanami ubi jalar dan pohon pisang," ujar Malis.


4. Tercium Bau Busuk

Jenazah Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono baru bisa ditemukan sekitar tiga minggu setelah kejadian.


"Lama-kelamaan, karena kedalaman 70 sentimeter, tercium bau busuk. Katanya ada warga lewat mencium bau busuk terus memberitahu anggota Suryosumpeno, Kodam, kok ada bau busuk di pinggir kawat berduri, barulah ketemu di sini," ucap Malis.


5. Kenaikan Pangkat

Katamso Darmokusumo dan Sugiyono yang gugur dalam tragedi '65 tersebut kemudian dinaikkan pangkatnya setingkat secara anumerta.


Dua sosok perwira militer tersebut kemudian dianugerahi penghargaan oleh pemerintah sebagai Pahlawan Revolusi.


(dil/sip)

Lubang Buaya Jogja, Ditanami Ubi Jalar-Pisang untuk Hilangkan Jejak Mayat

 *Lubang Buaya Jogja, Ditanami Ubi Jalar-Pisang untuk Hilangkan Jejak Mayat*

Jauh Hari Wawan S - detikJateng

Rabu, 28 Sep 2022 20:33 WIB.

Yogyakarta - Lubang sedalam 70 sentimeter yang terletak di Dusun Kentungan, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Sleman mejadi saksi bisu peristiwa berdarah tahun 1965. Di lokasi itulah kemudian ditemukan jenazah Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono.

Seperti tujuh Pahlawan Revolusi yang ditemukan di sumur Lubang Buaya di Jakarta, Katamso dan Sugiyono juga menjadi korban kudeta berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Mereka dibunuh pada 2 Oktober 1965 oleh para stafnya.


Penjaga museum Malis Ari Juliyanto menceritakan jenazah dua pahlawan itu baru ditemukan sekitar tiga minggu setelah peristiwa pembunuhan. Malis menyebut untuk menghilangkan jejak, lubang ditimbun lagi dengan tanah dan ditanami ubi jalar dan pohon pisang.


Sebab, posisi lubang berada persis di pinggir kawat berduri yang di sebelahnya merupakan jalan pintas yang digunakan warga.


"Untuk menghilangkan jejak pada waktu itu yang mengeksekusi ada tiga orang, karena lubang ini di pinggir kawat berduri," kata Malis kepada detikJateng, Rabu (28/9/2022).


"Jadi jalannya itu lurus menghubungkan Jalan Kaliurang dan Condongcatur, waktu itu juga jalan pintas untuk warga, makanya untuk menghilangkan jejak ditanami ubi jalar dan pohon pisang," sambungnya.


Menurut Malis, jenazah bisa ditemukan setelah ada warga yang melintas curiga dengan aroma busuk yang menyengat dari sekitar kawat berduri.


"Tapi kan lama kelamaan karena kedalaman 70 sentimeter tercium bau busuk. Katanya ada warga lewat mencium bau busuk trus memberitahu anggota Suryosumpeno, Kodam, kok ada bau busuk di pinggir kawat berduri barulah ketemu di sini," ucapnya.


Kini lubang tersebut masih ada dan menjadi monumen. Saat ini bangunan yang berupa joglo itu kerap disebut sebagai 'Lubang Buaya Jogja' itu sudah dijadikan sebuah museum.


Diberi nama Museum Monumen Pahlawan Pancasila dan menjadi saksi bisu peristiwa berdarah tahun '65. Lubang itu berukuran sekitar 180 x 120 sentimeter. Dasar lubang dibiarkan tetap berupa tanah yang rata, kemudian dinding lubang telah disemen. Sementara lantai di sekitarnya berupa porselen putih.


Masuk ke joglo tempat lubang itu berada, terlihat diberi pembatas dengan rantai besi yang mengelilinginya. Terdapat pula papan di bawah lambang Garuda yang bertuliskan 'Lubang Tempat Diketemukan Kedua Pahlawan Revolusi'.


Katamso Darmokusumo dan Sugiyono yang gugur dalam tragedi '65 tersebut kemudian dinaikkan pangkatnya setingkat secara anumerta. Dua sosok perwira militer tersebut kemudian dianugerahi oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Revolusi.

Lubang Buaya Jogja', Lokasi Penemuan Jasad Brigjen Katamso-Kolonel Sugiyono

 *'Lubang Buaya Jogja', Lokasi Penemuan Jasad Brigjen Katamso-Kolonel Sugiyono*

Jauh Hari Wawan S - detikJateng

Rabu, 28 Sep 2022 14:54 WIB

Sleman - Sebuah bangunan mirip joglo masih berdiri kokoh di dalam Kompleks Batalyon 403 yang terletak di Dusun Kentungan, Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY. Di dalam bangunan itu terdapat sepetak lubang berbentuk segi empat yang menganga. Tidak terlalu dalam dan tidak terlalu besar.

Lubang itu berukuran sekitar 180 x 120 sentimeter. Dasar lubang dibiarkan tetap berupa tanah yang rata, kemudian dinding lubang telah disemen. Sementara lantai di sekitarnya berupa porselen putih.

Masuk ke joglo tempat lubang itu berada, terlihat diberi pembatas dengan rantai besi yang mengelilinginya. Terdapat pula papan di bawah lambang Garuda yang bertuliskan 'Lubang Tempat Diketemukan Kedua Pahlawan Revolusi'.

Di dalam lubang dengan kedalaman sekitar 70 sentimeter inilah lokasi penemuan jenazah petinggi Batalyon 403 itu: Komandan Komando Resort Militer 072/Pamungkas Brigadir Jenderal (anumerta) Katamso dan bawahannya, Kasrem 072/Pamungkas Kolonel Infanteri (anumerta) Sugiyono.

Saat ini monumen yang kerap disebut sebagai 'Lubang Buaya Jogja' itu sudah dijadikan sebuah museum. Diberi nama Museum Monumen Pahlawan Pancasila dan menjadi saksi bisu peristiwa berdarah tahun '65.

"Jadi peristiwanya di sini, di lubang ditemukan dua pahlawan revolusi yang dibunuh adalah Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono," kata penjaga museum Malis Ari Juliyanto saat ditemui detikJateng, Rabu (28/9/2022).

Seperti tujuh Pahlawan Revolusi yang ditemukan di sumur Lubang Buaya di Jakarta, Katamso dan Sugiyono juga menjadi korban kudeta berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 atau G30S. Mereka dibunuh pada 2 Oktober 1965.

Keduanya disiksa dan dihabisi di lubang itu. "Jadi kedua pahlawan dimasukkan ke dalam lubang. Jadi kepala menghadap ke barat dan timur dan kaki bertemu di tengah," ucapnya.

Untuk menghilangkan jejak, lubang ditimbun lagi dengan tanah dan ditanami ubi jalar dan pohon pisang. Sebab, posisi lubang berada persis di pinggir kawat berduri yang di sebelahnya merupakan jalan pintas yang digunakan warga.

"Untuk menghilangkan jejak pada waktu itu yang mengeksekusi ada tiga orang, karena lubang ini di pinggir kawat berduri, jadi jalannya itu lurus menghubungkan Jalan Kaliurang dan Condongcatur, waktu itu juga jalan pintas untuk warga, makanya untuk menghilangkan jejak ditanami ubi jalar dan pohon pisang," ungkapnya.

Jenazah keduanya pun baru bisa ditemukan sekitar tiga minggu setelah kejadian. Menurut Malis, warga yang melintas curiga dengan aroma busuk yang menyengat dari sekitar kawat berduri.

"Tapi kan lama-kelamaan karena kedalaman 70 sentimeter tercium bau busuk. Katanya ada warga lewat mencium bau busuk terus memberitahu anggota Suryosumpeno, Kodam, kok ada bau busuk di pinggir kawat berduri barulah ketemu di sini," ucapnya.

Diketahui, Katamso Darmokusumo dan Sugiyono yang gugur dalam tragedi '65 tersebut kemudian dinaikkan pangkatnya setingkat secara anumerta. Dua sosok perwira militer tersebut kemudian dianugerahi oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Revolusi.

(aku/rih)

10 PAHLAWAN REVOLUSI

 *Perjalanan Hidup 10 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Tragedi G30S PKI*

Aprilda Ariana Sianturi - detikSumut

Kamis, 28 Sep 2023 08:00 WIB


Medan - Pahlawan Revolusi Indonesia merupakan gelar yang diberikan kepada sejumlah perwira militer yang gugur dalam Peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Jakarta dan Yogyakarta. Gelar ini diberikan kepada 10 orang yang gugur dalam tragedi tersebut.

Lantas siapa saja kesepuluh orang yang diberikan gelar Pahlawan Revolusi itu dan bagaimana kisah mereka semasa hidup? Berikut detikSumut rangkum informasinya dari berbagai sumber.


10 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Tragedi G30S PKI

1. Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani

Berdasarkan buku Kisah Perjuangan Pahlawan Indonesia karya Lia Nuralia dan Iim Imadudin, Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Timur pada 19 Juni 1922. Ia wafat pada 30 September 1965 di Jakarta dan ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Ia bersekolah di HIS (Hogere Inlandse School) Bogor sampai tahun 1935.


Kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) kelas B Afdeling Bogor sampai tahun 1938 dan masuk AMS (Arhem Meer School) B Afdeling Jakarta. Selanjutnya, Ahmad Yani mengikuti pendidikan militer di Dinas Topografi Militer di Malang dan Bogor.


Pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, ia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan menjadi anggota Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Pada masa perang kemerdekaan, Ahmad Yani berhasil melucuti senjata Jepang di Magelang.


Ia diangkat menjadi Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto. Ketika Agresi Militer I Belanda, ia bersama pasukannya yang beroperasi di Pingit berhasil menahan serangan Belanda.


Ketika Agresi Militer Belanda II, ia menjadi Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia berhasil menumpas DI/TII di Jawa Tengah dengan membentuk pasukan khusus Banteng Raiders.


Pada tahun 1955, ia menjadi staf Angkatan Darat dan disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort Leaven Worth selama sembilan bulan di Kansas, Amerika. Pada tahun 1956, ia mengikuti pendidikan dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris.


Tahun 1958, ia berpangkat Komandan Komando Operasi 17 Agustus, berhasil menumpas perlawanan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada tahun 1962, ia menjadi Menteri/Pangad menggantian Jenderal AH Nasution dan menjadi Menko Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata.


Ketidaksetujuannya terhadap konsep Nasakom Soekarno (Nasionalis/Islam/Komunis) dan selalu berseberangan dengan PKI, tidak mengubah kesetiaannya kepada Soekarno. Hal ini membuat PKI membencinya. Ketika menjabat Men/Pangrad, ia menolak keinginan PKI membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.


Pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan ditembak oleh G30S PKI di depan kamar tidurnya. Dalam pencarian yang dipimpin oleh Pangkostrad Soeharto, jenazah Jenderal Ahmad Yani ditemukan terkubur di salah satu sumur tua, Lubang Buaya bersama enam jenazah lainnya.


2. Kapten CZI TNI (Anumerta) Pierre Tendean

Pierre Tendean lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta. Ayahnya adalah Dr. AL Tendean berdarah Minahasa dan ibunya Cornel ME yang berasal dari Perancis. Ia wafat pada 1 Oktober 1965 di Jakarta.


Ia menyelesaikan SD di Magelang, SMP bagian B dan SMA bagian B di Semarang. Ayahnya yang berprofesi sebagai dokter mengharapkan dirinya kuliah di fakultas kedokteran. Rupanya panggilan hidup membawanya memasuki dunia militer.


Ia mengikuti pendidikan pada Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) angkatan IV di Bandung pada tahun 1958. Kemudian pada tahun 1962, ia dilantik sebagai Letda CZI. Pada tahun 1963, ia mendapat kesempatan mengikuti pendidikan intelijen dan ditugaskan menyusup ke wilayah Malaysia ketika operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora).


Pada bulan April 1965, Lettu Pierre Tendean diangkat menjadi ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal AH Nasution. Ketika itu, Jenderal Nasution merupakan salah satu target terpenting penculikan G30S.


Pada dini hari 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September berusaha memasuki rumah Pak Nas (AH Nasution). Pierre yang berada di paviliun rumah Pak Nas terbangun begitu terdengar suara gaduh. Ketika keluar, ia disergap Pratu Idris dan Jahurup.


Pierre berusaha menjelaskan bahwa ia adalah ajudan Pak Nas. Namun yang terdengar oleh para penculik, Pierre adalah Pak Nas. Kedua tangannya diikat dan dinaikkan ke dalam truk dan dibawa ke daerah Lubang Buaya. Di sana ia dibunuh dan jenazahnya dimasukkan ke dalam sumur tua bersama para perwira TNI AD lainnya.


3. Kolonel TNI (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto

Sugiyono Mangunwiyoto lahir di Yogyakarta pada 12 Agustus 1926. Ia wafat di Jakarta pada 1 Oktober 1965. Pada 22 Oktober 1965 jenazahnya ditemukan dan dimakamkan di Taman Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


Sugiyono menempuh pendidikan di sekolah guru pertama di Wonosari. Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti pendidikan Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan TKR di Yogyakarta dan menjabat sebagai Komandan Seksi. Terakhir, ia menjabat sebagai Kepala Staf Korem 072 Kodam VII Diponegoro di Yogyakarta.


Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, ia menjadi Ajudan Letnan Kolonel Soeharto. Ia pun turut andil dalam memadamkan Pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Selatan melalui Gerakan Operasi Militer (GOM) III.


Saat menjabat Kepala Staf Korem 072 Kodam Diponegoro, daerah Surakarta dikuasai PKI. Bahkan posisi pemerintahan terendah dari lurah hingga hansip diisi orang-orang PKI. Gerakan 30 September di Jakarta nampaknya akan terjadi di Yogyakarta.


Ketika kembali dari tempat tugasnya di Pekalongan, ia hendak ke markas Korem 072. Sugiyono tidak mengetahui bahwa PKI telah menguasai markas Korem 072. Ia diculik dan dibunuh di Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.


4. Letjen (Anumerta) Mas Tirtodarmo Haryono

Mas Tirtodarmo Haryono atau MT Hayono lahir di Surabaya pada 20 Januari 1924. Ia meninggal dunia di Jakarta pada 1 Oktober 1965 setelah diculik dan dibunuh oleh gerombolan Gerakan 30 September 1965. Setelah menamatkan di ELS (setingkat sekolah dasar), Haryono melanjutkan ke HBS (setingkat sekolah menengah umum).


Selanjutnya, ia masuk Ika Dai Gakko (sekolah kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, tetapi tidak ditamatkannya. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia menggabungkan diri bersama para pemuda dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan berpangkat Mayor.


Haryono menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB). Perannya dalam diplomasi internasional tidak dilepaskan dari kemampuannya berbicara bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia lebih banyak ditempatkan dalam lingkungan staf Angkatan Darat.


Pada masa revolusi fisik, ia sering berpindah-pindah tugas yang antara lain bekerja di kantor penghubung, Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda, Sekretaris Dewan Pertahanan Negara, dan Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata.


Pada saat PKI mulai menguasai panggung politik nasional, Haryono menjabat sebagai Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)). Ia menolak ide PKI untuk membentuk Angkatan Kelima.


Ia mengetahui adanya maksud terselubung PKI yang hendak menjadikan ideologi komunis sebagai pengganti Pancasila. Pada 1 Oktober 1965 dini hari bersama enam perwira lainnya, ia diculik dan dibunuh. Jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya.


5. Letjen (Anumerta) Siswondo Parman

Siswondo Parman atau sering disebut S. Parman dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 4 Agustus 1918. Ia wafat setelah diculik dan dibunuh G30S pada 1 Oktober 1965 di Jakarta.


Apabila Jepang tidak menduduki Hindia Belanda, mungkin S. Parman akan menjalani takdir sebagai dokter. Ketika itu, ia memang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun, aktivitas pendidikan terhenti saat Jepang memasuki Hindia Belanda.


Pada masa pendudukan Jepang, S. Parman bekerja pada jawatan dinas rahasia Jepang, Kenpeitai. Ia sempat mengikuti pendidikan Kenpei Kasya Butai di Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR).


Kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta pada bulan Desember 1945. Setelah mengikuti pendidikan pada Military Police School, Amerika Serikat, ia bekerja pada Kementerian Pertahanan. Pada tahun 1959, ia menjadi Atase Militer RI di London.


Pada tahun 1964, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal, ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Ketika menjabat Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya, ia berhasil membongkar rencana operasi gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Jakarta.


Sebagai perwira intelijen, S. Parman mengetahui aktivitas PKI. Ia menolak rencana PKI mempersenjatai kaum buruh dan tani. Pada 30 September 1965, ia diculik dan dibunuh. Jenazahnya disembunyikan di sumur tua di daerah Lubang Buaya.


6. Letjen (Anumerta) Raden Suprapto

Raden Suprapto atau R. Suprapto lahir pada tanggal 20 Juni 1920 di Purwokerto. Ia merupakan sasaran utama penculikan G30S. Pada 1 Oktober 1965, ia wafat setelah diculik dan dibunuh di Jakarta. Setelah tamat MULO, Suprapto melanjutkan ke AMS Bagian B di Yogyakarta dan selesai pada tahun 1941.


Setelah meletusnya Perang Dunia II, Suprapto mengikuti Koninklijke Militaire Akademie di Bandung, namun tidak selesai karena Jepang mendarat di Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan, ia masuk Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto yang menandai awal karirnya di dunia militer.


Setelah pengakuan kedaulatan, ia menjabat Kepala Staf Tentara & Teritorium (T&T) IV Diponegoro di Semarang. Suprapto berpindah ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat lalu ke Kementerian Pertahanan. Setelah operasi penumpasan PRRI/Permesta, Suprapto menjabat Deputi Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang berkedudukan di Medan.


Suprapto ditugaskan menjaga stabilitas dan memastikan tidak timbul pemberontakan kembali. Selanjutnya, ia turut terlibat dalam pertempuran melawan Inggris di Ambarawa dan menjadi ajudan Panglima Besar Jenderal Sudirman.


Pada masa pendudukan Jepang, Suprapto dipenjara tetapi berhasil meloloskan diri dari penjara. Kemudian, ia mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan Keibodan, Seinendan, dan Syuisyintai. Selanjutnya, bekerja pada Kantor Pendidikan Masyarakat. Suprapto berhasil merampas senjata tentara Jepang di Cilacap.


Suprapto termasuk tokoh yang menjadi sasaran utama penculikan G30S. Ia menolak rencana pembentukan Angkatan Kelima dari buruh dan tani yang direncanakan PKI. Pada 30 September 1965, ia diculik dan dibunuh oleh Gerakan 30 September.


7. Mayjen (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan

Donald Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan lahir di Balige pada 9 Juni 1925. Ia wafat pada 1 Oktober 1965 setelah diculik oleh gerombolan Gerakan 30 September di Jakarta. Ia memasuki dunia kemiliteran melalui Gyugun pada masa pendudukan Jepang.


Kemudian ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau. Pada masa perjuangan kemerdekaan, ia termasuk salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada awalnya, ia menjabat Komandan Batalyon, kemudian berpindah-pindah tugas.


Pada tahun 1948, ia menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi. Berikutnya menjabat Kepala Staf Umum IV (Supply) Komandemen Tentara Sumatera. Ketika Agresi Militer II, ia dipercaya memimpin Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).


Setelah pengakuan kedaulatan, Panjaitan diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan dan menjadi Kepala Staf T&T II/Sriwijaya di Palembang. Pada tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Kembali ke Indonesia, ia diangkat Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).


Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia berhasil membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Ternyata, senjata-senjata itu disembunyikan ke dalam peti-peti bahan bangunan untuk membangun gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces).


Panjaitan termasuk perwira di jajaran TNI AD yang bersifat kritis terhadapp PKI. Ia menolak rencana PKI membentuk Angkatan Kelima yang terdiri atas buruh dan tani. Pada 1 Oktober 1965, ia diculik gerombolan berpakaian pengawal presiden.


Pada awalnya, ia heran dengan perkataan kelompok tersebut yang menjemputnya karena dipanggil presiden. Namun, dengan loyalitas yang tinggi, ia bersiap juga. Sebelum memasuki mobilnya, ia berdoa kepada Tuhan. Namun belum tuntas memanjatkan doa, gerombolan Gerakan 30S menembaknya dengan semena-mena.


8. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen pada 23 Agustus 1922. Ia wafat pada 1 Oktober 1965 setelah diculik dan dibunuh oleh gerombolan G30S di Jakarta.


Sutoyo Siswomiharjo menyelesaikan pendidikan pada HIS dan AMS di Semarang. Kemudian ia mengikuti pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Ia bekerja di Balai Pendidikan Milliter kemudian menjadi pegawai negeri kantor kabupaten di Purworejp sampai tahun 1944.


Setelah proklamasi kemerdekaan, Sutoyo masuk TKR bagian Kepolisian Tentara, cikal bakal Corps Polisi Militer (CPM). Pada Juni 1964, beliau ditugaskan menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto lalu pindah menjadi Kepala Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo dengan pangkat kapten.


Pada tahun 1954, ia dilantik menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer (MBPM). Dua tahun berikutnya ia menjadi Asisten Atase Militer di London. Setelah kembali ke Indonesia, ia mengikuti kursus C Seskoad di Bandung. Selepas itu, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat pada tahun 1961.


Pada posisi tersebut, ia berpangkat kolonel, kemudian ditingkatkan menjadi brigjen. Ketika itu, PKI sedang menguasai pentas politik nasional. Ia dengan keras menentang segala aktivitas dan ideologi komunisme.


Menjelang penculikan, ia merasakan firasat buruk. Ruangannya yang ber-AC menjadi panas. Benar saja pada 1 Oktober jam 04.00, ia diculik dan dibunuh oleh gerombolan G30S. Jenazahnya disembunyikan di Lubang Buaya. Setelah berhasil ditemukan, ia dimakamkan di TMP Kalibata.


9. Brigjen (Anumerta) Katamso

Dikutip dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap yang ditulis oleh Mirnawati, Katamso Darmokusumo lahir di Sragen pada tanggal 5 Februari 1923. Ia adalah anak yang punya semangat untuk maju.


Dia hanya memperoleh pendidikan sampai MULO saja (setingkat SMP). Hal itu disebabkan karena Indonesia telah dikuasai oleh Jepang. Walaupun pendidikannya hanya sampai MULO, Katamso tak pernah berhenti untuk mencari peluang belajar.


Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti pendidikan militer Pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Tamat dari PETA, ia diangkat menjadi Budanco (komandan regu). Setahun kemudian, pangkatnya dinaikkan menjadi Shodanco (komandan pleton).


Pada awal kemerdekaan, Katamso turut berjuang menumpas pemberontakan yang terjadi di tanah air. Beliau berhasil menumpas pemberontakan PRRI di Bukittinggi. Keberhasilannya itu menjadikannya dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Staf Resimen Tim Pertempuran (RTP) II Diponegoro di Bukittinggi.


Setelah seluruh wilayah Sumatera aman dari pemberontakan, Katamso dipindahkan ke Jakarta. Dia menjabat sebagai Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan (Koplat) serta Komandan Pusat Pendidikan Infantri (Pusdiktif) di Bandung.


Pada tahun 1965, ia dipercaya menjabat sebagai Komandan Resort Militer (Korem) 072 Yogyakarta, Komandan Daerah Militer (Kodam) VII/Diponegoro. Katamso adalah salah seorang perwira yang menolak keberadaan PKI di wilayah tempatnya bertugas.


Pada tanggal 2 Oktober 1965, Katamso dipaksa menandatangani surat yang mendukung Dewan Revolusi. Namun Katamso menolak menandatanganinya. Setelah itu, dia diculik oleh gerombolan PKI dan dibawa ke Kompleks Batalyon L di Desa Kentungan, Yogyakarta.


Pada malam harinya, Katamso dibunuh dan jenazahnya dimasukkan ke dalam sumur. Setelah itu, pada tanggal 22 Oktober 1965 jenazahnya ditemukan dan selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta.


10. A.I.P. II (Anumerta) Karel Satsuit Tubun

Dikutip dari buku Pahlawan Indonesia yang disusun oleh Tim Media Pusindo, Karel Satsuit Tubun atau KS Tubun lahir di Maluku pada tanggal 14 Oktober 1928. Ia wafat di Jakarta pada 1 Oktober 1965.


KS Tubun menamatkan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1941. Ketertarikan di bidang kepolisian membuat Karel melanjutkan pendidikan pada Sekolah Polisi Negara di Ambon pada tahun 1951. Setelah tamat, beliau dilantik sebagai agen polisi tingkat II dan ditugaskan dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.


Dalam perjalanan tugas, Karel dimutasi ke Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi. Beliau juga betugas di Sumatera Barat untuk menangani pemberontakan PRRI/Permesta.


Pada tahun 1963, pangkatnya naik menjadi brigadir polisi. Beliau gugur tertembak PKI dalam peristiwa G30S PKI sewaktu bertugas mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri II Dr. Y. Leimena yang berdekatan letaknya dengan rumah Jenderal AH Nasution.


Demikian kisah hidup kesepuluh Pahlawan Revolusi yang detikSumut rangkum, semoga kita dapat meneladani perjuangan mereka terhadap negara Indonesia.


Artikel ini ditulis oleh Aprilda Ariana Sianturi, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.


(dhm/dhm)

6 Tempat Saksi Bisu Peristiwa G30S PKI di Jakarta, Nomor 5 Paling Terkenal dan Lengkap

 *6 Tempat Saksi Bisu Peristiwa G30S PKI di Jakarta, Nomor 5 Paling Terkenal dan Lengkap* 

Thomas Pulungan 

Rabu, 27 September 2023 - 09:09 WIB.

 

JAKARTA - Bangsa Indonesia beberapa hari lagi akan mengenang peristiwa kelam Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI yang terjadi pada tahun 1965 silam. Sejumlah tempat kini menjadi saksi bisu peristiwa G30S PKI di Jakarta. 

Gerakan 30 September PKI merupakan sejarah kelam yang dimotori Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pasukan Cakrabirawa. Mereka menculik sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat di Jakarta pada malam 30 September 1965. 

Malam itu enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat dibunuh secara kejam. Keenamnya adalah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Suprapto, Mayor Jenderal S Parman, Brigadir Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo, Brigadir Jenderal MT Haryono, dan Letnan Satu Pierre Tendean. Sementara Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos. 

Terdapat beberapa tempat yang kini jadi saksi bisu kekejaman PKI dalam pembantaian jenderal Angkatan Darat di Jakarta. Selain dijadikan lokasi wisata, tempat-tempat ini bertujuan mengingatkan para generasi muda akan pengorbanan para jenderal yang gugur dalam sejarah kelam Indonesia itu. 

Dirangkum dari Litbang SINDOnews, Rabu (27/9/2023), berikut6 tempat saksi bisu peristiwa G30S PKI di Jakarta. 

1. Museum Sasmita Loka A Yani 

Museum ini berada di Jalan Lembang, Jakarta Pusat, yang dibangun sekitar tahun 1930-1940-an. Museum ini merupakan rumah yang dihuni Letjen Ahmad Yani sebagai perwira tinggi TNI AD dengan jabatan terakhir Menteri/Panglima Angkatan Darat RI. Rumah ini menjadi saksi bisu gugurnya Letjen A Yani dalam peristiwa G30S PKI. 

Rumah Ahmad Yani ini diresmikan menjadi museum pada 1 Oktober 1966. Terdapat beberapa interior dan barang asli peninggalan Ahmad Yani yang dipajang di museum ini. 

Seperti foto di bagian belakang rumah yang memperlihatkan rekonstruksi penembakan dan penculikan Letjen Ahmad Yani oleh kelompok PKI. Sementara dalam kamar tidurnya terdapat berbagai senjata yang sempat digunakan Letjen Ahmad Yani. 

2. Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR Abdul Haris (AH) Nasution 

Museum Abdul Haris Nasution terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta Pusat. Museum ini terbuka untuk umum setiap hari kecuali Senin. Museum ini merupakan kediaman pribadi Jenderal AH Nasution dengan keluarganya sejak menjabat sebagai KSAD tahun 1949 hingga wafatnya pada tanggal 6 September 2000. 

Tempat ini menjadi saksi bisu peristiwa yang hampir merenggut nyawa Jenderal Abdul Haris Nasution. Pasukan Tjakrabirawa G-30S/PKI berupaya menculik dan membunuhnya. 

Museum Abdul Haris Nasution diresmikan pada 3 Desember 2008 bertepatan dengan hari kelahiran Abdul Haris Nasution, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

3. Monumen Ade Irma Suryani 

Jenderal AH Nasution berhasil lolos pada malam G30S PKI. Namun putri keduanya, Ade Irma Suryani Nasution, serta ajudannya Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean, gugur dalam peristiwa itu. 

Ade Irma Suryani pada saat itu masih berusia lima tahun. Sebanyak enam butir peluru bersarang di tubuh Ade Irma Suryani sehingga sempat dirawat di rumah sakit. Ade Irma pun akhirnya mengembuskan napas pada 6 Oktober 1965. 

Untuk mengenang Ade Irma Suryani, pemerintah sengaja membangun sebuah monumen di dekat makamnya. Di Monumen Ade Irma Suryani tersebut terdapat foto dan tulisan dari sang ayah, Jenderal AH Nasution yang kini sudah memudar. Monumen ini berlokasi di Jalan Prapanca Raya No 12, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

4. Taman Makam Pahlawan Kalibata 

Bagi masyarakat yang ingin berziarah kepada para jenderal yang gugur dalam G30S PKI dalam mengunjungi Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. Di TMP ini para Pahlawan Revolusi dimakamkan. 

TMP Kalibata ini gagasan Presiden pertama RI Ir Soekarno yang diresmikan pada 10 November 1954. Khusus untuk ketujuh Pahlawan Revolusi, area pemakamannya diberi konblok yang mengelilingi makam-makam tersebut. Hanya, untuk berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Kalibata tidak bisa sembarangan. Pengunjung harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di depan gerbang dan di pos penjagaan. 

5. Museum Lubang Buaya 

Lubang Buaya menjadi saksi bisu paling lengkap dari kekejaman G30S PKI. Jenazah para jenderal dan perwira TNI yang gugur pada peristiwa G30S PKI dibuang di sumur berdiameter 76 cm dan kedalaman 12 meter itu. 

Tempat ini pada awalnya sebuah tanah atau kebun kosong. Pada 30 September 1965, area yang kerap digunakan sebagai pusat pelatihan oleh PKI itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan pembuangan terakhir para korban G30S. 

Lubang Buaya terletak di Jalan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur. Kini Lubang Buaya menjadi tempat wisata umum, terutama untuk anak sekolah mengetahui perjuangan bangsa Indonesia. 

Di dalamnya terdapat Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila, Museum Diorama, sumur tempat para korban G30S PKI dibuang, serta sebuah ruangan berisi relik. 

Museum Lubang Buaya menjadi salah satu saksi bisu peristiwa G30S PKI di Jakarta. Dalam museum ini juga banyak menampilkan bukti bukti bersejarah terkait G30S/PKI. 

6. Gedung Utama Bappenas

Gedung Utama Bappenas termasuk saksi bisu peristiwa G30S PKI. Bangunan yang berlokasi di Jalan Taman Suropati Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, itu merupakan lokasi persidangan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) peristiwa G30S PKI pada tahun 1966. 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menetapkan Gedung Utama Bappenas sebagai cagar budaya . Penetapan Gedung Bappenas sebagai bangunan cagar budaya dianggap penting karena bangunan tersebut menjadi saksi sejarah peristiwa G30S PKI di Jakarta. 

Gedung Bappenas ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya setelah melalui proses kajian yang dilakukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta pada 2 November 2022. Selanjutnya telah ditetapkan melalui Kepgub Nomor 318 Tahun 2023 tentang Penetapan Gedung Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebagai Bangunan Cagar Budaya pada 8 Mei 2023.

Ini alasan ibu Soekarno Ida Ayu Nyoman Rai enggan injakan kakinya di Istana Negara

 *Ini alasan ibu Soekarno Ida Ayu Nyoman Rai enggan injakan kakinya di Istana Negara*

Disnu Restu Oktazian

Minggu, 24 September 2023 | 21:54 WIB

 


Hops.ID - Ibunda Soekarno yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai mengungkap alasannya tak pernah ingin injakkan kaki Istana Negara.

Padahal saat itu, Soekarno berstatus sebagai presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jika tidak terlalu darurat, Ida Ayu Nyoman Rai mengungkap alasannya tak ingin pergi ke Istana Negara.

Menurut penuturan Bung Karno, jika ibundanya, Ida Ayu Nroman Rai memiliki keperluan, lebih baik sang proklamator pulang terlebih dahulu ke Blitar.

Dilansir dari presiden.perpusnas.go.id, saat kecil orang tuanya Ida Ayu Nyoman Rai memberi nama panggilan Srimben.

Srimben diketahui memiliki arti limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri.

Waktu remaja, Srimben bershabat dengan seorang wanita bernama Made Lastri yang lalu mengenalkannya pada seorang guru Jawa bernama R. Soekeni.

Sang guru rupanya berjasil membawa kabur Nyoman Rai Srimben agar bersatu menjalani hidup baru dengan perjuangan yang nyaris melewati pertumpahan darah.

Pada tanggal 15 Juni 1887, Ida Ayu Nyoman Rai resmi menikah.

Di Jombang, ibu dari sang proklamator mengalami penderitaan yang luar biasa lantaran dua anaknya sering sakit-sakitan.

Karena faktor kesehatan, Ida Ayu Nyoman Rai sempat berpisah dengan Soekarno dan dirawat serta diasuh oleh mertuanya di Tulung Agung.

Tetapi akhirnya, Soekano diasuh kembali oleh Nyoman Rai dan mengikuti suaminya pindah ke Mojokerto.

Permasalahan lain muncul saat Ida Ayu Nyoman Rai dihadapkan dengan kepindahan sang suami ke Blitar dan Soekarno yang bersekolah di Surabaya.

Akhirnya, Soekarno harus dititipkan di rumah HOS Cokroaminoto dan melanjutkan sekolah di Surabaya.

Di daerah Blitar, Ida Ayu Nyoman Rai tinggal di asrama sekolah yang kini menjadi SMU 1 Blitar hingga dipercaya untuk mengelola asrama hingga makan para pelajar yang menetap di asrama.

Hati dan perasaan Ida hancur ketika muncul pemberitaan jika sang anak ditahan di Sukamiskin, Bandung.

Ia pun langsung bertolak ke Bandung dan mendatangi penjara Sukamiskin lantaran Nyoman Rai tidak tahu menahu soal politik dan langsung bertanya pada petugas rutan.

Tak mendapat jawaban, Ida justru mendapat jawaban dan bentakan agar pergi dari rutan tersebut.

Kala itu, dendam Ida makin tak terbendung saat melihat orang Belanda yang makin menunjukkan kebenciannya.

Dia tak ingin berada di Istana Negara walau sudah jadi pionir perkawinan campur antar suku.

Hal tersebut mungkin memberi inspirasi untuk Soekarno menyatukan Nusantara jadi Republik Indonesia.***

Editor: Anisa Widiarini

Sumber: Perpusnas.go.id

Lagu nasional

  Lagu nasional Tanah Airku Tanah air ku tidak kulupakan Kan terkenang selama hidupku Biarpun saya pergi jauh Tidak kan hilang dari kalbu Ta...