Senin, 10 Februari 2025

Suara CANDI CETHO

 Finish 2999


CANDI CETHO 


Letak :

Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah di lereng, yang menghadap Puncak Lawu ke sebelah Timur.


Asal usul Nama :  

Diambil dari Desa "Cetho" dalam Bahasa Jawa memiliki arti "Nampak dengan jelas", sehingga saat di ketinggian  dapat melihat panorama alam indah di sekitar desa ini.


Sejarah Singkat:

Candi Cetho merupakan Candi bercorak Hindu pada ketinggian 1496 mdpl, dibangun pada tahun 1452-1470 Masehi pada masa Majapahit era Brawijaya 5.

Seperti Candi Sukuh, Candi Cetho juga menggambarkan konsep Megalitik. Candi Cetho memiliki 13 (tiga belas) teras berundak dari barat ke timur berdasarkan data pada tahun 1928. Akan tetapi pemugaran pada tahun 1978 mengakibatkan teras yang ada tinggal sembilan teras saja.


Candi bercorak agama Hindu ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang berdiri sekitar abad ke-15, dan diyakini sebagai tempat moksa Raja Majapahit, Brawijaya 5.


Candi Cetho pertama kali ditemukan oleh arkeolog Belanda, bernama Van der Vlis pada tahun 1842. Hasil penelitian ini kemudian diteruskan oleh W.F. Stuterheim, K.C. Crucq, dan A.J. Bernet Kempers.


Simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya, merupakan tempat melaksanakan ruwatan atau pembebasan diri dari kutukan atau dari bahaya.


Urutan teras berundak-undak yaitu :


Teras pertama di halaman Candi Cetho, terdapat gapura besar yang merupakan penambahan saat pemugaran dan dua arca penjaga. 


Teras kedua, terdapat satu buah petilasan leluhur terdahulu dari masyarakat setempat.


Teras ketiga terdapat batu mendatar yang disusun membentuk kura-kura raksasa yang diperkirakan merupakan lambang Majapahit yang disebut Surya Majapahit dan ada juga simbol phallus (alat kelamin pria) sepanjang 2 meter. Kura-kura ini lambang penciptaan alam semesta, sedangkan phallus sebagai lambang penciptaan manusia.

Ada juga penggambaran hewan-hewan yang dibaca sengkalan memet yang merupakan catatan dimulainya pembangunan candi ini.


Teras keempat, terdapat relief cuplikan kisah Samudramanthana dan Garudeya, yang menguatkan asumsi fungsi Candi Cetho sebagai tempat peruwatan.


Teras kelima dan keenam, terdapat bangunan berupa pendapa untuk  tempat berlangsungnya upacara-upacara keagamaan.


Teras ketujuh, terdapat dua arca di sisi utara dan selatan, yaitu arca Sabdapalon dan Nayagenggong. 


Teras kedelapan, terdapat arca phallus yang disebut “kuntobimo” dan arca Prabu Brawijaya 5 dalam wujud mahadewa.


Teras kesembilan, untuk pemanjatan doa para umat Hindu yang beribadah saat ini,  hanya saja dibuka pada acara-acara khusus, seperti sembahyang.


Candi Cetho menjadi tempat wisata dan masih digunakan sebagai tempat beribadah umat Hindu. Tiket masuk 

sebesar 10 K untuk wisatawan domestik dan sebesar 30 K untuk wisatawan asing,  sesuai laman Pesona Karanganyar.  Buka setiap hari dari jam 08:00–17:00 WIB.


Kawasan Candi Cetho juga sebagai salah satu jalur yang di buka untuk pendakian ke Gunung Lawu.


Sumber : ANTARA News dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oktober Kelabu ing Bumi Mbedug

 *Oktober Kelabu ing Bumi Mbedug*  Anggitane : Prayitno   Dusun mbedug, Oktober 1965.    Angin sore menghembuskan ambu godhong jati garing l...