*Mengenal Kyai Mojo, Ulama Kepercayaan Pangeran Diponegoro di Perang Jawa*
Elisabeth Meisya - detikJogja
Selasa, 28 Nov 2023 12:02 WIB
Daftar Isi
• Biografi Kyai Mojo
• Perjalanan Dakwah Kyai Mojo
• Bergabung dengan Diponegoro
• Perpecahan dengan Diponegoro
Jogja - Salah satu ulama yang cukup terkenal di wilayah Jogja dan Jawa Tengah adalah Kyai Mojo. Berikut penjelasan singkat tentang biografi Kyai Mojo..
Kyai Mojo dikenal sebagai seorang ahli strategi. Dengan kemampuannya tersebut, Kyai Mojo kemudian dipercaya oleh Pangeran Diponegoro untuk memperkuat pasukannya dalam Perang Jawa.
Lalu bagaimana sepak-terjang kehidupan Kyai Mojo hingga akhirnya menjadi tokoh kepercayaan Pangeran Diponegoro? Berikut informasi yang dihimpun detikJogja.
*Biografi Kyai Mojo*
Dikutip dari buku Konflik dan Taktik Perang Jawa 1823-2839 karya Muhammad Muhibbuddin, Muslim Mochammad Khalifah atau yang biasa dikenal Kyai Mojo lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada tahun 1792.
Sosok yang kerap disebut sebagai Kyai Mojo ini merupakan seorang ulama yang dikenal sebagai orang kepercayaan Pangeran Diponegoro, sekaligus menjadi panglima selama Perang Jawa berlangsung.
Kyai Mojo lahir dari pasangan Iman Abdul Ngarip dan R.A Mursilah yang merupakan keturunan bangsawan. Ayah Kyai Mojo merupakan keturunan Keraton Jogja dan ibunya saudara Sultan Hamengkuwana III. Namun Kyai Mojo sejak lahir tidak pernah berada di lingkungan keraton.
Kyai Mojo dan Pangeran Diponegoro dalam silsilah keluarga memiliki ikatan kekerabatan yang merupakan saudara sepupu. Namun persaudaraan mereka semakin erat saat Kyai Mojo menikahi janda Pangeran Mangkubumi yang merupakan paman Diponegoro. Sehingga setelah itu Kyai Mojo dipanggil dengan sapaan paman oleh Pangeran Diponegoro.
*Perjalanan Dakwah Kyai Mojo*
Ayah Kyai Mojo yang merupakan seorang ulama besar membuat Kyai Mojo memiliki dasar pengetahuan agama. Kyai Mojo melakukan ibadah ke Tanah Suci dan sempat bermukim di Mekkah. Setelah beliau menunaikan ibadah haji, beliau melanjutkan mengelola pesantren di desanya.
Kyai Mojo memiliki cita-cita suatu hari di Tanah Jawa akan dikelola pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam. Hal tersebut dijanjikan oleh Pangeran Diponegoro, sehingga Kyai Mojo dan pengikutnya bersedia bergabung dalam menghadapi Belanda di Perang Jawa.
*Bergabung dengan Diponegoro*
Kyai Mojo bergabung sejak pasukan Diponegoro tiba di Gua Selarong untuk menjalankan siasat perang gerilya melawan Belanda. Beliau juga menjadi wakil Diponegoro dalam perundingan penting dengan Belanda pada 29 Agustus 1827 di Klaten.
Sejak Kyai Mojo bergabung dengan Diponegoro, beliau berhasil merekrut banyak tokoh. Tokoh-tokoh tersebut yaitu 88 orang kiai desa, 11 orang syekh, 18 orang pejabat urusan agama, 15 orang guru ngaji, dan puluhan ulama, serta beberapa orang santri perempuan.
*Perpecahan dengan Diponegoro*
Sekitar tiga tahun berjuang bersama, Kyai Mojo mulai tidak sepaham dengan Pangeran Diponegoro. Kyai Mojo merasa apa yang dilakukan Pangeran Diponegoro menyimpang dari Islam. Kyai Mojo menilai Diponegoro telah mengingkari janji untuk membentuk pemerintahan sesuai dengan ajaran Islam.
Hingga akhirnya Diponegoro menyarankan Kyai Mojo berhenti berperang. Kyai Mojo berunding dengan Belanda agar perang usai, Belanda pun akan memberikan tanah kekuasaan kepada Diponegoro. Kyai Mojo memiliki pemikiran bahwa Diponegoro senang karena ingin memiliki kerajaan sendiri.
Kyai Mojo berangkat kedua kalinya untuk berunding dengan Belanda, namun perundingan ini tidak terjadi. Saat perjalanannya saat berusaha balik, beliau dicegat dan diberikan dua pilihan. Kemudian beliau memutuskan untuk menyerah.
Pada 12 November 1828 Kyai Mojo disergap dan kemudian dibawa ke Salatiga. Dalam penahanannya, beliau meminta agar pengikutnya dibebaskan dan Belanda mengabulkan permintaan tersebut.
Pada 17 November 1828 Kyai Mojo dan orang-orang yang masih bersamanya dikirim ke Batavia dan diasingkan di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Di tanah pembuangan ini Kyai Mojo terus berdakwah hingga wafatnya pada 20 Desember 1849 di usianya ke 57 tahun.
Demikian informasi mengenai biografi Kiai Madja, ulama kepercayaan Pangeran Diponegoro. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Meisya peserta magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(apl/ams)