[15/8 15.13] rudysugengp@gmail.com: PEJUANG WANITA NYAI AGENG SERANG
(Tanah jawa hebat punya panglima perang
Seorang perempuang)
Panglima Perang Diponegoro, Nyi Ageng Serang, Raden Ayu Serang atau Nyai Ageng Serang (1752–1828) , Wafat sebelum perang Jawa Usai di tahun 1828. Salah satu diantara para bangsawan yg mendukung Pangeran Diponegoro.Strategi Brilianya adalah menggunakan Daun Talas yaitu menutupi kepala prajuritnya dengan daun tersebut, jadi dari jauh terlihat seperti kebun. Memimpin sebagai Panglima perang Diponegoro pada usia 73 tahun, Wafat usia 76 Tahun.Pasukanya berperang di daerah Purwodadi, Semarang, Demak, Kudus, Yowono dan Rembang.
Santri harus bangga dan punya peran penting dalam perjuangan negara seperti beliau
Perempuan yang punya karya luar biasa..
[16/8 10.51] rudysugengp@gmail.com: *Keluarga Luruskan Biografi WR Soepratman: Tanggal Lahir hingga Agama*
Kadek Melda Luxiana - detikNews
Rabu, 14 Agu 2024 15:37 WIB
Jakarta - Pihak keluarga meluruskan sejarah serta biografi pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf (WR) Soepratman. Perwakilan pihak keluarga, Indra Hutabarat, mengatakan banyak simpang siur mengenai sejarah dan biografi dari WR Soepratman.
Indra merupakan keluarga WR Soepratman dari garis keturunan Ngadini Soepratini. Ngadini adalah kakak kelima WR Soepratman. Indra mengatakan tanggal lahir WR Soepratman yang benar adalah 9 Maret 1903, bukan 19 Maret 1903.
"Mengenai tanggal lahir, tempat lahir, status agama dan tempat meninggal dan lain-lainnya yang ingin kami sampaikan pada hari ini. Karena selama ini, sampai saat ini, kan banyak berita simpang siur mengenai tempat lahir, tanggal lahir. Tanggal lahir itu banyak yang masih menuliskan tanggal 19 Maret 1903, bahwa yang sebenarnya itu bahwa 9 Maret 1903," kata Indra saat jumpa pers di Jakarta Barat, Rabu (14/8/2024).
Indra menuturkan WR Soepratman lahir di Jatinegara, Jakarta, bukan di Purworejo, Jawa Tengah. Dia menuturkan kakak pertama WR Soepratman bernama Roekiyem Soepratijah, yang menjadi saksi dan melihat langsung saat adiknya lahir.
"Dan tempat lahirnya itu ada di Jakarta, banyak masih yang menuliskan bahwa tempat lahirnya itu bukan di Jakarta, tapi ada yang disebut di Purworejo. Kami bisa menyampaikan bahwa tanggal lahirnya adalah 9 Maret 1903 di Jatinegara pada saat itu. Berdasarkan pengakuan langsung dari Ibu Roekiyem itu adalah kakak kandung pertama dari WR Soepratman yang menyaksikan kelahiran WR Soepratman di Jatinegara," ujarnya.
Status Pernikahan WR Soepratman
WR Soepratman merupakan anak ke-7 dari sembilan bersaudara. Indra menuturkan WR Soepratman juga tidak memiliki keturunan kadung karena tidak menikah.
"Status menikah dinyatakan kalau Ibu Roekiyem menyampaikan kepada kami melalui amanahnya bahwa WR Soepratman itu tidak menikah. Buat kami, itu sudah tidak memiliki keturunan, tidak memiliki cicit (kandung) atau tidak memiliki apa pun," jelasnya.
Agama WR Soepratman
Indra mengungkapkan WR Soepratman merupakan seorang muslim. WR Soepratman meninggal pada 17 Agustus 1938 dan dimakamkan secara Islam.
"Status agama beliau WR Soepratman itu muslim hingga meninggalnya dan dikuburkan secara muslim, karena Ibu Roekiyem pada saat itu turut hadir dan memakamkan adiknya. Kami dari pihak keluarga menyampaikan kalau sudah final, tanggal lahir, tempat lahir, dan tanggal meninggal, bahkan statusnya. Mungkin ke depan tidak ada lagi yang menuliskan selain dari apa yang diberikan kesaksian oleh kakak tertuanya," jelasnya.
Roekiyem memiliki peran penting dalam perjalanan hidup dan karier dari WR Soepratman. Setelah orang tua mereka meninggal pada 1914, WR Soepratman tinggal bersama Roekiyem dan suaminya di Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu WR Soepratman masih berusia 11 tahun dan duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Ayah Indra bernama Anthony C Hutabarat juga membuat karya literasi dalam bentuk buku yang berisi mengenai sejarah dan biografi dari WR Soepratman berjudul 'Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Pencipta Lagu Kebangsaan Republik Indonesia'.
Ibu Indra, yang juga istri dari Anthony bernama Agustiani, menjadi salah satu keluarga yang paling dekat dengan kakak WR Soepratman. Sejak 1970, Agustiani dan suaminya Anthony kerap berkunjung ke kediaman Roekiyem di Jalan Veteran, Jakarta.
Ibu Agustiani merupakan cucu Ngadini Soepratini. Ngadini adalah kakak ke-5 dari WR Soepratman.
Kedekatan keluarga Agustiani dan Anthony membuat Roekiyem memberi amanah kepada keduanya untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup WR Soepratman. Roekiyem meninggal dunia pada 1978.
Penjelasan soal Adanya Nama 'Rudolf'
Kakak Indra bernama Imelda menjelaskan soal adanya 'Rudolf' dalam nama pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya itu. Dia mengatakan nama tersebut diberikan atas kesepakatan Roekiyem Soepratijah dan Van Eldik agar Wage Rudolf (WR) Soepratman dapat bersekolah di sekolah nonpribumi saat itu.
"Karena pada masa itu hanya sekolah tersebut yang mutu pendidikannya dianggap bagus," kata Imelda.
Sementara itu, penasihat hukum keluarga ahli waris Yayasan Wage Rudolf Soepartman, Ali Yusuf, mengatakan pelurusan sejarah dan biografi WR Soepratman oleh keluarga Anthony dan Agustiani sebagai bentuk penghormatan kepada Pahlawan Nasional.
"Apa yang dilakukan Bapak Antony C Hutabarat dan Ibu Augistiani merupakan penghormatan nyata kepada Pahlawan Nasional. Apa yang dilakukan keduanya patut diapresiasi, karena telah menyelamatkan generasi mudah dari informasi yang menyesatkan tentang pribadi Pahlawan Nasional," kata Ali.
"Jika tidak ada tekat kuat dari beliau, maka sejarah dan riwayat hidup Pahlawan Nasional Wage Rudolf Soepartaman sampai sekarang menjadi tidak jelas. Dengan kegigihan menjalankan amanah, beliau berhasil memperbaiki informasi yang salah dan melengkapi informasi yang kurang tentang sejarah hidup Wage Rudolf Soepartman," imbuhnya.
(dek/lir)
[16/8 11.13] rudysugengp@gmail.com: *Sejarah Peristiwa Rengasdengklok di Rumah Djiauw Kie Siong*
Callan Rahmadyvi Triyunanto - detikEdu
Kamis, 15 Agu 2024 08:30 WIB
Daftar Isi
Peristiwa Rengasdengklok
Rumah Rengasdengklok
Dialog di Rumah Djiaw Kie Siong
Arti Penting Rumah Djiauw Kie Siong & Peristiwa Rengasdengklok
Penghargaan untuk Pemilik Rumah Djiauw Kie Siong
Jakarta - Peristiwa Rengasdengkok bisa jadi tak berujung pada proklamasi Indonesia jika tidak dilakukan di rumah Djiauw Kie Siong. Sang pemilik rumah kelak diberi penghargaan atas kontribusinya.
Bagaimana arti penting rumah Djiaw Kie Siong dan seperti apa sejarah Peristiwa Rengasdengkok di sana?
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus segera dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang. Sutan Syahrir, salah satu tokoh pemuda, mencoba mendesak agar Soekarno dan Mohammad Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.
Pada Rabu, 15 Agustus 1945, sekitar pukul 20.00, para pemuda mengadakan pertemuan di belakang Laboratorium Biologi Pegangsaan Timur 17 (sekarang Universitas Indonesia Kampus Salemba, Jakarta). Mereka berusaha mencapai kesepakatan agar Soekarno dan Hatta menyatakan proklamasi, tetapi upaya pemuda dan Sutan Sjahrir belum berhasil.
Sekitar pukul 22.00, Wikana dan Darwis datang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur 56 untuk mendesak proklamasi Kemerdekaan segera diaksanakan. Namun, Soekarno tetap berpendapat bahwa Jepang masih berkuasa secara de facto.
Akibat perbedaan pendapat ini, para pemuda meninggalkan kediaman Soekarno pada pukul 24.00. Kemudian berdasarkan hasil rapat larut malam di Jl Cikini 71 Jakarta, para golongan muda sepakat dengan usulan Djohar Nur untuk segera membawa Soekarno dan Hatta dari rumah mereka.
Chaerul Saleh, yang memimpin rapat, menegaskan keputusan tersebut dengan mengatakan, "Kita harus segera membawa Bung Karno dan Bung Hatta dari tangan Jepang dan melaksanakan proklamasi pada 16 Agustus 1945," seperti dikutip dari Nasionalisme Pemuda oleh Seto Galih Pratomo.
Pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, para pemuda melaksanakan rencana mereka. Singgih meminta Soekarno bergabung dengan mereka.
Soekarno setuju, meminta agar Fatmawati, Guntur (yang saat itu berusia sekitar delapan bulan), serta Hatta ikut serta. Menjelang subuh (sekitar pukul 04.00 WIB) pada 16 Agustus 1945, mereka menuju Rengasdengklok.
Di hari yang sama, seharusnya diadakan pertemuan PPKI di Jakart. Soekarno dan Hatta yang dibawa ke Rengasdenglok praktis tidak hadir. Ahmad Soebardjo segera mencari kedua tokoh tersebut. Setelah bertemu dengan Yusuf Kunto dan Wikana, terjadi kesepakatan. Ahmad Soebardjo diantar ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto.
Museum Sejarah Rengasdengklok di Karawang, Jawa Barat yang merupakan rumah Djiauw Kie Siong. Foto: Pradita Utama
Rumah yang mereka tuju terletak di Dusun Kalijaga, RT 1/RW 04, Nomor 1533, Desa Rengasdengklok Utara, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Rumah di tepi Sungai Citarum itu berdiri diri atas tanah 10 x 30 meter persegi, dengan ata penting, tanpa dinding beranda depan, dinding rumah campuran papan dan bambu, serta lantai ubin rumah yang merah terkelupas dan tak rata, seperti dikutip dari Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia oleh Sam Setyautama dan Suma Mihardja
Rumah Djiauw Kie Siong itu dianggap aman dari pengawasan Jepang. Namun, bukan berarti mereka yang dalam perjalanan ke sana pasti aman dari pantauan Jepang.
Jika ketahuan, Djiauw Kie Siong si pemilik rumah juga berisiko jadi target tentara Jepang. Risiko ini yang diambilnya maupun para pemuda. Harapannya, mereka dapat mengamankan Soekarno dan Hatta untuk memberikan tekanan tanpa menyakiti, sehingga memungkinkan diskusi yang lebih bebas dan menyegerakan proklamasi.
Chaerul saleh, Wikana, Achmad Soebardjo, Sidik Kertapati, dan rekan-rekan membawa Soekarno dan Hatta ke rumah itu. Golongan pemuda berharap Soekarno dan Hatta akan bersedia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945. Namun, Soekarno tetap pada pendiriannya untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan RI.
Ahmad Soebardjo memberikan jaminan kepada para pemuda bahwa proklamasi akan dilaksanakan tanggal 17 Agustus sebelum pukul 12.00. Akhirnya, Shodanco Subeno mewakili para pemuda melepas Soekarno, Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta; menandai berakhirnya Peristiwa Rengasdengklok.
Dialog di Rumah Djiaw Kie Siong
Dalam dialog di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta tetap tidak mau memenuhi tuntutan para pemuda. Mereka tetap berpegang teguh pada rencana dan perhitungan yang telah mereka tetapkan.
Seorang wakil pemuda dengan semangat berapi-api berkata, "Revolusi berada di tangan kami, dan sekarang kami memerintahkan."
"Kalau Soekarno tidak mulai revolusi malam ini, lalu...."
"Lalu apa?" teriak Soekarno, berdiri dari kursinya dengan kemarahan yang menyala-nyala.
Semua yang hadir terkejut, dan suasana menjadi hening. Setelah suasana tenang kembali dan Soekarno duduk, ia melanjutkan dengan suara lebih rendah.
"Angka 17 adalah angka keramat. 17 adalah angka suci. Kita berada di bulan Ramadhan, saat puasa. Ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Hari Jumat itu adalah Jumat Legi, yaitu Jumat yang berbahagia, dan hari Jumat tersebut jatuh pada tanggal 17," ucapnya.
Arti Penting Rumah Djiauw Kie Siong & Peristiwa Rengasdengklok
Dikutip dari makalah Rumah Sejarah Djiauw Kie Siong: Tonggak Sejarah Proklamasi Kemerdekaan, Jurnal Ilmiah Karawang (JIKa) oleh Tyas Nurmaya Dewi dan rekan-rekan, rumah Djiauw Kie Siong kini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 33, Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Rumah ini pertama kali dibangun oleh Djiauw Kie Siong pada tahun 1920. Dalam Peristiwa Rengasdengklok, rumah Djiauw Kie Siong menjadi titik lokasi aksi pengamanan yang dilakukan oleh golongan pemuda.
Rengasdengklok sendiri dipilih karena lokasinya yang strategis: dekat dengan Jakarta, tetapi akses jalannya sulit dijangkau oleh pengawasan Jepang. Awalnya, golongan muda membawa Soekarno dan Hatta ke markas Pembela Tanah Air (PETA) Karawang, tetapi tempat tersebut dianggap tidak aman. Akhirnya, mereka menemukan rumah Djiauw Kie Siong, yang terletak di pinggir sungai dan lebih sulit dijangkau oleh Jepang.
Selanjutnya, golongan tua yang terdiri dari Ahmad Soebardjo, Yusuf Kunto, dan Sudiro menjemput Soekarno dan Hatta dari Rengasdengklok dan kembali ke Jakarta pada tengah malam. Keesokan harinya, pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Penghargaan untuk Pemilik Rumah Djiauw Kie Siong
Djiauw Kie Siong meninggal pada 1964. Foto: Pradita Utama
Djiauw Kie Siong merupakan seorang petani keturunan China di antara dua bersaudara yang juga tergabung dalam tentara PETA. Ia lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, pada 1880 dan wafat pada tahun 1964.
Sekitar tiga tahun sebelum berpulang, Djiauw Kie Siong mendapat tanda penghargaan atas kesempatan keamanan selama peristiwa tersebut dari Panglima Daerah Siliwangi, Ibrahim Adjie pada 23 Agustus 1961. Penghargaan bernomor 03/TP/DK/61 itu bertulis "Rumah ini dipergunakan oleh Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia."
Pada 1961, barang-barang di rumah tersebut yang digunakan Soekarno dan Hatta rumah Djiauw Kie Siong dibawa pemerintah ke Museum Siliwangi, Bandung. Alhasil, meja segi empat untuk berunding, ranjang, dan empat bangku di Peristiwa Rengasdengklok di rumah ini kini adalah replikanya saja.
(twu/twu)
[16/8 11.25] rudysugengp@gmail.com: *Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jam Berapa? Ini Sejarah-Teksnya*
Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Jumat, 16 Agu 2024 08:56 WIB
Ilustrasi momen proklamasi kemerdekaan RI Foto: Istimewa
Daftar Isi
Sejarah Detik-detik Proklamasi Indonesia
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Susunan Upacara Bendera 17 Agustus
Jogja - Momen proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah tonggak sejarah yang tak terlupakan. Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi hari yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia, di mana ikrar kemerdekaan dikumandangkan oleh para pahlawan. Namun, di balik peristiwa monumental ini, terdapat banyak detail menarik yang sering kali luput dari perhatian publik, banyak orang yang masih belum memahami detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia jam berapa?
Waktu pelaksanaan proklamasi menjadi salah satu aspek penting dalam memahami kronologi peristiwa bersejarah ini. Selain itu, mengetahui waktu tersebut juga dapat membantu kita untuk lebih menghargai perjuangan para pahlawan yang telah merebut kemerdekaan.
Ingin tahu detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia jam berapa? Mari simak penjelasan yang dirangkum dari buku Sejarah Indonesia dari Proklamasi sampai Pemilu 2009 oleh A Kardiyat Wiharyanto dan laman resmi Menteri Sekretariat Negara Republik Indonesia berikut ini!
Sejarah Detik-detik Proklamasi Indonesia
Pada pagi hari Jumat, 17 Agustus 1945, fajar mulai menyingsing di Jakarta. Para pemimpin bangsa dan pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda setelah menyusun teks Proklamasi semalaman. Mereka menuju rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Persiapan upacara proklamasi dimulai sekitar pukul 05.00 pagi dengan mempersiapkan mikrofon, pengeras suara, dan tiang bendera.
Menjelang pelaksanaan proklamasi, suasana di depan rumah Soekarno semakin tegang. Soekarno, yang dalam keadaan kurang sehat, dan Mohammad Hatta menyiapkan diri untuk upacara. Proklamasi Kemerdekaan dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 pagi. Masyarakat sudah mulai berkumpul, menunggu dengan penuh harapan.
Ketika waktu mendekati pukul 10.00, Soekarno mengucapkan pidato singkat sebelum membacakan teks Proklamasi. Ia mengungkapkan perjuangan panjang bangsa Indonesia dan menyerukan kemerdekaan. Teks Proklamasi dibacakan dengan suara mantap di hadapan massa dan para undangan.
Setelah pembacaan teks Proklamasi, bendera Merah Putih dinaikkan. Latief Hendraningrat dan Suhud bertugas mengibarkan bendera, sementara hadirin spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara berlangsung sederhana namun penuh khidmat.
Proklamasi yang dibacakan pada pukul 10.00 pagi itu menandai lahirnya Republik Indonesia. Meski sederhana, peristiwa ini mengubah sejarah bangsa dan menjadi simbol kemerdekaan yang abadi. Semangat kemerdekaan terus disebarluaskan ke seluruh penjuru negeri dan dunia.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Dikutip dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, berikut ini adalah teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Ir Soekarno pada 17 Agustus 1945:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta , 17 Agustus 1945.
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Susunan Upacara Bendera 17 Agustus
Sesuai dengan Pedoman Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2024 yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, berikut ini adalah susunan upacara bendera 17 Agustus yang disarankan.
1. Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara
2. Pembina upacara tiba di tempat upacara
3. Penghormatan kepada pembina upacara
4. Laporan pemimpin upacara
5. Pengibaran bendera Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh korsik/paduan suara
6. Mengheningkan cipta dipimpin oleh pembina upacara
7. Pembacaan naskah Pancasila diikuti oleh seluruh peserta upacara
8. Pembacaan naskah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
9. Pembacaan Keputusan Presiden RI tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya dan pemberian piagam kepada penerima Satyalancana Karya Satya (jika ada)
10. Amanat pembina upacara
11. Pembacaan doa (Sebelum pembacaan doa, diharapkan agar petugas pembaca doa menjelaskan bahwa doa upacara dibacakan secara agama Islam, dan mempersilakan kepada peserta upacara yang tidak beragama Islam untuk berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.)
12. Laporan pemimpin upacara
13. Penghormatan kepada pembina upacara
14. Pembina upacara meninggalkan mimbar upacara
15. Upacara selesai, barisan dibubarkan.
(par/cln)
[16/8 15.03] rudysugengp@gmail.com: *10 Pahlawan Kemerdekaan RI yang Tak Banyak Diketahui, Tapi Berjasa Besar untuk Negara!*
Natasha Riyandani | Beautynesia
Jumat, 16 Aug 2024 08:00 WIB
Seperti yang kita ketahui, kemerdekaan Indonesia tidak diperoleh secara mudah. Namun, dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan luar biasa para tokoh bangsa yang pada akhirnya berhasil mengusir para penjajah dari Indonesia.
Di bulan Agustus ini, setiap tanggal 17 Agustus, masyarakat Indonesia kembali memperingati Hari Kemerdekaan RI. Namun dibalik peringatan tahunan ini, ada beberapa pahlawan Indonesia yang sangat berjasa untuk negeri ini, namun namanya kurang dikenal.
Lantas, siapa sajakah pahlawan Kemerdekaan Indonesia yang tak banyak diketahui tersebut? Biar nggak penasaran, simak informasi lengkapnya di bawah ini. Simak!
1. Tan Malaka
Tan Malaka merupakan seorang guru lulusan Belanda yang mendedikasikan dirinya untuk mendidik anak-anak di Semarang. Tujuannya untuk mencerdaskan rakyat Indonesia ternyata tidak disukai oleh Belanda. Karena hal tersebut, ia pun diasingkan oleh Belanda pada tahun 1922.
Saat diasingkan, Tan Malaka tidak berhenti berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Namun, pada tahun 1949, akibat perpecahan yang terjadi antara sesama pejuang kemerdekaan setelah Indonesia merdeka, Tan Malaka ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Militer Divisi 1 Jawa Timur.
Pada 1963, Tan Malaka secara resmi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional.
2. Malahayati
Perempuan hebat dan pemberani ini merupakan cucu dari putra pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu Sultan Ibrahim Ali Mughyat Syah. Pada tahun 1585-1604, Malahayati menjadi Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Setelahnya, pada tahun 1599, Malahayati memimpin sebanyak 2000 pasukan Inong Balee (janda-janda yang ditinggal mati suaminya) untuk berperang melawan Belanda. Ia juga membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.
Berkat keberaniannya, Malahayati mendapat gelar Laksamana. Selain itu, atas jasa-jasanya tersebut, pada tahun 2017 lalu, Presiden Joko Widodo menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional untuk dirinya.
3. Nyi Ageng Serang
Beauties pastinya sudah tak asing dengan Ki Hadjar Dewantara, pahlawan pendidikan Indonesia. Namun, bukan hanya dirinya saja yang berjasa untuk negeri ini, melainkan ada pula sosok neneknya, Nyi Ageng Serang yang turut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Di usianya yang sudah tidak lagi muda, Nyi Ageng Serang ternyata ikut berperang melawan Belanda, bersama dengan Pangeran Diponegoro.
Selain membantu peperangan, ia juga menjadi penasihat perang. Berkat jasanya tersebut, pemerintah Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional untuk dirinya.
4. Sam Ratulangi
Memiliki nama lengkap Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau yang dikenal dengan Sam Ratulangi merupakan Gubernur pertama Sulawesi.
Ia merupakan lulusan Universitas Zurich, Swiss yang berhasil menjabat sebagai guru di masanya. Sebagai seorang guru, Sam berjuang dengan keras untuk menaikkan taraf kehidupan masyarakat Minahasa.
Salah satu jasa besarnya adalah menghapus kerja paksa (rodi) dan mendirikan yayasan dana belajar. Selain memperjuangkan kesetaraan hidup masyarakat, ia juga aktif melawan penjajahan Belanda dan Jepang pada masanya.
Demi mempertahankan Republik Indonesia, Sam Ratulangi membentuk Pusat Keselamatan Rakyat untuk memperjuangkan kemerdekaan.
5. Silas Papare
Jarang diketahui jasa besarnya untuk negeri ini, Silas Papare merupakan sosok pahlawan yang berhasil menyatukan Irian Jaya ke dalam wialayah Indonesia.
Selama perjuangannya, ia seringkali di penjara karena terus memberontak kepada Belanda. Saat di penjara, Silas bertemu dengan Sam Ratulangi yang juga sedang diasingkan oleh pihak Belanda.
Silas Papare juga dikenal sangat aktif dalam Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB). Bahkan, ia berani meminta Presiden Soekarno menjadi delegasi Indonesia di New York Agreement yang mengakhiri konflik antara Belanda dengan Indonesia perihal India Barat.
Berkat jasanya itu, namanya diabadikan pada salah satu Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL KRI Silas Papare dengan nomor lambung 286.
6. Frans Kaisiepo
Beauties merasa asing dengan sosok Frans Kaisiepo? Duh, seharusnya udah nggak lagi, ya, karena ilustrasi wajahnya kini di kenang dalam lembaran uang sepuluh ribu rupiah, lho!
Yup, Frans Kaisiepo merupakan salah satu pahlawan yang berjuang mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia.
Berawal dari mengikuti kursus Pamong Praja di Jayapura, Frans diajar dan dilatih oleh Soegoro Atmoprasodjo, yang merupakan mantan guru Taman Siswa. Sejak pertemuan itu, jiwa kebangsaan pria kelahiran Biak, Papua ini semakin tumbuh dan kian bersemangat untuk memperjuangkan persatuan wilayah Irian ke dalam NKRI.
Setelah berhasil melawan penjajah, Frans Kaisiepo menjabat sebagai Gubernur di Irian Barat hingga tahun 1973.
7. Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis yang lahir di Minahasa Utara ini termasuk salah satu pahlawan emansipasi wanita. Maria dianggap sebagai sosok pendobrak adat dan pejuang wanita di dunia politik dan pendidikan.
Ia berjasa dalam pengembangan keadaan perempuan di awal abad ke-20. Bersama temannya, Maria pernah mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunanannya).
Berkat jasanya dalam memajukan kaum perempuan, khususnya di Minahasa, Pemerintah Indonesia menganugerahi Maria Walanda Maramis gelar Pahlawan Pergerakan Nasional.
8. Ki Bagus Hadikoesoemo
Ki Bagus Hadikoesoemo merupakan tokoh keagamaan Muhammadiyah yang aktif dalam berbagai organisasi. Berkat keaktifannya itu, ia memiliki banyak pengetahuan berorganisasi dan keagamaan yang sangat baik.
Berkat ilmu yang dimilikinya itu, ia akhirnya diangkat sebagai wakit ketua PP Muhammadiyah menggantikan Mas Mansoer.
9. Johannes Leimena
Pada 1951, Johannes Leimena merupakan seorang dokter yang mendirikan Bandung Plan. Kemudian, pada tahun 1954, ditingkatkan menjadi Leimana Plan. Karyanya inilah yang menjadi cikal bakal PUSKESMAS.
Leimena juga termasuk salah satu tokoh yang mempersiapkan Kongres Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, perhatiannya terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia semakin berkembang.
Selain itu, Leimena menjadi Menteri Kesehatan terlama sepanjang 21 tahun dalam 18 kabinet yang berbeda. Atas jasanya tersebut, Dr. Johannes Leimena mendapat gelar Pahlawan Nasional.
10. Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu merupakan salah satu pahlawan perempuan yang ikut mengangkat bambu runcing dan terlibat dalam perang Indonesia. Ia diketahui terlibat dalam perang Pattimura yang berlangsung pada tahun 1817.
Perempuan yang lahir di Nusa Laut, Maluku ini memang dikenal sebagai gadis yang pemberani, tangguh, dan berani mengambil risiko besar. Berkat keberanian dan perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia, masyarakat Ambon membuat monumen sebagai simbol penghargaan untuk Martha.
***
[17/8 01.24] rudysugengp@gmail.com: *Nasib Laksamana Maeda Usai Rumahnya Jadi Markas Perumusan Teks Proklamasi*
Nikita Rosa - detikEdu
Jumat, 16 Agu 2024 21:00 WIB
Jakarta - Nama Laksamana Maeda tentu tak asing dalam sejarah Indonesia. Sosoknya berperan penting dalam kemerdekaan bangsa ini, meski dengan segala risiko yang ia hadapi setelahnya.
Maeda merupakan Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Selama menjabat, ia mendapat fasilitas sebagai seorang pejabat tinggi kekaisaran Jepang, salah satunya rumah dinas di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Meski merupakan tentara Jepang, Laksamana Maeda rela meminjamkan rumahnya sebagai 'markas' perumusan naskah kemerdekaan Indonesia. Pada 16 Agustus, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi. Maeda lalu mempersilakan Sukarno, Muhammad Hatta, dan Achmad Soebardjo menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindak lanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menginap di Hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
"Sebagai Perwira Angkatan Laut Jepang tentu tidak diizinkan karena titah Kaisar Hirohito, Indonesia tidak bisa merdeka. Namun secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi," jelas Jaka Perbawa selaku Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi kepada wartawan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Berkat izin dari Maeda, rumahnya menjadi tempat bagi para pejuang dalam merumuskan naskah proklamasi. Genap 6 jam waktu bergulir, naskah proklamasi siap dikumandangkan pada Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.
*Nasib Maeda Usai Izinkan Rumahnya Jadi Tempat Penyusunan Teks Proklamasi*
Nasib Maeda tidak berjalan mulus. Setelah berita kemerdekaan Indonesia, Maeda menjadi incaran para tentara sekutu.
"Beliau diincar oleh tentara sekutu, diinterogasi oleh tentara Inggris karena menjadi penyebab lahirnya bangsa Indonesia," tutur Jaka.
Setelah pulang ke Jepang, Maeda masih belum bisa menghirup nafas lega. Ia dipanggil menghadap Mahkamah Militer Jepang.
"Hingga akhirnya mundur dari Angkatan Laut menjadi warga biasa," jelasnya.
*Dapat Gelar Setara Pahlawan Nasional dari Indonesia*
Meski sempat menjadi incaran hingga disidang negaranya sendiri, Maeda mendapat apresiasi tinggi dari Indonesia. Pada tahun 1974, Maeda diundang oleh pemerintah RI untuk menerima Bintang Nararya. Penghargaan tersebut merupakan penghargaan yang setara dengan pahlawan nasional.
"Karena Maeda orang Jepang tentu tidak bisa menjadi pahlawan. Tapi sebagai warga kehormatan Indonesia untuk menyiapkan rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi," ujar Jaka.
Laksamana Maeda menutup usia pada 1977. Rumahnya kemudian diresmikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi pada 24 November 1992.
(nir/nwk)
[17/8 15.53] rudysugengp@gmail.com: *Selama Ini Salah, Indonesia Tidak Dijajah 350 Tahun oleh Belanda*
MFakhriansyah, CNBC Indonesia
17 August 2024 08:30
Jakarta, CNBC Indonesia - Selama ini kita dipaksa mempercayai narasi Indonesia dijajah 3,5 abad atau 350 tahun oleh Belanda. Pemaksaan ini kemudian menghasilkan memori bawah sadar masyarakat Indonesia kalau benar Indonesia dijajah selama itu oleh negeri kincir angin.
Beruntung pada 1968 ada seorang ahli hukum bernama Gertrudes Johannes Resink yang sukses mematahkan mitos tersebut. Resink memaparkannya dalam karya Indonesia's History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (1968). Hasilnya menyimpulkan bahwa Indonesia tidak dijajah 350 tahun oleh Belanda.
Bagaimana bisa?
Selama ini narasi 350 tahun penjajahan diperoleh dari awal mula kedatangan orang Belanda pertama kali ke Indonesia pada 1596 sampai kemerdekaan tahun 1945.
Namun, hal yang harus dicermati: apakah kedatangan orang Belanda pertama kali bertujuan untuk menjajah? Sejarah mencatat mereka datang untuk berdagang, sekalipun dari perdagangan proses kolonialisme tercipta.
Lalu: jika terjadi penjajahan, apa iya pemerintah kolonial Belanda menguasai wilayah Indonesia dalam satu waktu bersamaan? Tentu tidak. Pemerintah kolonial Belanda sendiri baru terbentuk pada 1800, setelah VOC bangkrut.
Kedua pertanyaan itu lantas mendorong Resink melakukan riset.
Dia membedah dokumen-dokumen hukum dan surat perjanjian milik kerajaan-kerajaan. Selama proses pembedahan, dia mengetahui banyak kerajaan dan negara di Indonesia yang belum pernah ditaklukkan Belanda sampai tahun 1900-an.
Pada abad ke-17, misalnya, kerajaan-kerajaan lokal bisa menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa lain tanpa diatur oleh pemerintahan VOC. Lalu, sepanjang 1900-an, masih banyak kerajaan lokal yang belum dijajah Belanda. Seperti, Aceh yang baru dikalahkan pada 1903, Bone pada 1905 dan Klungkung, Bali, pada 1908.
Dari sini, Resink mengambil kesimpulan: Tidak ada satupun wilayah Indonesia yang benar-benar dijajah selama 350 tahun. Jika menarik garis dari pendudukan di Klungkung, Bali, pada 1908 saja, maka Belanda baru menjajah Indonesia 37 tahun.
Kendati kekeliruan terjadi, Belanda tetap saja ngotot menjajah Indonesia selama 350 tahun. Sikap ini sebetulnya ditunjukkan untuk gagah-gagahan.
Pada 1936, misalnya, Gubernur Jenderal de Jonge dengan bangga menyebut sudah menjajah Indonesia selama 300 tahun supaya orang tahu betapa kuatnya Belanda. Padahal, Belanda saja baru bisa menguasai seluruh wilayah pada tahun 1900-an.
Berkat jasanya mematahkan mitos penjajahan, Resink sangat dihormati di Indonesia. Dia pun diberi kewarganegaraan Indonesia oleh Soekarno pada 1950. Sayangnya, sekalipun sudah ada yang mematahkan mitos tersebut, banyak orang terlanjur percaya Indonesia dijajah 350 tahun oleh Belanda.
(mfa/mfa)