Desember 2023 berkunjung lagi dan naik perahu 25 ribu untuk Dewasa. Anak-anak 15 K.
Pengunjung dapat menikmati Gazebo mulai pukul 8.00 s.d 15.30 kemudian tiap setengah jam ada perahu.
Jadi perahu 25 K untuk PP.
Disarankan untuk membeli air minum dan makanan sebelum naik perahu.
Meski ada kera, tapi disarankan untuk memberi makan pada hewan.
Juga dilarang buang sampah di pantai.
Satu lagi, DILARANG FOTO BERGEROMBOL dalam satu titik di atas jalan yang terbuat dari bambu.
Ada toilet dan Musholla, tapi airnya asin. Beberapa kali berkunjung ke tempat ini mulai 2010 hingga Juni 2023 mengalami pasang surut. Sebelum Pandemi yaitu 2019 di bawahnya, tempat ini ramai dikunjungi oleh siswa, guru, dan masyarakat untuk wisata dengan jalan kaki ke Gazebo atau naik perahu. Gazebo banyak dibangun oleh BUMN, Swasta, Pemerintah diberbagai tempat dari tempat Pemberhentian/Parkir hingga di bibir pantai. Kegiatan masyarakat tidak hanya sekedar wisata tapi di edukasi. Tahun 2020 (16 Maret) hingga pertengahan 2022, kondisi sudah mulai rapuh baik sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk mengembalikan tempat ini seperti sebelumnya menemukan kendala yang cukup serius. Redanya Covid 19 hingga akhir 2022 masih belum mampu untuk mengembalikan tempat ini sebagai destinasi wisata. Mulai Januari 2023 hingga Juni 2023, Dermaga Perahu mulai dihidupkan.
Semoga kejayaan Mangrove Wonorejo Surabaya kembali normal dan segera ada yang peduli lagi sebagai konservasi alam dan edukasi bagi siswa dan masyarakat.
Tahun 2011
Wisata Magrove Wonorejo sesampai di Lokasi kita dapat menggunakan dua jalur yaitu Jalan darat dan Jalan air. Untuk Jalan Air kita menggunakan jasa Perahu dengan membayar karcis. Sesampai di titik tertentu diturunkan dan kiat bebas berjalan-jalan di Gazebu yang banyak dibangun oleh beberapa Komunitas. Hewan yang sering muncul adalah kera dan bangau putih. Setelah selesai dan puas dengan menikmati hamparan laut lepas maka kita dapat kembali dengan Perahu yang berbeda yang kebetulan bersandar di titik tertentu. Antara pejalan kaki dan naik perahu beda tujuan.
*Ekowisata Kawal Kawasan Bakau*
Kompas.com, 11 Juni 2011, 15:26 WIB
Penulis: Agnes Swetta Br. Pandia
Editor: I Made Asdhiana
KOMPAS.com — HAMPIR setiap hari ada saja pengunjung yang ingin melihat langsung kondisi kawasan hutan bakau di Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur. Pada akhir pekan, jumlahnya pun bisa meningkat menjadi 100 orang.
Kawasan konservasi hutan mangrove seluas 800 hektar itu sejak tahun 2008 tidak hanya gencar ditanami bakau oleh berbagai organisasi, perusahaan, dan masyarakat, tetapi wilayah itu juga menjadi tempat wisata sambil belajar tentang lingkungan.
”Pengunjung tidak sekadar menanam bakau, tapi bisa tahu burung atau hewan apa saja yang masih hidup di kawasan ini,” kata penggagas Ekowisata Mangrove Wonorejo, Joko Suwondo (67).
Sebelum tahun 2008, kawasan ini menjadi tempat pembalakan sehingga hutan bakau nyaris punah. Aktivitas pembalakan kini melanda hutan mangrove di Kali Saridamen, Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. Sekitar 100.000 pohon bakau di areal seluas 10.000 hektar di Mulyorejo ditebang secara ilegal.
”Wonorejo harus bebas dari pembalakan, apalagi sekarang bakau mulai tumbuh,” kata Camat Rungkut Ridwan. Di kawasan pantai timur Surabaya terdapat hutan bakau seluas 1.180 hektar, 40 persen di antaranya (472 hektar) rusak.
Saat ini di Wonorejo sudah dibangun dua gazebo untuk pengunjung yang hendak menikmati suasana laut dan hutan bakau. Di dalam hutan juga disiapkan jembatan bambu untuk memudahkan pengunjung berkeliling di kawasan itu.
Dinas Pertanian Kota Surabaya juga telah membuat papan jembatan kayu atau lintasan joging sepanjang 500 meter. Walau baru dibangun Desember 2010, saat ini kondisi jembatan itu sudah rusak, papan jebol, paku hilang, dan beton ambles, dan kini tengah diperbaiki. Keberadaan jembatan kayu pun menuai protes dari warga setempat dan aktivis lingkungan karena dinilai merusak lingkungan.
Dalam pertemuan dengan berbagai elemen pencinta lingkungan di Ekowisata Mangrove Wonorejo, Selasa (17/5/2011), pengelola mendapat banyak masukan. Sarannya, antara lain, agar di setiap pohon dipasang label tentang jenis bakau serta fungsinya. Selain itu, perlu ada penjelasan di dermaga tentang hewan serta jenis burung yang masih ada di kawasan tersebut.
*Swadaya*
Menurut Joemadi, pengurus kawasan wisata tersebut, pengelolaan lokasi masih mengandalkan swadaya warga Wonorejo. Memang ada sumbangan dari beberapa perusahaan, termasuk Pemerintah Kota Surabaya, seperti pembelian perahu dan pembuatan gazebo. Namun, pemeliharaan seluruh fasilitas menjadi tanggung jawab pengelola.
Salah satu cara mengurangi beban biaya itu adalah dengan memberlakukan tiket masuk ke kawasan wisata sebesar Rp 25.000 bagi orang dewasa dan Rp 15.000 untuk anak kecil. Tiket sudah termasuk ongkos pergi-pulang dari dermaga ke gazebo dengan lama perjalanan sekitar 15 menit.
Semua sarana itu untuk menarik minat pengunjung datang ke kawasan tersebut. ”Jika banyak kegiatan di kawasan hutan mangrove, keinginan pihak yang hendak melakukan pembalakan pasti mudah terpantau,” katanya.
Saat ini, yang ikut mengawasi kawasan tidak hanya pengunjung, tetapi juga warga yang mencari kepiting dan udang di sekitar wilayah Wonorejo. Nelayan dari sejumlah daerah juga sering melintas di kawasan hutan bakau menuju laut lepas.
Menurut Daru (34), pencinta lingkungan di Surabaya, dibandingkan dengan 15 tahun lalu, ukuran pohon bakau kini lebih kecil. Melihat kondisinya, pohon-pohon itu umumnya masih berumur 5-10 tahun, namun lingkungannya cocok untuk tempat belajar sambil berwisata.
Jadi, kata ibu dari tiga putri ini, untuk menarik minat pengunjung ke kawasan hutan mangrove, pengelola harus melibatkan warga yang mencari kepiting dan udang serta nelayan. Dengan cara ini, pelajar yang datang ke kawasan itu bisa diajari cara menangkap kepiting dan udang sehingga kegiatannya tidak sekadar wisata.
Misi menjadikan ekowisata di kawasan hutan bakau bisa tercapai karena sejak dini anak-anak sudah tahu bagaimana menanam bakau yang berfungsi untuk menjaga kelestarian alam, terutama untuk menghadang abrasi.
Sarana berwisata sambil belajar di kawasan mangrove itu sudah memadai, hanya perlu dilengkapi pemandu yang andal. Keberadaan pemandu wisata yang paham tentang seluk-beluk hutan bakau beserta isinya sangat penting. Wisatawan bisa mendapat penjelasan selama perjalanan dari dermaga ke gazebo. Kawasan hutan juga perlu dibersihkan dari sampah yang sangat mengganggu pemandangan, terutama ketika air laut surut. Pengelola harus mempersiapkan tempat sampah di beberapa lokasi strategis agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.
”Persoalan yang belum ada solusi menyangkut sampah yang terbawa arus air dari segala penjuru, tapi kami terus upayakan agar kawasan lebih bersih dari sampah,” kata Joko yang gencar mengampanyekan kepada pengunjung agar tidak membuang sampah di sembarang tempat. Hutan mangrove Wonorejo kini tak pernah sepi dari berbagai kegiatan pelestarian lingkungan. (Agnes Swetta Pandia)
*Ekowisata Mangrove Wonorejo: Warisan Alam yang Tersembunyi di Balik Padatnya Kota Surabaya*
2 Juli 2021 21:20 Diperbarui: 2 Juli 2021 21:20 869 0 0
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.P
Siapa sangka di tengah padat dan panasnya Kota Surabaya terdapat hutan mangrove yang berperan penting sebagai paru-paru dunia, habitat flora dan fauna, pengendali bencana, sekaligus menjadi tempat wisata. Diantara banyaknya hutan mangrove yang ada di Indonesia, salah satu yang menarik adalah Ekowisata Mangrove Wonorejo yang beralamatkan di Jl. Wonorejo Timur No.1, Wonorejo, Kec. Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum dibuka untuk umum, Ekowisata Mangrove Wonorejo merupakan wilayah hutan bakau dengan luas 500 hektar. Bakau-bakau liar tak terawat tumbuh subur di bagian pesisir timur Wonorejo ini. Pohon-pohon bakau yang ada sempat ditebang oleh sekelompok warga karena dirasa tidak ada manfaatnya.
Setelah terjadi aksi penebangan, kemudian muncullah aksi-aksi nyata dari pegiat-pegiat lingkungan di Surabaya. Bakau-bakau liar mulai ditata rapi seseuai dengan zona-zona bakau di perairan. Setelah itu, pada tahun 2007 Mangrove Wonorejo disahkan menjadi kawasan konservasi oleh pemerintah kota Surabaya. Dan barulah kemudian pada tahun 2008, Mangrove Wonorejo pertama kali dibuka untuk umum sebagai wisata rekreasi dan edukasi.
Saat ini, Mangrove Wonorejo memiliki luas 200 hektar, yang didalamnya ditanami beraneka ragam pohon bakau seperti Akar Tanjang (Rhizophora), Api-Api (Avicennia Alba), Pidada Merah (Sonneratia Caseolaris), dan masih banyak lagi. Pohon-pohon bakau ini tumbuh subur, sehingga menjadikan kawasan wisata terlihat hijau dan membuat udara terasa sejuk.
Untuk jam operasionalnya sendiri, Ekowisata Mangrove Wonorejo dibuka mulai pukul 08.00 hingga 15.00 WIB, baik saat weekdays maupun weekend. Harga tiket yang dipatok juga tergolong murah, yakni Rp. 25.000,- untuk orang dewasa dan Rp. 15.000,- untuk anak-anak.
Saat berkunjung, kita akan disuguhkan dengan pemandangan alam berupa hijaunya hutan mangrove dan birunya langit. Selain itu, kita juga dapat merasakan sensasi serunya naik kapal menyusuri sungai. Kapal ini menjadi perantara penting, karena kita bisa sampai ke kawasan hutan mangrove apabila menggunakan kapal. Mustahil untuk berjalan kaki atau menggunakan kendaraan lain, karena ada sungai besar yang memisahkan antara area loket (yang juga menjadi pintu masuk dan pintu keluar) dan area wisata (hutan mangrove).
Di atas kapal, angin sepoi-sepoi siap menyambut dan membuat kita merasa terobati setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Pohon-pohon bakau di sepanjang aliran sungai juga seakan ikut menari-nari mengikuti hembusan angin yang kencang.
Burung-burung cantik yang senantiasa terbang di sekitaran kapal membuat indahnya pemandangan menjadi semakin komplit. Sehingga belum lengkap rasanya apabila kita tidak mengambil foto saat berada di kapal.
Setelah melewati sungai dengan jarak 5 km selama 15 menit, kita akan diturunkan di dermaga yang terbuat dari bambu. Untuk selanjutnya, kita bisa melakukan perjalanan dengan berjalan kaki di sepanjang jembatan yang juga terbuat dari bambu dengan diiringi rindangnya pohon-pohon bakau yang ada. Jika beruntung, kita bisa bertemu dengan spesies hewan langka yang ada di hutan ini, seperti monyet ekor panjang, bajing kelapa, burung cangak merah, dan hewan-hewan khas hutan bakau yang lain.
Selama berjalan-jalan di atas jembatan, kita bisa melihat berbagai jenis pohon bakau dan luasnya lautan lepas. Keindahan pemandangan alam yang ada sangat cocok untuk dijadikan sebagai latar belakang untuk kita berfoto-foto ria. Tak hanya itu, di sekitaran lokasi juga tersedia spot-spot foto yang bagus dan beraneka ragam bentuknya.
Di sepanjang perjalanan juga tersedia gazebo-gazebo yang dibangun di pinggir pantai yang bisa kita singgahi untuk beristirahat ataupun untuk menyantap makan siang. Gazebo-gazebo yang ada ini cukup luas, sehingga cukup untuk menampung orang banyak. Saat sudah merasa puas berjalan-jalan, kita bisa kembali ke dermaga untuk menunggu penjemputan kapal, sehingga kita bisa kembali ke area loket untuk pulang.
Namun, belum lengkap rasanya apabila kita pulang tanpa membawa buah tangan berupa olahan khas tanaman bakau yang ada di mangrove wonorejo, salah satunya adalah sirup mangrove yang bisa kita beli di area loket. Sirup yang terbuat dari buah pohon mangrove berjenis Bogem (Sonneratia Casseolaris) ini memiliki manfaat untuk mengobati panas dalam, sariawan, mencegah flu, dan menjaga kestabilan tubuh.
Meski rasanya agak aneh bagi sebagian orang, tetapi sirup ini tetap banyak diburu masyarakat karena khasiatnya yang luar biasa. Sirup dengan nama produk “Sirup Bogem” ini dijual dengan harga Rp. 25.000,- / botol. Distribusi penjualannya pun dapat dipertanggungjawabkan, karena telah mendapatkan hak paten dari Departemen Hukum dan HAM RI, PIRT dari Departemen Kesehatan dan sertfikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dari apa yang saya dan kelompok saya amati langsung di lokasi dan setelah melakukan wawancara dengan Pak Devid, selaku salah satu pengurus di sana, kami dapat mengambil kesimpulan, bahwa kebanyakan pengunjung yang datang ke Ekowisata Mangrove Wonorejo ini adalah dari kalangan remaja (pelajar) dan orang dewasa (yang sudah memiliki anak). Kalangan pelajar biasanya datang dari rombongan sekolah untuk melakukan wisata edukasi (study tour).
Kegiatan yang biasa dilakukan para pelajar di kawasan ini adalah mempelajari lebih dalam tentang hutan mangrove, serta melakukan penanaman bibit bakau bersama-sama sebagai bentuk cinta terhadap alam. Bibit bakau ini bisa diperoleh dengan merogoh kocek sebesar Rp. 5.000,- saja. Sedangkan, pengunjung dari kalangan orang dewasa, kebanyakan datang untuk sekedar liburan ataupun berjalan-jalan bersama keluaraga.
Jumlah pengunjung yang datang ke kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo bisa mencapai 1.000 orang per harinya. Namun, setelah pandemi COVID-19, jumlah pengunjung menurun drastis hingga 85%. Dari yang awalnya 1.000 orang menjadi 150 orang saja per harinya. Karena pandemi COVID-19 juga, kawasan wisata ini sempat ditutup sementara selama 3 bulan.
Dalam masa pandemi seperti saat ini, Ekowisata Mangrove Wonorejo telah menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan yang dianjurkan pemerintah. Protokol kesehatan yang diterapkan juga sudah berbasis CHSE, namun belum mendapatkan sertifikasi.
Penting bagi kita untuk selalu mematuhi protokol kesehatan dengan cara selalu memakai masker dan handsanitizer, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta memastikan bahwa diri kita dalam keadaan sehat. Alangkah baiknya jika kita juga menyiapkan starter pack barang-barang yang perlu dibawa saat kita akan berwisata ke tempat terbuka seperti Mangrove Wonorejo, misalnya sunscreen.
Pemakaian sunscreen ini sangat penting, mengingat kawasan wisata ini dibalut oleh teriknya matahari yang dapat membuat kulit kita terbakar (sunburn). Selain menyiapkan sunscreen, kita juga bisa menyiapkan jenis pakaian yang akan kita pakai untuk berkunjung ke sana. Karena cuacanya yang panas, kita bisa memilih pakaian yang simple dengan tipe kain yang bagus dalam menyerap keringat, salah satunya adalah katun. Untuk alas kaki, kita bisa memilih antara menggunakan sepatu ataupun sendal. Lalu yang terakhir, ada makanan dan minuman yang juga tidak boleh ketinggalan dibawa saat pergi ke sana. Kita bisa membawanya dari rumah ataupun membelinya langsung di sekitaran lokasi.
Berkunjung ke kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo tentunya akan sangat menyenangkan dan menenangkan, mengingat pemandangan alam yang disuguhkan begitu cantik, seolah-olah menjadi harta karun di tengah padatnya perkotaan. Selain itu, harga tiket masuk yang tidak menguras kantong menjadi salah satu alasan yang tidak bisa kita tolak untuk tidak meluangkan waktu berkunjung ke sana bersama keluarga, teman, sahabat, atau bahkan bersama pacar.
Reni Dwi Astuti
Traveling - Parenting - Lifestyle
Home
▼
04 April 2016
EKOWISATA MANGROVE WONOREJO SURABAYA
Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya diresmikan pada bulan April 2011. Tapi kami baru kesana bulan Maret yang lalu. Itu pun secara tidak direncanakan. Begitulah terkadang hal yang tidak direncanakan malah terealisasi duluan. Padahal keinginan untuk kesana sudah lama juga sih, tapi belum kesampaian-kesampaian juga, dan baru kali ini bisa terwujud. Ceritanya, setelah mengikuti sholat kusuf di Masjid Al Akbar Surabaya kami sarapan dulu di Soto Ayam Lamongan Cak Har langganan kami di Jalan DR. Ir. H. Soekarno (MERR). Setelah sarapan rencananya mau pergi ke Taman Prestasi dan naik perahu. Kayla dan Athiyah pernah kami janjikan untuk naik perahu disana. Tapi kemudian rencana itu berubah ketika ingat bahwa kami pernah mengagendakan untuk berkunjung ke hutan mangrove di Wonorejo. Bertepatan setelah itu ditelpon oleh teman kami dan diminta mampir ke rumahnya di daerah Wonoayu Rungkut. Setelah selesai sarapan kami pun meluncur menuju rumah teman kami dan dilanjutkan ke Ekowisata Mangrove Wonorejo. Teman kami pun turut bersama kami pergi ke hutan Mangrove. Karena mereka sekeluarga sudah pernah kesana maka kami pun tidak kesulitan menemukan lokasinya. Tak lupa kami membawa perbekalan berupa buah rambutan, semangka dan air mineral. Susu Athiyah juga tidak boleh ketinggalan, bisa berabe acara disana bila point satu itu tertinggal.
Setibanya di lokasi kami langsung menuju ke pintu masuk yang dilengkapi dengan pendopo dengan kursi-kursi panjang yang memungkinkan kita untuk beristirahat sejenak sembari berkaraoke ria. Saat kami datang ada juga orang yang sedang menyanyi (karaokean), disediakan juga semacam panggung kecil. Setelah membayar tiket masuk yang sudah termasuk sewa kapal, untuk dewasa Rp 25 ribu dan anak-anak di atas lima tahun Rp 15 ribu, kami pun bergegas menuju ke dermaga dimana kapal yang akan membawa kita menuju hutan bakau bersandar.
menunggu di dermaga
Melihat tempat duduk di dalam kapal yang sudah siap berangkat sudah penuh, kami sempat berpikir untuk naik kapal berikutnya. Tapi karena khawatir juga waktunya semakin sore maka kami pun ikut naik kapal itu dan duduk rame-rame di dek belakang kapal. Kapal ini muat untuk 30-35 penumpang dan dilengkapi dengan beberapa pelampung yang ada di bawah atap kapal.
duduk di dek belakang kapal
narsis dulu sebelum kapal berangkat
Semua penumpang tampak senang menikmati sensasi perjalanan kapal menyusuri sungai sepanjang 5 kilometer dengan kedalaman air sekitar 5 meter ini. Kita pun akan menemui beberapa hewan yang sering nampak yaitu burung-burung dan kera. Kayla dan Athiyah pun nampak excited. Bagi Athiyah ini adalah pengalaman pertamanya naik kapal. Tidak ada raut wajah cemas atau takut, senang dan tertawa-tawa malah.
Oh ya selain naik kapal ada dua pilihan transportasi lain yaitu speedboat yang berkapasitas 6 orang, namun kita harus merogoh kocek agak dalam lagi karena tarifnya Rp 300 ribu. Disediakan juga kapal Pesiar “Jaya Samudera” tapi kurang tahu berapa harga tiketnya.
dari kapal lalu naik ke daratan melalui tangga ini
Setelah sekitar 20 menit naik kapal, kami pun turun ke daratan, eh naik deh maksudnya... untuk kemudian menyusuri kawasan hutan bakau dengan melalui lintasan atau jalan yang terbuat dari anyaman bambu.Tapi harus hati-hati karena ada beberapa bagian lintasan yang sudah rusak.
lintasan dari anyaman bambu
Karena lintasan yang dilalui lumayan agak jauh, kami pun bergantian menggendong Athiyah.
Athiyah dan bapaknya
Untungnya, sesekali Athiyah minta jalan sendiri.
Athiyah asyik jalan sendiri
Apa sih sebenarnya hutan mangrove atau hutan bakau itu? Masih inget nggak pelajaran waktu di SMP dulu? Hutan bakau/mangrove merupakan hutan yang tumbuhnya di atas rawa-rawa dan terletak pada garis pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
hutan bakau Wonorejo
hutan bakau atau hutan mangrove Wonorejo
Ada beberapa manfaat yang bisa diambil dari ekowisatamangrove Wonorejo ini, antara lain:
1. Untuk menahan erosi dan mengurangi abrasi di Pantai Timur Surabaya atau istilah kerennya PAMURBAYA. Abrasi merupakan proses pengikisan tanah oleh air laut.
2. Sebagai habitat bagi beberapa binatang laut seperti ikan, udang, kerang, dll. Juga sebagai tempat hidup bagi binatang darat seperti kera, burung-burung.
3. Membantu dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Pantai Timur Surabaya.
4. Sebagai wahana wisata bahari atau wisata air.
5. Sebagai sarana edukasi atau tempat pembelajaran bagi para pelajar dan mahasiswa atau siapapun yang memanfaatkannya.
Memang dalam hal ini Pemkot Surabaya patut diacungi jempol karena masih peduli dengan kelestarian lingkungan.
Kayla menyusuri hutan mangrove
Hutan mangrove Wonorejo ini merupakan proyek kerjasama Kementerian Kehutanan RI dengan Japan International Cooperation ini memiliki lahan seluas kurang lebih 200 hektar dengan kurang lebih 30 spesies binatang yang dilindungi. Di dalam hutan mangrove ini juga disediakan mushola apung dan toilet yang dibuat oleh BPN II Surabaya.
mushola apung di hutan mangrove Wonorejo
Toilet i hutan mangrove Wonorejo
Keadaan toiletnya sih sudah memprihatinkan. Kayaknya sudah harus diperbaiki lagi deh agar pengunjung yang memanfaatkan fasilitas ini semakin nyaman.
Namun, nampaknya pencemaran di wilayah hutan mangrove ini sudah tak terhindarkan lagi. Banyak sekali sampah yang berserakan di dalam hutan mangrove ini. Sampah ini sangat mengganggu keindahan di hutan mangrove dan lebih dari itu tentu sampah ini juga mengganggu kehidupan ekosistem di dalamnya. Coba perhatikan sampah-sampah plastik di kanan kiri lintasan. Sedih dan miris deh jadinya, tapi kan nggak bisa berbuat apa-apa.
Perhatikan sampah di hutan mangrove ini
Hutannya pun penuh dengan sampah. Ini juga akibat tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang membuang sampah sembarangan. Sebaiknya perlu ditambahkan beberapa tempat sampah di sepanjang lintasan agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.
Di ujung lintasan, kami pun menjumpai 2 gazebo atau pondok apung bumi mangrove yang didirikan oleh Polrestabes Surabaya, Korem 084 Bhaskara Jaya, Bayangkari dan Pertamina.
Pondok Apung Bumi Mangrove
Berfoto dengan latar belakang gazebo
Sesampainya di gazebo kita bisa langsung beristirahat dan menikmati ketenangan suasana hutan mangrove yang indah, dengan semilir angin laut yang membuai mengalahkan panasnya mentari kala itu.
Bersantai di gazebo
Kakak beradik asyik menikmati suasana di gazebo
Nggak rela bapaknya tidur...eh diduduki
Menikmati semilir angin di gazebo
Sambil nyantai pun menikmati bekal yang kami bawa. Berasa memiliki pulau pribadi disini karena kebetulan pengunjung sudah sepi sehingga gazebo sebesar itu hanya kami tempati sendiri. Cukup lama juga kami berpiknik di sana. Anak-anak begitu ceria. Kami semua selonjoran nyantai disini, bahkan suamiku dan suami temanku pun tertidur pulas disini.
Athiyah mbanyol terus selama disini
Kami berada disini cukup lama dan lepas sudah semua penat yang ada. Berada jauh dari hiruk pikuk kesibukan kota sungguh sangat menenangkan dan menyenangkan. Setelah dirasa cukup dan memang waktunya juga sudah mendekati sore kami pun memutuskan untuk kembali. Jangan sampai lebih dari jam 15.30 disini lho yaa karena bisa ketinggalan kapal.
Banner peringatan
Ketika pulang Athiyah pun minta jalan sendiri meski panas banget
Sebelum turun ke kapal kita sempat foto bareng dulu
Formasi lengkap
Pulangnya Athiyah minta duduk sendiri di kapal dan minta yang bagian tepi. Kali ini kami dapat tempat duduk.
Tapi setelah beberapa menit dia sudah nampak ngantuk dan kecapekan. Sempat rewel sebentar karena nggak tahu apa maunya, akhirnya Athiyah pun tertidur pulas di pangkuanku.
Sebenarnya masih ada jogging track yang ada disana, tapi karena Athiyah tidur dan pada kepanasan serta capek kami pun tidak kesana.
Bahkan sampai rumah pun Athiyah masih pules tidurnya.
Bagi yang ingin ke Ekowisata Mangrove Wonorejo ini jika naik mobil pribadi bisa lewat Jembatan MERR II di Jalan Ir. Soekarno lalu ambil jalan yang belok ke kiri, melewati samping kampus STIKOM Surabaya. Dari situ terus lurus ke arah timur sampai memasuki gerbang kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya.
Dan nikmati sensasi kawasan hutan mangrove-nya...
15 komentar:
Nurul Fitri Fatkhani5 April 2016 pukul 02.07
Semoga hutan mangrove ini bisa menjaga ekosistem di sekitarnya ya Mak. Sayang sekali pengunjung di sana kurang peduli dengan kebersihannya. Pemandangan jadi terganggu karena sampah yang berserakan. :(
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.04
iya mbak, emang menjaga lebih sulit daripada membuatnya
Balas
Susindra5 April 2016 pukul 02.18
Wah... bisa jadi wisata keluarga yang asyik ya Mbak Reni.
Soal sampah itu.... sedih y kalau pengunjung dan warga sembrono mmbuang sampah. Kejam...
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.05
sedih banget, mengurangi keindahannya yang pasti
Balas
Indra3H5 April 2016 pukul 02.35
Andai di kotaku ada wisata mangrove gini....
Balas
Kholis6 April 2016 pukul 17.55
indah ya kawasan mangrove, enak untuk ngajak keluarga
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.06
betul, masih alami
Balas
Diah Kusumastuti7 April 2016 pukul 23.20
Aku udah lama juga pengen ke sana, Mbak.. Belum kesampaian sampe sekarang, hehe... Semoga ntar kalo ke sana sudah ada perbaikan terutama soal kebersihan :)
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.07
segera diagendakan mbak, faiq dan fahima pasti senang
Balas
Dewi8 April 2016 pukul 16.36
Sayang masih banyak nyamuknya mbak reni...
Hehehehe
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.06
wah iya ta, kok saya nggak digigit ya waktu kesana hehe
Balas
Lidya Fitrian13 April 2016 pukul 01.23
asyuk nih jalan-jalan alam kaya gini
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.07
iya mbak seneng, sambil hirup oksigennya
Balas
willova13 April 2016 pukul 20.27
liburan pasti sangat menyenangkan bersama keluarga, anak-anak juga bisa nemanbah wawasan
Balas
Balasan
Reni Dwi Astuti6 September 2016 pukul 00.08
iya mbak, selain refreshing juga dapat ilmu