Selasa, 13 Mei 2025

Sejarah Revisi dan Dongeng

 [11/5 15.24] rudysugengp@gmail.com: *Begini Asal-usul Klaim Indonesia Dijajah 350 Tahun oleh Belanda*


MFakhriansyah, CNBC Indonesia

10 May 2025 16:00




Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan sedang melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia, salah satu yang terkena revisi adalah materi Indonesia dijajah 350 tahun oleh Belanda. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengatakan perubahan ini akan menonjolkan upaya perlawanan Indonesia di banyak daerah terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang. 

"Enggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu," kata Fadli, dikutip dari CNN Indonesia. 


Perhitungan penjajahan Indonesia 350 tahun oleh Belanda dimulai ketika Cornelis de Houtman datang tahun 1596 di Banten hingga kemerdekaan tahun 1945. Namun, rentang waktu tersebut tak luput dari kritikan, khususnya terkait sejak kapan penjajahan dimulai dan apakah penjajahan berlangsung dalam satu waktu bersamaan.



Sayang, cerita soal penjajahan Indonesia selama 350 tahun yang harus dikritisi berulangkali disampaikan oleh beberapa tokoh besar.


Catatan terawal terkait ini pernah disampaikan oleh Gubernur Jenderal de Jonge pada 1935. Orang nomor satu di Indonesia tersebut pernah mengatakan, "kami sudah berada di sini 300 tahun dan akan berada di sini 300 tahun lagi, bila perlu dengan tongkat dan senjata."


Dari perkataan de Jonge, bisa dilihat bahwa Belanda sudah eksis di Indonesia sejak 300 tahun lalu. Alias dari tahun 1635. Meski begitu, pernyataan tersebut hanya imajinasi yang orang Belanda ciptakan sendiri sebab posisinya mulai terancam. Tahun 1930-an, eksistensi negara kolonial Hindia Belanda memang sudah berguncang akibat desakan keras tokoh pergerakan yang menuntut kemerdekaan Indonesia. 


Selain oleh orang Belanda, narasi penjajahan selama 350 tahun juga turut dipopulerkan oleh tokoh besar dari Indonesia, yakni Soekarno dan Mohammad Yamin.


Soekarno dalam pidato-pidatonya berulangkali menyampaikan Indonesia sudah dijajah 350 tahun oleh Belanda.


Dalam pidato peringatan 1 tahun kemerdekaan Indonesia, misalnya. Dia menyebut kalau Indonesia sudah dijajah 350 tahun oleh Belanda dan harus berjuang membangun negara dari awal. 


"Selama 350 tahun kita mengalami hidup dalam penjajahan Belanda, sekarang dengan secara kilat pada 17 Agustus 1945 kita telah memproklamirkan kita punya kemerdekaan," ungkap Soekarno pada 17 Agustus 1946 dalam arsip "Pidato PJM Presiden dalam Memperingati 1 Tahun Kemerdekaan Indonesia".


Selain itu, pada 1956 dalam momen peringatan kemerdekaan Indonesia juga Soekarno turut mengatakan hal sama. 


"Selama 350 tahun Indonesia memang telah memberikan darahnya bagi hidupnya bangsa lain," kata Soekarno pada 17 Agustus 1956 dalam arsip "Berilah Isi Kepada Hidupmu!". 


Tak hanya Soekarno, Mohammad Yamin juga melakukan hal serupa. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam Seabad Kontroversi Sejarah (2007) menyebut, Yamin mempopulerkan narasi penjajahan 350 tahun dengan semangat nasionalisme dan anti-kolonial. Tujuannya supaya tumbuh rasa cinta tanah air dari masyarakat.


Fakta Sebenarnya

Ahli hukum asal Belanda, G.J Resink, jadi salah satu orang yang berupaya mematahkan cerita penjajahan 350 tahun. Dalam Indonesia's History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (1968), Resink menyebut perhitungan penjajahan sejak 1596 salah sebab saat itu mereka baru berdagang.


Lalu, Resink juga menyebut penjajahan tidak dilakukan dalam satu waktu bersamaan. Ada banyak kerajaan dan wilayah yang belum ditaklukkan Belanda sampai tahun 1900-an. 


Pada abad ke-17, misalnya, kerajaan-kerajaan lokal bisa menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa lain tanpa diatur oleh pemerintahan VOC. Lalu, sepanjang 1900-an, masih banyak kerajaan lokal yang belum dijajah Belanda. Seperti, Aceh yang baru dikalahkan pada 1903, Bone pada 1905 dan Klungkung, Bali, pada 1908.


Dari sini, Resink mengambil kesimpulan: Tidak ada satupun wilayah Indonesia yang benar-benar dijajah selama 350 tahun. Jika menarik garis dari pendudukan di Klungkung, Bali, pada 1908 saja, maka Belanda baru menjajah Indonesia 37 tahun.



(mfa/mfa)

[11/5 18.47] rudysugengp@gmail.com: *Tips Menu All you can eat*


Pada menu all you can eat, disarankan untuk memulai dengan makanan rendah kalori seperti salad atau sup, diikuti dengan protein seperti daging atau seafood, dan menghindari makanan berkarbohidrat tinggi seperti nasi atau mie terlebih dahulu. 

*Penjelasan lebih rinci:*

1. Makanan rendah kalori:

Mulai dengan salad atau sup untuk mengisi perut tanpa terlalu banyak kalori. 

Salad dan sup membantu tubuh beradaptasi dengan makanan berikutnya dan mempercepat pencernaan. 

2. Protein:

Prioritaskan protein seperti daging, seafood, atau ayam karena lebih mengenyangkan dan tidak membuat cepat kenyang seperti karbohidrat. 

Pilih makanan mahal terlebih dahulu seperti daging wagyu atau seafood premium. 

3. Hindari karbohidrat tinggi:

Hindari nasi, mie, atau roti karena bisa membuat cepat kenyang. 

Tunda dulu menikmati nasi, mie, pasta, dan makanan tinggi karbohidrat lainnya. 

4. Tips tambahan:

Makan perlahan dan jangan terburu-buru. 

Makan secukupnya dan jangan terlalu banyak. 

Cicipi sedikit demi sedikit dari setiap menu. 

Minum air putih untuk membantu pencernaan dan mencegah perut kembung.

[11/5 20.05] rudysugengp@gmail.com: Seekor ular menggigit seekor ayam dan dengan racun yang terbakar di tubuhnya, ayam itu mencari pertolongan dan perlindungan di kandang ayam.

Tetapi ayam-ayam lain lebih suka mengusirnya, takut racunnya akan menyebar di seluruh kandang.

Ayam itu lemas, menangis kesakitan. Bukan karena gigitan ular, tetapi karena pengabaian dan penghinaan keluarganya sendiri, tepat ketika dia sangat membutuhkannya.

Dan ia pun pergi, terbakar karena demam, menyeret kaki, rentan terhadap malam yang dingin.

Setiap langkah kakinya yang pelan, air matanya mengalir.

Ayam-ayam di kandang melihatnya bergerak pergi, sampai mereka melihatnya menghilang di kejauhan. 

Beberapa ayam mengatakan:

"Biarkan dia pergi; biarkan dia mati jauh dari kita."


Dan ketika ayam itu menghilang di kejauhan, mereka semua yakin bahwa dia sudah mati.


Waktu telah berlalu.

Seekor burung kolibri datang ke kandang ayam dan mengumumkan:


"Saudarimu masih hidup! Dia tinggal di gua tidak jauh dari sini.

Dia pulih, tetapi ia kehilangan satu kaki karena gigitan ular.

Dia mengalami kesulitan mencari makanan dan membutuhkan bantuan anda."


Semua ayam di kandang terdiam. Kemudian beberapa dari mereka mulai memberikan alasan-alasan masing-masing:


"Saya tidak bisa pergi, saya sedang bertelur."


"Saya tidak bisa pergi, saya mau pergi mencari jagung."


"Saya tidak bisa pergi, saya harus menjaga anak-anak saya."


Jadi, satu demi satu, mereka semua menolak untuk pergi melihat ayam yang kesakitan itu.

Burung kolibri kembali ke gua, tanpa bantuan.


Waktu berlalu lagi.

Burung kolibri itu pun kembali dengan berita menyakitkan:


"Saudarimu sudah mati. Dia meninggal sendirian di dalam gua dan tidak ada seorangpun yang mengubur atau berkabung untuknya."


Pada saat itu, ayam-ayam di kandang mulai merasa sedih. Keluhan mendalam memenuhi kandang ayam.

Mereka yang tadinya bertelur, berhenti.

Mereka yang tadinya mencari jagung, meninggalkan semuanya.

Mereka yang tadinya merawat anak-anak, sejenak melupakan anak-anak nya.

Timbullah rasa penyesalan di dalam hati mereka.


Penyesalan lebih menyakitkan daripada racun apa pun.

"Kenapa kita tidak pergi lebih awal? ", mereka bertanya.

Dan tanpa mengukur jarak atau usaha, semua ayam pergi ke gua, menangis dan mengeluh.

Sekarang mereka punya alasan untuk melihatnya, tetapi sudah terlambat.

Ketika sampai di gua, mereka sudah tidak dapat menemukan ayam itu lagi.

Mereka hanya menemukan suatu tulisan di dinding gua yang mengatakan:


"Dalam hidup, sering kali orang tidak menyeberang jalan untuk menolongmu ketika kamu masih hidup,

tetapi mereka akan menyeberangi dunia untuk melihat kuburmu ketika anda telah mati.

Dan sebagian besar air mata di kuburan bukan karena rasa sakit, tapi karena penyesalan."


Tentang Hidup

[11/5 20.08] rudysugengp@gmail.com: SEJARAH SIMPANG LIMA GUMUL


🔥Simpang Lima Gumul (SLG) adalah sebuah monumen ikonik yang terletak di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Monumen ini menjadi salah satu landmark terkenal di wilayah Kediri dan sering disamakan dengan Arc de Triomphe di Paris karena bentuk arsitekturnya yang mirip. Berikut adalah ringkasan sejarah dan informasi penting mengenai SLG:


🔥Sejarah dan Latar Belakang

Diresmikan pada tahun 2008, pembangunan Simpang Lima Gumul dimulai pada tahun 2003 oleh Pemerintah Kabupaten Kediri.


🔥Ide pembangunan monumen ini berasal dari keinginan untuk menciptakan pusat pemerintahan baru dan simbol kemajuan Kabupaten Kediri.


🔥Lokasinya berada di pertemuan lima jalan dari arah Gampengrejo, Pare, Pagu, Pesantren, dan Plosoklaten — inilah asal nama “Simpang Lima.”


🔥Makna Filosofis

Desain bangunan SLG terinspirasi dari raja legendaris Kediri, Prabu Jayabaya, yang pernah membayangkan pusat pemerintahan baru yang strategis di pertemuan lima jalan.


🔥Bangunan ini menyimbolkan kesatuan dan kekuatan masyarakat Kediri dalam menghadapi era modern, sekaligus sebagai lambang kebangkitan budaya dan ekonomi.


🔥Arsitektur

SLG memiliki tinggi sekitar 25 meter dan luas lahan sekitar 37 hektar.


🔥Bangunannya terdiri dari 3 lantai dan memiliki relief sejarah dan budaya Kediri pada bagian dinding luar.


🔥Di dalamnya terdapat ruang pertemuan, auditorium, dan ruang serbaguna.


🔥Fungsi dan Peran Saat Ini

SLG kini menjadi destinasi wisata populer dan pusat kegiatan masyarakat, mulai dari olahraga pagi, wisata malam, hingga konser musik dan pameran.


🔥Juga menjadi simbol identitas Kediri yang terus berkembang secara ekonomi dan budaya.

[11/5 20.08] rudysugengp@gmail.com: CERITA RAKYAT NUSANTARA🔥

Kisah Toba dan Putri Ikan 🐠🚣


Alkisah di sebuah desa terpencil di Sumatera Utara, hiduplah seorang pemuda bernama Toba. Ia adalah seorang petani sederhana yang hidup sendirian. Suatu hari, Toba pergi memancing di sungai. Setelah beberapa waktu menunggu, ia berhasil menangkap seekor ikan mas yang sangat besar dan indah, dengan sisik emas yang berkilauan.


Ketika ia hendak memasak ikan itu, Toba terkejut mendengar suara lembut berkata, “Jangan makan aku, wahai manusia. Lepaskan aku, dan aku akan memberimu sesuatu yang luar biasa.”


Toba sangat terkejut, tetapi ia akhirnya menuruti permintaan ikan tersebut. Betapa terkejutnya Toba saat ikan itu berubah menjadi seorang perempuan cantik bernama Putri Ikan. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah makhluk ajaib dan berjanji akan menjadi istri Toba, dengan syarat Toba tidak boleh pernah mengungkit asal-usulnya sebagai ikan.


Toba dan Putri Ikan hidup bahagia, dan mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Samosir. Namun, Samosir tumbuh menjadi gadis yang sangat nakal dan sering membuat Toba kesal. Ia juga memiliki nafsu makan yang besar, membuat Toba sering kewalahan menyediakan makanan.


-------------

Suatu hari, Samosir disuruh ibunya untuk mengantarkan makanan ke sawah tempat ayahnya bekerja. Namun, di tengah jalan, Samosir malah memakan sebagian besar makanan tersebut. Ketika Toba mengetahui hal ini, ia sangat marah dan tanpa sadar mengucapkan, “Dasar anak ikan kau!”


Begitu kata-kata itu terucap, langit mendung, dan hujan deras turun tanpa henti. Putri Ikan menangis karena Toba telah melanggar janjinya. Ia pun memutuskan untuk kembali ke wujud asalnya sebagai ikan, lalu pergi ke sungai. Sementara itu, air terus naik dan menenggelamkan desa mereka, membentuk sebuah danau besar.


Toba berusaha menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, tetapi akhirnya ia lenyap bersama air yang terus naik. Samosir selamat, dan menurut legenda, ia tinggal di sebuah pulau kecil di tengah danau, yang kemudian dikenal sebagai Pulau Samosir.


Pesan Moral ☝👇:


Kisah ini mengajarkan pentingnya menjaga janji dan menghormati hubungan keluarga. Selain itu, legenda ini juga mengingatkan manusia untuk hidup harmonis dengan alam.


Danau Toba yang terbentuk dari legenda ini kini menjadi salah satu destinasi wisata terkenal di Indonesia, memancarkan keindahan alam dan menyimpan kisah budaya yang penuh makna.

#CeritaRakyat #LegendaNusantara #DongengIndonesia #BudayaIndonesia

#KisahRakyat #MalinKundang #CeritaTradisional #WarisanBudaya #KearifanLokal #CeritaAnakBangsa #FolkloreIndonesia #MitosDanLegenda #SejarahIndonesia #HikmahCeritaRakyat

#CeritaInspiratif

[11/5 23.15] rudysugengp@gmail.com: CERITA DONGENG MENARIK 🪢📌

Buaya Pengantar Paket 🐊🥡


Namanya Bubu, seekor buaya berhati lembut yang tinggal di pinggir sungai Tenang. Tidak seperti buaya lainnya yang suka berbaring malas di bawah matahari, Bubu justru sibuk setiap pagi: membawa paket ke seluruh penjuru hutan.


Bubu bekerja sebagai pengantar paket tercepat di Hutan Timur. Ia memakai tas besar di punggungnya, dan di mulutnya selalu menggigit peluit kecil, bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk memberi tanda bahwa "Paket telah tiba!"


Meski tubuhnya besar dan gigi-giginya tajam, semua hewan hutan menyukai Bubu. Ia selalu mengantarkan paket dengan senyuman, tak pernah salah alamat, dan tak pernah terlambat—meski harus berenang menyeberangi sungai, merangkak di lumpur, atau menanjak ke bukit tempat rumah si tupai.


Suatu hari, datanglah paket paling aneh. Sebuah kotak besar, tanpa nama pengirim, tapi tertulis jelas: "Untuk Siapapun yang Membutuhkannya Paling Banyak."


Bubu bingung. “Siapa ya yang paling membutuhkan?” pikirnya. Maka ia memutuskan untuk bertanya ke semua penghuni hutan.


Pertama, ia ke rumah kelinci. Kelinci bilang, “Aku butuh wortel, tapi bukan sesuatu yang paling penting.”

Lalu ia ke rumah beruang. Beruang menggeleng. “Aku sudah punya madu, tidak perlu apa-apa lagi.”

Kemudian ke rumah burung hantu. Burung hantu membaca tulisan di kotak itu, lalu tersenyum. “Kadang, bukan kita yang memilih tujuan paket. Biarkan hatimu yang memilih, Bubu.”


Sepanjang hari Bubu berjalan, berenang, dan berpikir. Hingga akhirnya, di pinggir hutan, ia menemukan seekor anak musang kecil yang sedang duduk sendirian, menangis diam-diam.


“Ada apa?” tanya Bubu lembut.

“Aku… aku tidak punya siapa-siapa. Ayahku pergi ke hutan lain mencari makanan, tapi belum kembali. Dan aku tidak punya apa-apa untuk dimakan atau dipeluk…” jawab si musang kecil.


Bubu membuka kotaknya perlahan. Di dalamnya ada selimut hangat, makanan lezat, dan surat kecil bertuliskan:

“Untukmu yang sedang kesepian. Kamu tidak sendiri.”


Bubu tersenyum. “Aku rasa… ini memang untukmu.”

Musang kecil memeluk Bubu dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Tuan Buaya.”


Sejak hari itu, Bubu bukan hanya pengantar paket. Ia juga jadi sahabat bagi siapa pun yang sedang merasa sendirian. Dan semua hewan di hutan sepakat:

Paket yang paling berharga, adalah kebaikan yang dikirim dari hati.


Pesan moral ☝👇:


Kebaikan sekecil apa pun bisa menjadi hadiah terbesar bagi yang sedang membutuhkannya. Jangan lihat dari luar, tapi lihat dengan hati. Seperti Bubu, kita semua bisa jadi pengantar kebaikan di dunia ini.

#CeritaRakyat #LegendaNusantara #DongengIndonesia #BudayaIndonesia

#KisahRakyat #MalinKundang #CeritaTradisional #WarisanBudaya #KearifanLokal #CeritaAnakBangsa #FolkloreIndonesia #MitosDanLegenda #SejarahIndonesia #HikmahCeritaRakyat

#CeritaInspiratif

[12/5 18.56] rudysugengp@gmail.com: Kompas.co

*Mengenal 9 Wali Songo, Nama Asli dan Wilayah Dakwahnya*


Kompas.com, 12 Mei 2025, 08:30 WIB


Muhammad Zaenuddin 

Penulis


KOMPAS.com - Wali Songo adalah istilah yang merujuk pada sembilan tokoh penyebar agama Islam populer di Pulau Jawa.


Wali Songo memiliki arti sembilan wali atau wakil. Mereka tersebar di beberapa daerah pulau Jawa untuk berdakwah kepada masyarakat.


Setiap wali dipanggil dengan sebutan sunan, yang berasal kata susuhunan yaitu sebutan bagi orang yang dihormati.


Wali Songo menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia sekitar abad 14 atau 15.


Berikut adalah nama-nama Wali Songo beserta wilayah dakwahnya:


1. Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal juga dengan nama Syekh Magribi.


Sunan Gresik disebut berasal dari Samarkand, Asia Tengah. Ia mendapat gelar Sunan Gresik karena menyebarkan ajaran Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur.


Metode dakwah Sunan Gresik adalah mendekatkan diri pada masyarakat dengan mengajarkan cara bercocok tanam, pendidikan dengan mendirikan pesantren, serta membangun surau.


2. Sunan Ampel

Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah dan dikenal juga dengan nama Raden Rahmat.


Sunan Ampel adalah putra Sunan Gresik yang memulai menyebarkan Islam dengan membuka pondok pesantren di Ampeldenta, Surabaya.


Sunan Ampel juga berjasa dalam mendirikan Masjid Agung Demak dan mengangkat Raden Patah sebagai sultan kerajaan Demak yang pertama.


3. Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama asli Muhammad Ainul Yaqin. Ia juga dikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro.


Gelar Sunan Giri didapatnya dari nama Pesantren Giri yang didirikan di perbukitan Sidomukti, Kebomas, Gresik.


Pesantrennya kemudian berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.


Sunan giri juga dikenal dengan cara dakwah melalui seni dengan tembang Macapat, seperti Pucung dan Asmarandana.


4. Sunan Bonang

Sunan Bonang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim yang merupakan putra dari Sunan Ampel.


Sunan Bonang menyebarkan ajaran agama Islam melalui kesenian dengan melakukan akulturasi budaya di wilayah Tuban, Rembang, Pulau Bawean, hingga Madura.


Sunan Bonang menggunakan gamelan sebagai salah satu media dakwah dengan memainkan lagu bernuansa Islam, yang salah satunya berjudul Tombo Ati.


5. Sunan Drajat

Sunan Drajat memiliki nama Raden Syarifudin atau Raden Qasim. Ia merupakan anak dari Sunan Ampel sekaligus adik dari Sunan Bonang.


Ia berdakwah dari daerah pesisir Gresik hingga kemudian di Lamongan. salah satu cara dakwahnya adalah dengan memanfaatkan media seni dengan suluk dan tembang pangkur.


Selain itu ada pula ajaran Catur Piwulang yang isinya ajakan untuk berbuat baik kepada sesama, yang sampai saat ini ajaran tersebut masih digunakan.


6. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Said adalah putra dari Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta.


Sunan Kalijaga adalah murid Sunan Bonang yang memulai berdakwah di Cirebon, dan kemudian meluas hingga Pamanukan hingga Indramayu.


Sunan Kalijaga juga dikenal dengan cara dakwahnya yang menggunakan kearifan lokal termasuk kesenian melalui media wayang.


7. Sunan Muria

Sunan Muria memiliki nama asli Raden Umar Said atau juga dikenal sebagai Raden Parwoto. Ia merupakan putra dari Sunan Kalijaga.


Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya, yakni di lereng Gunung Muria, sebelah utara Kota Kudus.


Wilayah yang ia kunjungi untuk berdakwah mencakup Jepara, Tayu, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati.


Ia berdakwah dengan mengajarkan cara berdagang, bercocok tanam, dan melaut, serta melalui kesenian gamelan.


8. Sunan Kudus

Sunan Kudus memiliki nama asli Jaffar Shadiq atau Sayyid Ja'far Shadiq Asmatkhan, dan dikenal dengan panggilan Raden Undung.


Sunan Kudus banyak belajar dari Sunan Kalijaga, sehingga caranya mendekati masyarakat Kudus juga sangat toleran terhadap budaya setempat yang masih kental dengan ajaran Hindu-Buddha.


Salah satu peninggalan Sunan Kudus yang paling terkenal adalah Masjid Menara Kudus, yang arsiteknya bergaya campuran Hindu dan Islam.


9. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif hidayatullah merupakan pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.


Ia juga menjadi satu-satunya wali yang menjabat sebagai kepala pemerintahan karena merupakan pendiri Kesultanan Cirebon.


Sunan Gunung Jati kemudian memanfaatkan pengaruhnya itu untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan dengan pendekatan budaya.


(Sumber: Kompas.com/Widya Lestari Ningsih, Nibras Nada Nailufar, Puspasari Setyaningrum)

[12/5 19.12] rudysugengp@gmail.com: Hotel yang berada di pojok Nginden antara Nginden Lama dan Nginden Taman Intan.


Memiliki parkir luas di seberang jalan di Barat.


Kolam renang dekat pintu masuk di sebelah Utara meski tidak mencolok.


Harga ramah kantong, terutama saat promo.


Menempati Emerald Lantai 2 untuk Halbil Reuni Haji KBIH 2017 yang diikuti sekitar 25 orang dengan menu sesuai pesanan.


Ruang khusus yang disediakan dengan Sound dan (Layar LCD meski tidak digunakan.)


Suasana halaman dan area bersih, asri, dan nyaman.


Terdapat tempat bermain untuk yang menginap.


Layanan ramah dan menyenangkan.

Semoga kondisi yang baik ini tetap dipertahankan.


Jangan lupa terus untuk promo.

Karena Promo merupakan kunci keberhasilan.

[12/5 19.30] rudysugengp@gmail.com: MENU GUBUKAN TEMANTEN


Menu gubukan pernikahan biasanya menawarkan berbagai pilihan kuliner yang beragam dan populer, seperti siomay, pempek, bakso, sate, hingga hidangan berat seperti kambing guling atau soto. 


Menu gubukan seringkali menjadi daya tarik utama bagi tamu undangan dan biasanya terdapat dalam berbagai variasi sesuai dengan tema pernikahan. 


Berikut adalah beberapa contoh menu gubukan yang sering menjadi pilihan:


Menu Favorit:

* Siomay: Hidangan cina yang terbuat dari adonan ikan yang digoreng atau dikukus.

* Pempek: Hidangan khas Palembang yang terbuat dari ikan dan tepung sagu.

* Bakso: Hidangan kuah kaldu sapi dengan isian daging sapi yang digiling.

* Sate: Hidangan tusuk daging yang dipanggang dengan bumbu khusus.

* Kambing Guling: Hidangan daging kambing yang dipanggang secara utuh, sering menjadi hidangan utama di acara besar.

* Soto: Sup khas Jawa dengan kuah kaldu ayam atau sapi, sering disajikan dengan nasi.

* Zuppa Soup: Sup krim yang kaya rasa dan creamy. 


Menu Lainnya:

* Batagor: Hidangan khas Bandung yang terbuat dari batagor dan bumbu kacang.

* Bubur Ayam: Bubur nasi yang disajikan dengan ayam dan berbagai topping.

* Empek-empek: Hidangan khas Palembang yang terbuat dari ikan dan tepung sagu.

* Gado-gado: Salad khas Indonesia yang terbuat dari berbagai sayuran dan bumbu kacang.

* Gohiong Bogor: Hidangan khas Bogor yang terbuat dari berbagai sayuran dan bumbu kecap.

* Ketupat Tahu Magelang: Hidangan khas Magelang yang terbuat dari ketupat, tahu, dan bumbu kacang.

* Lumpia Semarang: Hidangan khas Semarang yang terbuat dari kulit lumpia yang diisi dengan sayuran dan daging.

* Martabak: Hidangan manis atau asin yang terbuat dari adonan tipis yang diisi dengan berbagai bahan. 


Gubukan juga bisa menampilkan variasi menu seperti nasi goreng, rendang, sate ayam, sup kimlo, iga bakar, dan banyak lagi.

[13/5 09.39] rudysugengp@gmail.com: Bismillahirrohmaanirrohiim...


*List acara Halal.Bihalal Alumni haji tahun 2017 H, Senin tgl 12 Mei 2025*


1. Bpk. Maryono

2. Ibu Maryono

3. Bpk. Eko

4. Ibu Eko

5. Bpk. Khuluk

6. Ibu Khuluk

   7. 

8. 

9. Ibu Nani

10. Bpk. Toha

11. Ibu Toha

12. 

13. Ibu Sabar

14. Bpk Mukhlash

15. Ibu Mukhlash

16. Bpk Lanang

17. Ibu Lanang 

18. Ibu yahya. 

19. Bpk teguh

20. Ibu Teguh

21. Bpk Jauhari

22. Ibu Jauhari

23. Pak Rudy

24. Bu Rudy

25. 

26. Bpk Iwan

27. Ibu Iwan 

28. Bpk Sunaryo

29. Ibu Sunaryo

30. Bpk Rusnadi

31. Ibu Rusnadi 



Monggo di isi segera nggeh...😊

[13/5 14.35] rudysugengp@gmail.com: Kelaparan, Kepungan, dan Pengkhianatan: Akhir Tragis Surabaya di Tangan Mataram!


Di awal abad ke-17, Pulau Jawa bukanlah satu kerajaan utuh. Ia terpecah menjadi banyak kekuatan kecil yang saling bersaing—dan salah satu yang paling ambisius adalah Kesultanan Mataram di pedalaman tengah Jawa, dipimpin oleh seorang raja muda yang tak kenal takut Sultan Agung.


Sementara itu, di pesisir utara Jawa, berdiri kekuatan lain: Kota Surabaya. Ia adalah kota dagang yang kaya, modern, dan penuh pengaruh asing sekutu VOC, tempat berkumpulnya para saudagar, bangsawan, dan para raja kecil yang tak ingin tunduk pada Mataram.


Mataram ingin menyatukan Jawa. Tapi Surabaya tak mau tunduk. Ia bukan sendirian ia punya sekutu: Madura, Tuban, Pasuruan, Lasem, dan lainnya, membentuk benteng aliansi pesisir yang kuat. Maka pecahlah perang besar, bukan hanya tentang kekuasaan, tapi tentang cara hidup:

- Pusat vs Pesisir

- Kerajaan agraris vs Kota dagang maritim

- Islam tradisional vs Islam kosmopolitan

- Jawa lama vs Jawa baru


Perang pun meledak.


Sultan Agung melancarkan serangan besar-besaran ke arah timur. Pertempuran berlangsung bertahun-tahun, mulai dari Ponorogo, Tuban, Lamongan, hingga Surabaya sendiri. Tapi lawan yang dihadapi bukan sembarangan Surabaya memiliki tembok kuat, senjata dari VOC, dan aliansi yang solid.


Namun Sultan Agung tak gentar. Ia mengepung Surabaya selama lima tahun, memutus aliran air Kali Mas, memblokade jalur laut, dan menyerang dari segala penjuru. Penduduk mulai kelaparan. Sekutu-sekutu Surabaya satu per satu jatuh. Pasuruan takluk. Madura tunduk. Akhirnya, tahun 1625, Surabaya menyerah.


Jawa akhirnya berada dalam satu genggaman.


Tapi perang ini menyisakan luka. Kota-kota pesisir hancur. Aliansi dagang tercerai berai. VOC semakin kuat karena celah kekuasaan yang terbuka. Dan Sultan Agung, yang menang dalam perang, memandang ke barat, mempersiapkan langkah berikutnya: menyerang Batavia milik Belanda.


Perang Mataram vs Surabaya bukan hanya perang antar kota. Ini adalah momen besar ketika politik, budaya, ekonomi, dan agama saling bertabrakan di tanah Jawa—dan sejarah pun berubah selamanya.


#surabaya #jatim #suroboyo #bonek #arek #sejarah #fyp #viral

[13/5 15.01] rudysugengp@gmail.com: *Sejarah Direvisi*


 Kompas.com, 13 Mei 2025, 06:16 WIB 


artikel Penulis: Firdaus Arifin | Editor: Sandro Gatra 


SEGALA bangsa membangun panggung sejarahnya sendiri. Di atasnya, mereka mendongak masa lalu, menampilkan para pahlawan, menghapus pengkhianat, atau membungkam kesalahan. 


Indonesia bukan pengecualian. Namun, panggung itu kini tengah digeser, dipoles, disulap.


Menteri Kebudayaan Fadli Zon—yang kali ini bukan akademisi, melainkan politisi—menyampaikan niat menulis ulang sejarah nasional. 


Ia membawa ratusan sejarawan dan nama besar dalam daftar kurator. 


"Demi 80 tahun Indonesia merdeka," katanya.


Tulis Ulang Sejarah Indonesia, Fadli Zon Mau Update Era SBY dan Jokowi 


Dalam sejarah, yang penting bukan hanya siapa yang bicara, melainkan siapa yang menulis. 


Sebab sejarah adalah kekuasaan. 


Ia bukan sekadar rekaman masa lalu, tetapi alat membentuk masa depan.

 Apa yang ditulis menjadi yang diingat. Apa yang dihapus menjadi yang dilupakan. 


Maka wajar bila rencana ini membuat gaduh. Ada rasa takut bahwa sejarah bisa—dan sedang—disusun seperti pidato kampanye: indah, tapi penuh bias. 


Selama ini kita tumbuh dengan sejarah versi Orde Baru. 

Dalam buku-buku pelajaran, Pahlawan adalah mereka yang setia pada negara, sementara lawannya adalah PKI. Tak ada ruang untuk wacana alternatif. 


Gerwani hanya muncul sebagai simbol kekejaman. Soekarno dibingkai sebagai tokoh dengan akhir yang sunyi. Sementara Soeharto: pengantar kemakmuran yang nyaris suci. 


Seiring waktu, narasi itu dilawan. 


Reformasi membawa kebebasan berekspresi. Buku-buku sejarah alternatif bermunculan. Nama-nama yang dulu dilarang mulai dibicarakan. 


Namun tetap saja, sejarah kita belum benar-benar plural. Ia masih tergantung pada siapa yang berkuasa dan bagaimana kuasa itu memilih mengingat. 


Kini, di bawah slogan penulisan ulang, negara kembali hadir sebagai penentu narasi. 


Sejarah hendak dibingkai ulang, katanya, agar lebih lengkap, lebih mutakhir. 


Lengkap menurut siapa? Mutakhir untuk siapa? Apakah ini usaha jujur membuka semua versi sejarah, atau hanya cara halus memutihkan luka lama?


*Bahaya*


Penulisan ulang sejarah bukan perkara teknis. Ia adalah ranah ideologi. Karena itu, bahaya selalu mengintai jika kekuasaan terlalu besar dalam proses penyusunan. 


Sejarah bisa berubah jadi legenda. Fakta jadi propaganda. 


Kita sudah pernah mengalami itu. Di masa Orde Baru, sejarah ditulis untuk membenarkan kekuasaan, bukan untuk membuka kebenaran.


Penataran P4 menjadi semacam agama baru, dengan tafsir tunggal dan doktrin sakral. Sejarah tidak lagi menjadi cermin, tetapi poster: menggambarkan bangsa yang sempurna, walau penuh luka. 


Bila hari ini kekuasaan kembali menjadi pemilik pena sejarah, kita berisiko mengulangi siklus itu. Apalagi jika tokoh-tokoh kontemporer seperti presiden-presiden setelah Reformasi mulai dikanonisasi, bukan dikritisi. Sejarah menjadi alat legitimasi, bukan refleksi. 


Sejarah yang sehat lahir dari jarak. Jarak dari emosi, jarak dari kekuasaan. Para sejarawan yang baik menjaga diri dari euforia politik, dari tuntutan popularitas, dari tekanan negara. Mereka menulis bukan untuk menyenangkan, tapi untuk menjelaskan. 


Rencana penulisan ulang sejarah nasional hari ini justru tampak terlalu dekat dengan politik. Ada jadwal, ada target, ada pesan. 


Semuanya dikemas dalam momen simbolik: 80 tahun Indonesia merdeka. Seolah sejarah harus selesai tepat waktu, seperti proyek infrastruktur. Padahal, sejarah tidak tunduk pada tenggat. Ia tunduk pada kebenaran. 


Yang kita butuhkan bukan sejarah yang disusun ulang, tapi sejarah yang dibuka seluas-luasnya. Semua versi ditampilkan. Semua luka diakui. Semua suara didengar. 


Bangsa yang besar bukan bangsa yang bersih dari kesalahan, tapi yang berani menatap kesalahan itu. 


Sejarah seharusnya mengajarkan kita rendah hati. Bahwa republik ini tidak dibangun oleh satu partai, satu tokoh, satu rezim. Ia tumbuh dari konflik, dari silang pendapat, dari darah dan air mata. 


Menuliskan ulang sejarah hanya masuk akal bila niatnya adalah rekonsiliasi, bukan glorifikasi. 


Maka pertanyaannya bukan: "siapa yang menulis ulang sejarah?" Namun: "untuk siapa sejarah itu ditulis?"


Bila jawabannya adalah demi generasi mendatang—agar mereka tahu, agar mereka jujur, agar mereka adil—maka sejarah akan jadi cahaya.  


Namun, bila jawabannya adalah demi nama baik, demi legitimasi, demi pengaruh, maka sejarah hanya akan jadi selubung. 


Sejarah tidak bisa direvisi seperti undang-undang. Ia bisa dikaji ulang, diteliti, diperdebatkan. 


Ia tidak bisa disusun untuk memenuhi hasrat politik. Karena sejarah sejatinya adalah suara dari masa lalu. Dan suara itu tidak boleh dibungkam. 


Kita tak butuh sejarah yang baru. Kita butuh sejarah yang benar. 


Dan kebenaran, seperti yang selalu diajarkan sejarah, tak pernah lahir dari kekuasaan. Ia lahir dari keberanian.

[13/5 16.10] rudysugengp@gmail.com: Perwira Kompeni Belanda pun sampai malu, kok bisa cucu Sultan Agung habisi nyawa Trunojoyo yang sudah tak berdara


Secara tidak langsung, naiknya Amangkurat II, cucu Sultan Agung, menjadi raja Mataram Islam berkat pemberontakan Raden Trunojoyo. Pemberontakan itu berhasil meluluhlantakkan Keraton Plered dan membuat Amangkurat I kabur ke Tegal.


Dalam pelarian itulah Amangkurat I meninggal dunia. Setelah itu, Raden Mas Rahmat akhirnya naik takhta dengan gelar Amangkurat II.


Bahkan ada sumber yang menyebut bahwa Amangkurat II pernah menjalin kerja sama dengan Trunojoyo untuk merebut takhta Mataram dari tangan ayahnya, Amangkurat I.


Pemberontakan Trunojoyo benar-benar membuat Mataram kehabisan akal dan satu-satunya solusi mereka adalah meminta bantuan VOC di Batavia. VOC mau membantu Mataram, dalam hal ini Amangkurat II, asal ada syarat yang harus dipenuhi.


Di antaranya dalah wilayah pesisir utara harus diserahkan kepada Kompeni Belanda. Dengan pasukan bersenjatanya, serta dibantu oleh sekutu-sekutunya, VOC memburu Trunojoyo di Jawa Timur.


Mereka pertama kali mengalahkan pasukan Trunojoyo di Kediri pada November 1678. Lalu setahun kemudian, pangeran berdarah Madura itu berhasil ditangkap di dekat Ngantang, Malang.


Singkat cerita, Amangkurat II sendiri yang akhirnya mengeksekusi Trunojoyo dengan cara menusuknya dengan keris saat dia berkunjung ke Payak, Jawa Timur, pada Januari 1680. Tapi sumber lain menyebut Amangkurat II menikam Trunojoyo di Batavia. 


Adalah Kapiten Jonker, seorang perwira Kompeni berdarah Ambon, yang berhasil membujuk Trunojoyo untuk menyerahkan diri. Jonker berjanji jika Trunojoyo mau menyerahkan diri keselematan dirinya akan terjamin.


Pangeran asal Madura itu pun luluh juga. Setelah menyerahkan diri, Trunojoyo dibawa ke Batavia dan di sana dia diperlakukan sebagai tawanan perang.


Dan di sanalah Trunojoyo ditikam oleh Amangkurat II dengan keris. Apa yang dilakukan oleh Amangkurat II itu mendapat komentar pedas dari Jonker. Dia mengutuk tindakan raja Mataram itu dan menyebutnya sebagai sosok yang tidak tahu malu.


"Taja yang berbuat nista akan terkena hukuman Tuhan," begitu komentar Jonker sebagaimana tercatat dalam Babad Tanah Jawi. "Tidakkah Raja suka membaca cerita bahwa leluhurnya setiap tahun pergi ke Makkah?"


Lebih dari itu, Jonker juga menyebut cucu Sultan Agung itu tidak layak menjadi seorang raja.


Baca artikel selengkapnya di sini https://intisari.grid.id/read/034070106/perwira-kompeni-belanda-pun-sampai-malu-kok-bisa-cucu-sultan-agung-habisi-nyawa-trunojoyo-yang-sudah-tak-berdaya


#trunojoyo #mataram #KOMPENI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Makam Peneleh Belanda

*Sejarah Makam Peneleh Belanda* Bagaimana sejarah Makam Peneleh Belanda di Surabaya dimulai Makam Peneleh, yang dikenal sebagai Makam Beland...