Sabtu, 17 Mei 2025

Sejarah lagi

 [14/5 20.40] rudysugengp@gmail.com: Baru


Masih kah kalian sembunyikan lagi asal usul beberapa wali Songo di pulau Jawa itu dari Aceh, 

Itu akan kalian mendapatkan kuwalat, 


Sejarah Walisongo Diseminarkan di Aceh, Mungkinkah?


OLEH T.A. SAKTI, Mantan dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala dan pengelola Bale Tambeh, melaporkan dari Banda Aceh.

Editor: bakri


ANDA tak perlu heran membaca judul di atas.


Sebagai bangsa Indonesia (yang berdomisili di Aceh) kita memang dituntut untuk memahami sejarah tanah air, termasuk di dalamnya sejarah Walisongo.


Jadi, Walisongo itu tidak mutlak milik masyarakat Jawa.


Apalagi dalam penelusuran sejarah asal-usul Walisongo, ternyata asal mula sebagian mereka berasal dari Aceh, yakni Kerajaan Samudra Pasai.


Demikianlah yang tersurat dan tersirat dalam berbagai bentuk “literatur”, baik dalam babad, carita, lagenda, ketoprak, tembang-tembang, nyanyian dolanan anak-anak, buku-buku, majalah, film, dan sebagainya.


Kesemua sumber itu sepakat bahwa sebagian Walisongo itu benarbenar berasal dari Aceh.


Kalau merujuk kepada pendapat para pengarang generasi awal serta beberapa tulisan lepas lainnya, maka dapat disimpulkan bahwa enam dari sembilan wali (Wali Songo) yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa itu berasal dari Aceh.


Mereka adalah 1) Maulana Malik Ibrahim, 2) Malik Ishak (Sunan Giri), 3) Ali Rahmatullah/ Raden Rahmat (Sunan Ampel), 4) Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang), 5) Masaih Munad (Sunan Drajat), dan 6) Syarief Hidayatullah/Fatahillah (Sunan Gunung Jati).


Namun, sekitar tahun ‘70- an yang lalu pendapat yang berbeda mulai muncul.


Sejauh yang saya amati, pendapat yang berlainan itu ditulis dalam beberapa buku yang kemudian dikutip dalam majalah dan surat kabar.


Dalam ‘versi baru’ itu, sejarah Walisongo sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.


Pada umumnya, para penulis sejarah Walisongo versi baru ini bukanlah membantah keterkaitan kehidupan Walisongo dengan Aceh, melainkan tidak menyinggung sama sekali bahwa asal-usul mereka dari Kerajaan Samudra Pasai.


Salah satu contoh versi baru yang paling kontroversial mengenai hal itu terdapat dalam buku yang ditulis Prof Ir Slamet Mulyana yang menyebutkan bahwa delapan orang dari Walisembilan itu berasal dari Cina.


Ia juga menukilkan bahwa raja Islam pertama di Jawa juga berasal dari Cina, yakni Raden Patah atau yang bernama asli Jin Bun atau Cek Ko Po.


Secara pribadi beberapa tahun lalu, saya pernah minta bantuan seorang teman yang sejarawan, yakni Dr Agust Supriyono, Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang untuk menulis satu artikel mengenai sejarah Walisongo.


Ternyata yang saya terima juga versi baru yang sama sekali tiada kaitannya dengan sejarah Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.


Nah, dalam hal ini, apakah semua penulis sejarah Walisongo di Jawa sudah menjadi “pembohong sejarah”? 


Berdasarkan perkembangan itulah, saya berpendapat bahwa sudah tiba saatnya diadakan sebuah seminar berskala besar; bertaraf intersional di Aceh, dengan pokok bahasan sejarah Walisongo.


Dalam seminar itu nantinya, semua penulis yang ‘berminat’ pada sejarah Walisongo perlu dilibatkan, baik yang asal Aceh maupun dari luar Aceh.


Mengundang pihak pro-kontra mengenai asal-usul Walisongo amatlah penting dalam upaya mewujudkan sejarah Walisongo yang lebih berbobot, tidak asal-asalan alias ‘beujithee le kaphe’ (agar diakui dunia).


Hanya saja, para penulis sejarah generasi lama asal Aceh yang berminat pada sejarah Walisongo hampir semuanya telah berpulang ke rahmatullah.


Mereka itu adalah Dada Meuraxa, HM Zainuddin, Teungku M Junus Jamil, Prof Ali Hasjmy, dan Tuwanku Abdul Jalil.


Sayangnya mereka tidak menampilkan regenerasi pengganti.


Buku dan tulisan karya merekalah yang masih kita warisi.


Peminat sejarah Aceh generasi baru pada umumnya tidaklah mampu seperti generasi lama.


Nyaris tidak sebuah buku pun dapat dihasilkan kelompok ini secara pribadi, khususnya yang terkait dengan sejarah Walisongo.


Buku-buku yang mereka tulis lebih merupakan kegiatan kelompok dan umumnya termasuk buku pesanan atau proyek pemerintah.


Mereka lebih berperan sebagai ‘juru bicara’ yang mengulangi dan menyebarkan kembali isi buku daripara penulis lama.


Maka dari Aceh, kelompok inilah yang dapat diundang ke seminar besar Walisongo itu kelak.


Pilihan undangan terbanyak tentulah dari luar Aceh, terutama dari Jawa.


Memang ada seorang sejarawan lain dari luar Jawa yang amat ‘mencintai’ sejarah Walisongo , yakni Prof Dr Hamka, tapi beliau pun telah meninggal dunia.


Banyaknya penulis sejarah Walisongo asal Jawa adalah wajar.


Sebab, kesemua makam para wali itu letaknya di Jawa, tersebar mulai Jawa Timur hingga ke Jawa Barat.


Selain itu, tradisi penulisan sejarah wali juga cukup kuat di Jawa, berlangsung terus menerus dari abad ke abad.


Barangkali ini bedanya dengan kita di Aceh.


Di antara manuskrip terkenal tentang Walisongo adalah Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, Serat Walisongo karya Ronggo Warsito, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem alias Sunan Giri II, dan Naskah dari Klenteng Sam Po Kong.


Naskah yang berasal dari Klenteng Sam Po Kong inilah yang dipakai oleh Prof Ir Slamet Mulyana sebagai sumber, yang telah merusak “jalur sejarah” penyebaran Islam dari Aceh ke seluruh Asia Tenggara.


Kecuali naskah terakhir, kesemua manuskrip di atas mengakui bahwa sebagian Walisongo asal Aceh dan Kerajaan Campa adalah Kerajaan Jeumpa di Aceh pula, dan sama sekali bukan negeri Champa di Negara Kamboja.


Bila para penulis mengenai Walisongo tempo dulu yang menulis dalam bahasa Jawa dan huruf Jawa cukup banyak, begitu pula dengan penulis kisah Walisongo di era Republik Indonesia sekarang juga tidak sedikit di Jawa.


Kini mereka menulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf Latin.


Buku-buku karya mereka beredar di seluruh tanah air dan bahkan hingga ke mancanegara.


Oleh karena itu, sekiranya Seminar Internasional tentang Walisongo benar-benar bisa dilaksanakan di Aceh, maka para penulis buku Walisongo dari Jawa perlu lebih banyak diundang ke seminar itu.


Mungkinkah dan pihak mana yang semestinya bertanggung jawab untuk merealisasikan gagasan ini? 


Kiranya Pemerintah Aceh, Universitas Syiah Kuala, UIN Ar-Raniry, Universitas Teuku Umar, Universias Malikul Saleh, dan perguruan tinggi lainnya di Aceh serta dayah-dayah besar di Aceh perlu bersatu padu untuk terlaksananya gagasan ini.(*)


#sejarawan_Aceh

[14/5 20.41] rudysugengp@gmail.com: Kebo Anabrang, Pahlawan Majapahit yang Hilang dalam Bayang-bayang Pengkhianatan!


Di masa kejayaan Majapahit, ketika kerajaan itu menguasai sebagian besar Nusantara, ada seorang panglima perang yang begitu ditakuti kawan dan lawan. Namanya adalah Kebo Anabrang seorang kesatria gagah berani yang dikenal karena kekuatan fisik luar biasa dan kesetiaannya pada Majapahit.


Kebo Anabrang bukan sekadar nama. Dalam bahasa Jawa, “Kebo” berarti kerbau, dan “Anabrang” berarti menyeberang. Julukan ini muncul karena ia pernah memimpin pasukan menyeberangi lautan dalam ekspedisi Pamalayu, sebuah misi besar dari Majapahit untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatera.


Dengan tubuh besar bak raksasa dan sorot mata tajam, Kebo Anabrang dikenal sebagai ksatria tanpa takut. Dalam setiap pertempuran, ia berada di barisan depan, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang mampu merobohkan banyak musuh sekaligus. Namun, lebih dari itu, ia adalah pemimpin yang cerdas dan bijaksana.


Namun nasib tragis menanti. Di tengah keberhasilannya membawa kejayaan Majapahit, pengkhianatan dan konflik internal mulai mencuat. Dalam perjalanan pulangnya dari ekspedisi panjang, Kebo Anabrang dikabarkan dibunuh secara misterius di daerah Sumatera. Banyak yang percaya bahwa kematiannya bukan karena musuh, melainkan karena konflik politik di dalam negeri.


Meski demikian, nama Kebo Anabrang tetap abadi, menjadi simbol keberanian, loyalitas, dan pengorbanan untuk negeri. Hingga kini, cerita tentang sang ksatria laut ini masih bergema dalam kisah rakyat dan buku sejarah, mengingatkan kita bahwa kejayaan selalu dibangun di atas keberanian orang-orang seperti Kebo Anabrang.


#majapahit #jawa #sejarah #ceritarakyat #fyp #viral #storytelling #sriwijaya #palembang #melayu

[15/5 19.36] rudysugengp@gmail.com: *Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Dimulai, Dijamin Jujur?*


 Kompas.com, 15 Mei 2025, 06:55 WIB  


Firda Janati, Robertus Belarminus Tim Redaksi 


 JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan sedang menulis ulang sejarah Republik Indonesia (RI) yang bakal dipublikasikan pada Minggu (17/8/2025). 


Penulisan ulang sejarah Indonesia yang akan menghasilkan narasi versi baru ini melibatkan sejarawan yang dihimpun dari seluruh Indonesia. 


Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebutkan, sejarah periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta Joko Widodo (Jokowi) akan dimasukkan ke versi terbaru nanti. 


"Ya, semua yang perlu di-update, kita update. Misalnya, periode terakhir itu periode sebelum Pak SBY kalau enggak salah. Nanti tentu ditambahkan," ujar Fadli Zon, di Istana, Jakarta, Senin (5/5/2025). Kerja Sama dengan Italia, Indonesia Ingin Perkuat Teknologi Perang Elektronik 


Berkaitan dengan penulisan ulang sejarah, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyoroti agar proses penulisan ulang sejarah dilakukan secara transparan, melibatkan para ahli, dan bersifat obyektif. 


"Penyusunan sejarah harus dilakukan secara transparan, melibatkan para ahli yang kredibel, serta mempertimbangkan berbagai perspektif agar hasilnya obyektif dan mencerminkan kebenaran sejarah secara utuh," kata Lalu, saat dikonfirmasi, Jumat (9/5/2025). 


*Diklaim dibuat dengan jujur*


Sejarawan yang dilibatkan dalam penulisan ulang sejarah RI mengungkapkan bahwa pengalaman jatuh bangun bangsa, termasuk masa penjajahan, juga akan dimuat dalam buku sejarah versi terbaru. 


Hal ini diisyaratkan Ketua Tim Penulisan Sejarah RI, Susanto Zuhdi, saat ditanya apakah soal pelanggaran HAM berat juga akan dimuat dalam penulisan ulang sejarah RI.


Menurut dia, penulisan ulang sejarah RI harus bersifat jujur. 


Apapun pengalaman bangsa harus dimuat dalam penulisan meski tak selalu bagus. 


"Ya, kan pengalaman bangsa ini kan jatuh bangun, ya kan, enggak ada yang bagus, yang buruk, ya sejarah itu kan cermin sebetulnya gitu. 

Ya kita harus jujur dengan sejarah kita kalau kita mau maju," kata Susanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/5/2025). 


"Kita mau maju harus mempelajari sejarah, kan, apa pun sejarah yang pernah kita miliki gitu ya. Ini kan bangsa yang cerdas, bangsa yang pandai mengambil pelajaran dari sejarah, bukan begitu," tambah dia. 


Meski begitu, Susanto tetap meminta publik menunggu hasil kerja penulisan ulang sejarah yang masih berproses. 


"Ya nanti tunggu saja apa yang enggak akan kita tulis gitu," ungkap Guru Besar dari Universitas Indonesia (UI) itu.   


*Zaman prasejarah hingga penjajahan*


Penulisan ulang sejarah RI ini juga akan memuat sejak masa prasejarah hingga sejarah masa kini di Indonesia. 


Peninggalan sejarah, hingga fosil manusia zaman dahulu juga akan dibahas. 


"Jadi, kita gambarkan itu, perjalanan migrasi mereka itu, dan yang ada di sini sudah menetap di sini, jadi interaksi silang budaya kira-kira begitu ya, dari manusia yang membentuk kita sekarang ini. Jadi, kita mencari asal-usul dan memberikan penggambaran ya identitas kita sebagai bangsa, sejak awal tadi itu sampai masa kontemporer," tutur dia. 


Hal itu termasuk soal masa penjajahan di Indonesia juga akan dimuat dalam penulisan ulang sejarah RI tersebut, misalnya saat masa kolonialisme atau penjajahan oleh Belanda. 


"Iya, masuklah semua, kan itu kita dijajah lama, kan, masa apa gitu ya," ungkap Susanto. 


Penulisan ulang sejarah RI ini akan memuat proses era kemerdekaan.  


Menurut dia, setiap momen memiliki perjalanan dan cerita yang bersejarah. 


"Jadi, kita sama keluarga itu, para pahlawan, para tokoh-tokoh yang sudah menjadikan kita seperti sekarang ini, kan, iya kan, nah itu menjadi pelajaran dong," ujar dia. 


*Libatkan 120 sejarawan dan arkeolog*


Susanto mengatakan, program penulisan ulang sejarah yang sudah dikerjakan sejak Januari 2025 ini melibatkan sekitar 120 sejarawan-arkeolog. 


"Betul, ada 113 atau 117 ya, hampir 120 lah," kata dia. 


Dua sejarawan lainnya yakni Guru Besar dari Universitas Diponegoro (Undip) Singgih Tri Sulistiyono dan Guru Besar dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jajat Burhanuddin.  


 "Waktu bulan Januari itu kita merumuskan kerangka acuan, ya kami bertiga, kami ini editor umum, jadi tidak hanya saya sendiri, jadi sebetulnya ada editor umum, Prof Singgih Tri Sulistiyono, dari Undip itu, kemudian Prof Jajat Burhanuddin itu dari UIN Ciputat," ungkap dia. 


"Jadi, itu kami merumuskan kerangka acuannya, garis besarnya, kemudian diberikan ke 20 editor jilid, karena ada 10 jilid yang akan ditulis, nah itu mereka lalu merumuskan lagi, terus ya ongoing process, sampai sekarang ya sudah 60-70 persen," sambung Susanto. 


Bukan hanya sejarawan, proses penulisan ulang sejarah RI juga melibatkan para arkeolog karena terdapat penulisan prasejarah hingga era manusia kontemporer di Indonesia. 


"Bahkan, itu tidak hanya sejarah ya, artinya arkeologi ya, karena kan periode-periode lama kan itu arkeolog yang berperan," ujar dia. 


Nantinya, asal-usul nenek moyang serta percampuran budaya dengan dunia luar juga akan turut dimuat. 


"Jadi, kita mencari asal-usul memberikan penggambaran ya identitas kita sebagai bangsa, sejak awal tadi itu sampai masa kontemporer, begitu," tutur dia.

[15/5 19.41] rudysugengp@gmail.com: Menu Paket Makan di Hotel 


Paket Halal Bihalal di hotel Surabaya biasanya menawarkan berbagai menu lezat dengan harga yang bervariasi. Beberapa hotel menawarkan paket dengan harga mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 115.000 per orang. Menu biasanya mencakup makanan khas Lebaran dan hidangan lain yang disesuaikan dengan selera tamu. 


Menu yang biasanya ditawarkan dalam paket Halal Bihalal:

* Hidangan utama: Ayam bakar, daging sapi, nasi, sup, sayuran.

* Menu sampingan: Nasi liwet, nasi goreng, mie goreng, kerupuk, martabak.

* Minuman: Jus, teh, kopi, air mineral.

* Jajanan: Kue Lebaran, buah-buahan, makanan ringan.

[15/5 19.49] rudysugengp@gmail.com: *Menu AYCE*


Makanan "all you can eat" (AYCE) adalah konsep restoran di mana pengunjung membayar satu harga tetap untuk menikmati berbagai jenis makanan yang tersedia sepuasnya, tanpa batas, selama waktu yang telah ditentukan. 


Konsep ini seringkali menggunakan sistem prasmanan atau buffet, di mana pengunjung dapat mengambil makanan sendiri. 


Lebih rinci:


Harga tetap:

Pengunjung membayar satu harga untuk menikmati seluruh menu yang tersedia. 


Makan sepuasnya:

Tidak ada batasan jumlah makanan yang bisa diambil, selama waktu yang ditentukan. 


Pilihan menu:

Restoran AYCE biasanya menawarkan berbagai pilihan menu, seperti shabu-shabu, BBQ, steak, dan banyak lagi. 


Waktu terbatas:

Pilihan makan AYCE memiliki batasan waktu, seperti 1 jam, 1,5 jam, atau lebih. 


Konsep prasmanan/buffet:

Makanan disajikan di area prasmanan, di mana pengunjung dapat mengambil makanan sendiri. 


Contoh:

Restoran AYCE sering menawarkan paket shabu-shabu, BBQ, atau steak dengan beragam saus dan bahan tambahan. Pengunjung dapat mengambil makanan sebanyak yang mereka inginkan selama waktu yang ditentukan. 


Perbedaan dengan buffet:


Meskipun seringkali menggunakan konsep prasmanan, AYCE berbeda dari buffet biasa karena AYCE hanya memiliki satu harga untuk menikmati seluruh menu, 


sementara buffet mungkin menawarkan berbagai pilihan menu dengan harga yang berbeda.

[16/5 01.30] rudysugengp@gmail.com: 1.Pulau Nusa Barong (Jawa Timur)

Pulau ini tidak berpenghuni dan dianggap angker oleh masyarakat sekitar. Lokasinya yang terpencil dan tidak ada fasilitas membuatnya berbahaya untuk dikunjungi tanpa izin atau pemandu lokal.


2.Gunung Kemukus (Jawa Tengah)

Dulunya dikenal sebagai tempat ritual nyeleneh yang bertentangan dengan norma agama dan sosial. Pemerintah kini melarang praktik-praktik tersebut dan mengawasi ketat kunjungan ke sana.


3.Pulau Niihau versi Indonesia – Pulau Kakaban Tanpa Izin (Kalimantan Timur)

Meskipun Pulau Kakaban terkenal karena danau ubur-uburnya, sebagian wilayahnya dilindungi ketat. Masuk tanpa izin dari pengelola konservasi dapat melanggar hukum dan merusak ekosistem.


4.Gunung Salak (Jawa Barat)

Gunung ini dikenal sebagai "gunung maut" karena banyaknya kecelakaan pendaki dan pesawat jatuh. Kabut tebal, cuaca ekstrem, dan medan sulit membuatnya sangat berbahaya bagi pendaki pemula.


5.Pulau Komodo (NTT) – Area tertentu tanpa pemandu

Meski populer, beberapa zona liar di pulau ini sangat berbahaya karena komodo bersifat agresif dan sulit diprediksi. Pengunjung dilarang masuk tanpa pengawasan ranger.


6.Alas Purwo (Banyuwangi, Jawa Timur)

Hutan ini dipercaya sebagai kerajaan jin dan tempat pertemuan makhluk halus. Masyarakat sekitar menyarankan agar tidak masuk sembarangan, apalagi dengan niat buruk.


7.Pulau Biawak (Jawa Barat)

Walau indah, pulau ini memiliki perairan yang sering dilaporkan berarus kuat dan banyak bangkai kapal karam. Minimnya pengawasan membuatnya berisiko tinggi bagi wisatawan tanpa persiapan.


8.Danau Toba – Pulau Samosir bagian tertentu

Ada area di sekitar Pulau Samosir yang dianggap sakral oleh suku Batak dan hanya boleh dikunjungi oleh orang-orang tertentu pada waktu tertentu, biasanya saat upacara adat.

Dari semua tempat yang indah ini,mana yang ingin kalian kunjungi besty.......

[16/5 01.31] rudysugengp@gmail.com: Nyi Roro Kidul adalah anak dari Raja Prabu Siliwangi dari kerajaan Pakuan Pajajaran. Ibunya adalah permaisuri kinasih, permaisuri yang paling disayangi oleh Prabu Siliwangi. Nyi Roro Kidul yang semula bernama Putri Kandita, memiliki paras cantik melebihi ibunya. Oleh karena itu, tidak heran Kandita menjadi putri kesayangan ayahnya.


Sikap Prabu Siliwangi tersebut menumbuhkan kecemburuan antara selir dan putra-putri raja lainnya. Akhirnya, mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Kandita dan ibunya. Singkat cerita, Kandita dan ibunya terserang penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Semula mereka dikucilkan lalu diusir dari istana atas perintah Prabu Siliwangi karena desakan selir dan putra putrinya.


Putri Kandita dan permaisuri pergi berkelana menuju selatan wilayah kerajaan. Dalam perjalanan, permaisuri meninggal dunia. Dalam pengembaraannya, Putri Kandita tiba di sebuah aliran sungai. Tanpa ragu, ia menikmati air sungai sepuas hatinya. Ia menyusuri aliran sungai ke arah hulu dan menemukan beberapa mata air yang menyembur deras. Lantas, ia berendam. Dengan kesendiriannya, ia menetap di dekat sumber air panas dan melatih olah kanuragan. Setelah sekian lama tinggal di sungai, tanpa disadari penyakitnya pun berangsur-angsur hilang.


Setelah sembuh, Kandita melakukan perjalanan ke arah hilir sungai. Kandita terpesona saat tiba di muara sungai yang dekat dengan laut. Setelah itu, Putri Kandita memutuskan untuk bermukim di wilayah tepi laut sebelah selatan wilayah Pakuan Pajajaran.


Selama menetap disana, Kandita dikenal luas hingga ke berbagai kerajaan di pulau Jawa sebagai seorang wanita yang cantik. Sejak saat itu, banyak pangeran yang ingin mempersuntingnya. Menghadapi para pelamar, ia mengajukan syarat yaitu para pelamar harus mengalahkan kesaktiannya termasuk bertempur dengan gelombang laut di pantai selatan pulau Jawa.


Apabila para pelamar kalah, maka mereka harus tunduk menjadi pengiringnya. Pertempuran tersebut sering dilakukan di kawasan sebuah teluk yang ada di pantai selatan. Putri Kandita bisa menguasai gelombang laut selatan sehingga mendapat gelar Ratu Nyi Roro Kidul yang artinya Ratu Penguasa Pantai Selatan.

.

.

.

#sorotan #jangkauan #nyirorokidul #pantaiselatan #mitos #fyp

#budaya

#ceritanusantara #ceritarakyat

#kisahinspiratif

[16/5 21.40] rudysugengp@gmail.com: Paket Makan di Hotel 


Paket Halal Bihalal di hotel Surabaya biasanya menawarkan berbagai menu lezat dengan harga yang bervariasi. 

Beberapa hotel menawarkan paket dengan harga mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 115.000 per orang. 

Menu biasanya mencakup makanan khas Lebaran dan hidangan lain yang disesuaikan dengan selera tamu. 


Menu yang biasanya ditawarkan dalam paket Halal Bihalal:

* Hidangan utama: Ayam bakar, daging sapi, nasi, sup, sayuran.

* Menu sampingan: Nasi liwet, nasi goreng, mie goreng, kerupuk, martabak.

* Minuman: Jus, teh, kopi, air mineral.

* Jajanan: Kue Lebaran, buah-buahan, makanan ringan.


*Menu AYCE*


Makanan "all you can eat" (AYCE) adalah konsep restoran di mana pengunjung membayar satu harga tetap untuk menikmati berbagai jenis makanan yang tersedia sepuasnya, tanpa batas, selama waktu yang telah ditentukan. 


Konsep ini seringkali menggunakan sistem prasmanan atau buffet, di mana pengunjung dapat mengambil makanan sendiri. 


Lebih rinci:


Harga tetap:

Pengunjung membayar satu harga untuk menikmati seluruh menu yang tersedia. 


Makan sepuasnya:

Tidak ada batasan jumlah makanan yang bisa diambil, selama waktu yang ditentukan. 


Pilihan menu:

Restoran AYCE biasanya menawarkan berbagai pilihan menu, seperti shabu-shabu, BBQ, steak, dan banyak lagi. 


Waktu terbatas:

Pilihan makan AYCE memiliki batasan waktu, seperti 1 jam, 1,5 jam, atau lebih. 


Konsep prasmanan/buffet:

Makanan disajikan di area prasmanan, di mana pengunjung dapat mengambil makanan sendiri. 


Contoh:

Restoran AYCE sering menawarkan paket shabu-shabu, BBQ, atau steak dengan beragam saus dan bahan tambahan. 

Pengunjung dapat mengambil makanan sebanyak yang mereka inginkan selama waktu yang ditentukan. 


Perbedaan dengan buffet:


Meskipun seringkali menggunakan konsep prasmanan, 

AYCE berbeda dari buffet biasa karena AYCE hanya memiliki satu harga untuk menikmati seluruh menu, 


sementara buffet mungkin menawarkan berbagai pilihan menu dengan harga yang berbeda.


AYCE biasanya makan dengan semua orang.


Jika Halbil biasanya ada ruang khusus, Sound, Lcd, dalam kelompok tertentu.

[17/5 12.58] rudysugengp@gmail.com: Riwayat Hidup Raden Arya Gugur (1429–1491 M)

1429 M — Kelahiran dan Latar Keluarga


Nama lahir: Raden Arya Santun Wiraatmaja, kemudian dikenal sebagai Arya Gugur.


Tempat lahir: Padepokan Kraton Wilwatikta Timur (dekat Lumajang).


Ayah: Bhre Parakramawardhana, bangsawan senior dan figur kuat dalam restrukturisasi wilayah Majapahit Timur.


Ibu: Ratu Champa, permaisuri berdarah campuran Indocina yang mempererat hubungan diplomatik Majapahit–Champa sejak akhir abad ke-14 (Widjajanto, Dinamika Diplomasi Jawa–Indocina, 2003: 133).


Dibesarkan dalam lingkungan istana namun dididik secara ketat di luar keraton untuk memperkuat disiplin dan pengetahuan tentang kehidupan rakyat pedalaman.


1444–1451 M — Pendidikan dan Pembentukan Watak


Mengenyam pendidikan sastra negara dan strategi militer di pusat pelatihan Kaputren Lawang Ombo, bersama anak-anak bangsawan timur.


Menguasai bahasa Kawi, Sansekerta, dan Champa Tua sebagai bagian dari pendidikan diplomasi.


Tahun 1451: Ditugaskan sebagai pengamat lapangan dalam konflik perbatasan di wilayah Ngawi, di bawah arahan militer Bhre Tumapel.


1455–1462 M — Karier Awal dan Pengaruh Politik


Meninggalkan lingkungan istana atas permintaan pribadi, untuk hidup di kalangan prajurit dan petani di Ngawi.


Diangkat sebagai Penguasa Lapangan wilayah hutan barat daya dan dipercaya oleh ayahandanya untuk menertibkan jalur dagang antara Madiun dan Alas Kethu.


Secara de facto memimpin wilayah Ngawi sebelum pengangkatan resmi.


1462 M — Pengangkatan Resmi sebagai Adipati Ngawi


Diangkat sebagai Adipati Ngawi oleh ayahandanya sendiri, Bhre Parakramawardhana, bukan karena warisan darah semata, tetapi karena terbukti mampu mengelola konflik agraria dan militer lokal (Kartasasmita, Administrasi Lokal Jawa Kuna, 1995: 203).


Membangun jaringan irigasi skala wilayah dan memperkenalkan metode distribusi hasil bumi melalui sistem kartawilayah.


1468–1470 M — Ekspansi ke Selatan


Meneruskan proyek kolonisasi yang telah dirancang bersama ibundanya, Ratu Champa, untuk mengembangkan kawasan selatan Majapahit.


Memimpin pengiriman migrasi 1.200 kepala keluarga ke dataran tinggi selatan yang belum tersentuh struktur birokrasi formal.


1470 M — Pendirian Kerajaan Pandan Segugur


Menetapkan ibu kota baru di dataran Pandan Segugur, dan menyusun sistem pemerintahan semi-mandiri berbasis desa-sekala (unit lokal agraris).


Menjaga hubungan ideologis dengan Majapahit Timur sambil membangun kemandirian administratif dan pertahanan lokal.


1475–1488 M — Masa Konsolidasi


Mendirikan institusi Balai Musyawarah Tani-Rakyat, tempat dialog antar kelompok rakyat, bangsawan, dan militer.


Meningkatkan relasi perdagangan ke kawasan pesisir utara dan memperkuat benteng pertahanan pegunungan.


Menjalin kontak diplomatik informal dengan penguasa Panarukan dan pemimpin komunitas agraris di Pegunungan Wilis.


1489–1491 M — Masa Akhir dan Wafat


Menyerahkan kekuasaan pemerintahan harian kepada Dewan Pandan Selatan, dan memfokuskan diri pada pendidikan cucu-cucunya.


Wafat pada tahun 1491, usia sekitar 62 tahun, karena penyakit paru-paru yang kronis akibat udara dingin lembah tinggi Kanir.


Dimakamkan di bukit Jabal Kanir, dekat kawasan Hargasanten, yang dijadikan tempat penghormatan untuk para pemimpin Pandan Segugur berikutnya.


REFERENSI


1. Widjajanto, L. (2003). Dinamika Diplomasi Jawa–Indocina: Hubungan Majapahit dan Kawasan Maritim Asia Tenggara Abad ke-13–15. Yogyakarta: Pustaka Riset Maritim Nusantara.


Rujukan utama untuk asal-usul Ratu Champa dan relasi Majapahit–Champa. Digunakan untuk bagian kelahiran Arya Gugur dan pengaruh diplomatik ibundanya.


2. Kartasasmita, R. (1995). Administrasi Lokal Jawa Kuna: Studi Tata Wilayah Kadipaten Pasca-Majapahit. Jakarta: Lembaga Sejarah Negara.


Menjadi rujukan kebijakan Arya Gugur sebagai Adipati Ngawi dan sistem kartawilayah yang ia bangun (khusus bagian 1462 M).


3. Santoso, A. (1999). Etika Politik dan Pendidikan Militer Bangsawan Timur di Akhir Majapahit. Surabaya: Dharma Sejarah Nusantara.


Digunakan untuk menggambarkan pendidikan Arya Gugur di Kaputren Lawang Ombo (1444–1451 M).


4. Rahardjo, S. (2007). Struktur Sosial dan Kolonisasi Agraria di Jawa Timur Abad ke-15. Malang: Nusa Historika Press.


Sumber utama untuk migrasi penduduk ke Pandan Selatan dan konteks pembentukan komunitas agraris semi-mandiri.


5. Nugroho, T. (2017). Kartabumi dan Sistem Pemerintahan Agraris di Wilayah Pinggiran Majapahit. Semarang: Institut Nusantara Mandiri.


Mendukung penjelasan tentang sistem desa-sekala dan pemetaan administratif Pandan Segugur pasca-1470.


6. Sutrisno, H. (2002). Politik Pertahanan Lokal dalam Transisi Kekuasaan Jawa Abad ke-15. Solo: Penerbit Bentara Budaya.


Menjelaskan strategi militer defensif Arya Gugur dan hubungannya dengan daerah perbatasan (1475–1488 M).

7. Widyapratama, D. (2012). Pemimpin Lokal dan Pewarisan Nilai Kenegaraan di Era Fragmentasi Jawa. Bandung: Loka Sejarah Timur.

8. Pusat Dokumentasi Sejarah Wilwatikta Timur (PDSWT) (1994). Naskah Ngawi Selatan dan Fragmen Lawang Ombo. Arsip Manuskrip Digital.

Ditulis : Prasetyo 13 mei 2025

@sorotan

[17/5 14.46] rudysugengp@gmail.com: Akhirnya, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia diresmikan pada 17 Mei 1980. Melansir Kompas.com, hal ini tertuang dalam keputusan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0164/0/1980. Tanggal pendirian Perpusnas RI ini lantas menjadi tanggal peringatan Hari Buku Nasional, atau kerap disebut juga Hari Literasi Nasional di Indonesia. Tahun ini, Hari Buku Nasional 2025 bertepatan dengan hari Sabtu, 17 Mei.

[18/5 00.39] rudysugengp@gmail.com: KEBENGISAN AMANGKURAT II PADA BEKAS SEKUTUNYA, RADEN TRUNAJAYA


Adipati Anom menjadi Raja Mataram menggantikan sang ayah, Amangkurat I.


Pengangkatan dirinya sebagai Amangkurat II dilakukan di Masjid Banyumas, setelah membatalkan niatnya berangkat ke Batavia untuk naik haji ke Makkah.


Sang ayah, Amangkurat I melarikan diri dari Istana Plered karena diserbu pasukan Raden Trunajaya dari Madura.


Dengan bantuan Belanda, akhirnya Amangkurat II bisa menghancurkan kekuatan Trunajaya. 


Sang pangeran Madura itu terdesak dan terkurung di gunung Ngantang.


Dalam kekalahannya, sang istri membujuk Raden Trunajaya agar menyerahkan diri dan mengakui kesalahannya karena telah menggempur istana Mataram.


Sang istri, Kleting Ungu, adalah anak Amangkurat I, sekaligus adik raja mataram Amangkurat II.


Kleting Ungu meyakinkan suaminya bahwa kakaknya akan memaafkan apabila Raden Trunajaya mau minta maaf.


Maka, turunlah Raden Trunajaya dari persembunyiannya di gunung Ngantang.


Amangkurat II sudah mengepung gunung Ngantang, dan memerintahkan Adipati Cakraningrat untuk menjemput Raden Trunajaya.


Begitu melihat Raden Tunajaya turun gunung, Adipati Cakraningrat langsung merangkul dan memeluknya.


"Agar kamu terlihat sungguh-sungguh telah mengaku salah dan sudah menyerah, saya ikat tanganmu, saya tutup matamu dengan kain."


Raden Trunajaya menurut dan menerima perlakuan itu.


Apalagi Adipati Cakraningrat, pemimpin Surabaya itu kemudian meyakinkannya.


"Kalau nanti Raja Mataram marah, saya yang akan melindungimu, saya yang akan menghalanginya..."


Maka, dengan mata tertutup Raden Trunajaya, sang peberontak besar itu dibawa ke Istana Mataram.


Di sepanjang jalan, kedatangan pangeran pemberani gagah perkasa itu disambut meriah bagaikan tamu agung.


Pagar betis dari prajurit, para bupati, dan prajurit Belanda berbaris rapi di sepanjang jalan untuk menghormatinya.


Begitu masuk istana, meriam dibunyikan, senjata api dinyalakan, gamelan bertalu-talu, tambur berdentang-dentang seperti tengah mengarak pengantin.


Raden Trunajaya pucat.


Sesampai di hadapan Amangkurat II, raja yang dulu pernah menjadi sekutunya, dan sekarang menjadi lawan, ia menyembah dan mengaku salah.


Amangkurat II berkata lembut pada adik iparnya.


"Adikku Trunajaya, saya punya hutang kepadamu. Dan sekarang saya ingin melunasinya. 


"Sejak meninggalnya ayah saya, saya punya satu keinginan. Bahwa keris pusaka saya, Kanjeng Kyai Belabar, tidak akan saya buatkan sarungnya, sebelum saya sarungkan ke dadamu."


Mendengar ucapan itu, seluruh bupati mendekat dan bersiaga, semua sudah tanggap dengan kata-kata itu.


Raden Trunajaya yang masih ditutup matanya dipapah ke hadapan raja.


Kemudian dengan cepat, Amangkurat II mencabut keris Kanjeng Kyai Belabar, dan menikamkan ke dada Raden Trunajaya.


Tikaman yang sangat kuat hingga dari dada tembus ke punggung, darah pun langsung menyembur.


Para bupati langsung mengikuti langkah sang raja. Ramai-ramai menikamkan kerisnya ke dada Raden Trunajaya, hingga tercabik-cabik.


Amangkurat II kemudian berteriak, "Makan hati si bangsat itu!"


Para bupati langsung membedah dada Raden Trunajaya. 


Mengiris hatinya, dicincang kecil seujung kuku, lalu dibagikan pada semua yang hadir, kemudian mereka memakannya mentah-mentah.


Tumenggung Jangrana dan Tumenggung Hanggabaya yang datang terlambat tidak kebagian hati Raden Trunajaya. Hanya bisa menusukkan kerisnya ke dada mayat yang sudah hacur, kemudian melumurkan darah ke badan keduanya.


Sesudah itu, kepala Raden Trunajaya dipenggal. Lalu diletakkan di bawah kaki Amangkurat II, menjadi pijakan kaki.


Setelah Raja Mataram pergi meninggalkan paseban, seluruh yang hadir diwajibkan menjadikan kepala Raden Trunajaya sebagai kesed untuk membersihkan kaki mereka.


Setelah itu, kepala pangeran yang malang itu dimasukkan dalam lumpang, dipukul dengan alu hingga hancur lebur.


Sang istri, Kleting Ungu, setelah mengetahui perlakuan kakaknya pada suaminya langsung naik pitam.


Suaminya yang telah dengan pasrah mengaku salah ternyata tidak dimaafkan seperti perkiraannya.


Justru diperlakukan dengan sangat kejam keji bengis dan sangat tidak manusiawi.


Kleting Ungu pun mengutuk Raja Mataram, kakak kandungnya.


Namun, ia hanya bisa menangis sejadi-jadinya.


Ia merasa sangat bersalah, karena sang suami mau turun gunung adalah karena bujukannya.


Karena yakin dengan ucapannya bahwa sang kakak akan memaafkan kesalahannya.


(Dikutip dari Babad Tanah Jawi)


#books

[18/5 00.40] rudysugengp@gmail.com: "Standing Warrior" ditemukan di Dieng, Jawa, menggambarkan keberanian masyarakat kuno lebih dari 2.500 tahun lalu.


Figur perunggu Standing Warrior dari Jawa yang berasal dari sekitar 500 SM hingga 300 M merupakan contoh luar biasa dari seni awal Indonesia. Patung-patung kecil ini menggambarkan sosok prajurit lengkap dengan senjata dan ornamen detail, mencerminkan masyarakat yang erat dengan dunia ritual dan peperangan. Mereka menjadi bukti kemampuan metalurgi nenek moyang di Jawa, jauh sebelum pengaruh Hindu-Buddha mendominasi.


Figur ini kemungkinan dibuat oleh masyarakat dari budaya Dieng atau Buni, dua peradaban kuno di Jawa yang dikenal aktif sejak awal milenium pertama SM. Lingkungan alam Jawa yang subur—dengan tanah vulkanik kaya mineral dan iklim tropis yang stabil antara 20–35°C—mendukung pertanian, terutama padi sawah, yang sudah ada sejak 1000 SM. Kemakmuran ini memungkinkan masyarakat untuk tidak hanya bertani, tetapi juga mengembangkan seni dan budaya, termasuk membuat benda-benda logam seperti Standing Warrior.


Dengan demikian, patung ini tidak hanya merepresentasikan prajurit, tetapi juga mencerminkan struktur sosial, teknologi, dan spiritualitas masyarakat Jawa kuno. Mereka adalah saksi bisu perkembangan awal kebudayaan Nusantara yang maju dan kompleks.


#StandingWarrior

#JawaKuno

#SeniPerunggu

[18/5 00.40] rudysugengp@gmail.com: 7 Raja-Raja Jawa Terkejam Sepanjang Sejarah


1. Kertajaya – Raja Kediri yang Mengaku Sebagai Dewa


Kertajaya alias Dandang Gendis, dikenal sebagai raja terakhir Kerajaan Kediri. Ia mengaku dirinya sebagai Dewa bukan lagi sebagai wakil dewa, tapi Dewa itu sendiri, dan memaksa kaum brahmana untuk menyembahnya. Penolakan para brahmana membuat mereka berpihak pada Ken Arok. Akhirnya, pada 1222, Ken Arok mengalahkan Kertajaya di Pertempuran Ganter dan mengakhiri Kerjaan Kediri dan memulai era Kerajaan Singhasari. Kekalahan ini dianggap sebagai akibat dari kesombongan dan kezaliman Kertajaya.


2. Ken Arok – Pendiri Singhasari yang Licik


Ken Arok, tokoh utama dalam kitab Pararaton, naik ke tampuk kekuasaan lewat serangkaian tipu daya dan pembunuhan. Ia membunuh Tunggul Ametung dan merebut istrinya, Ken Dedes, demi mendirikan Singhasari. Ia juga membvnvh Kebo Hijo untuk menghapus jejak kejahatannya. 


Kekuasaan Ken Arok diwarnai dengan dendam turun-temurun, hingga akhirnya ia sendiri dibvnvh oleh Anusapati, putra Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Pertikaian keluarga ini menciptakan siklus balas dendam berlanjut: Anusapati dibvnvh Tohjaya (putra Ken Arok), Tohjaya kemudian dibvnvh oleh Ranggawuni (putra Anusapati), hingga akhirnya keturunan mereka saling membvnvh.


3. Kertanegara – Raja Terakhir Singhasari yang Ekspansif


Kertanegara adalah raja terakhir Kerajaan Singhasari yang dikenal ambisius, ekspansioner, dan otoriter. Ia bercita-cita menyatukan Nusantara serta menggabungkan ajaran Hindu-Buddha dengan budaya Jawa melalui aliran Tantrayana. Namun, kebijakan religiusnya menimbulkan konflik dengan kaum Brahmana, bahkan berujung pada pemaksaan keyakinan.


Dalam pemerintahannya, Kertanegara bersikap keras dan tak segan menindak lawan politik dengan kekuatan militer. Ia memecat patih senior Mpu Raganata karena menolak Ekspedisi Pamalayu, serta memutasi Arya Wiraraja dan Mpu Wirakreti, yang menimbulkan ketidakpuasan dan memicu pemberontakan Kalana Bhayangkara.


Ia juga terkenal karena berani mempermalukan utusan Kubilai Khan dengan memotong telinganya, yang kemudian menjadi pemicu invasi Mongol ke Jawa pada 1293. Namun, sebelum invasi itu terjadi, Kertanegara tewas dalam Pemberontakan Jayakatwang dari Kediri. Kematian Kertanegara menandai runtuhnya Kerajaan Singhasari.


4. Jayanegara – Raja Majapahit yang Paranoid


Jayanegara adalah putra dari Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit. Ia naik takhta sebagai raja kedua Majapahit, mewarisi darah bangsawan Jawa dari sang ayah dan darah Melayu dari ibunya, Dara Petak atau Indreswari, seorang putri dari Kerajaan Dharmasraya.


Jayanegara dikenal sebagai raja Majapahit yang lemah dan kejam, Pararaton bahkan menyebutnya dengan nama ejekan Kalagemet, yang berarti “lemah” atau “jahat.” Julukan ini bukan tanpa alasan, sebab kepemimpinannya ditandai oleh sifat paranoid, kejam, dan otoriter. Ia tak segan menyingkirkan siapa pun yang dianggap mengancam kekuasaannya, termasuk para tokoh yang dulu setia mendampingi ayahnya.


Sifat paranoid dan otoriternya memicu serangkaian pemberontakan besar, termasuk oleh Ranggalawe (1309), Lembu Sora (1311), Nambi (1316), Ra Semi (1318), dan Ra Kuti (1319). Meski berhasil melewati pemberontakan, Jayanegara hidup dalam ketakutan dan hanya mempercayai orang-orang tertentu, termasuk tabib sekaligus pengawalnya, Ra Tanca. Ironisnya, pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibvnvh oleh Ra Tanca yang merupakan orang kepercayaannya sendiri.


5. Panembahan Senopati – Pendiri Mataram yang Ambisius


Senopati dikenal sebagai sosok yang ambisius. Ia berasal dari kalangan rakyat biasa yang bercita-cita menjadi Raja Jawa. 


Kariernya dimulai dari sayembara membvnvh Arya Penangsang, yang membawanya mendapatkan tanah Mataram dari Sultan Adiwijaya. Ia menyingkirkan lawan politiknya, termasuk Ki Ageng Mangir yang dibvnvh lewat tipu daya dengan bantuan putrinya sendiri, Rara Pembayun. Ia juga menaklukkan wilayah demi wilayah dengan kekuatan militer brutal. 


Konsolidasi kekuasaannya menggunakan cara kekerasan ditentang oleh para Adipati di Jawa Timur yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Hal ini memaksa Mataram banyak melakukan pertumpahan darah di awal kepemimpinan Senopati. Kekejaman Senopati mencerminkan realitas keras dalam proses terbentuknya Kerajaan Mataram Islam di Jawa.


6. Sultan Agung – Penakluk Jawa yang Kejam


Sultan Agung adalah raja terbesar Mataram yang dikenal ambisius dalam menyatukan Pulau Jawa. Ia melancarkan ekspansi militer ke wilayah-wilayah seperti Surabaya, Madura, Blambangan, Priangan, hingga Batavia, disertai kekerasan dan hukuman mati. Ia menindak tegas para pejabat yang gagal atau membangkang dalam menjalankan tugas, seperti Tumenggung Mandurorejo dan Dipati Ukur. 


Sultan Agung dikenal keras dalam menangani perlawanan internal. Seperti pemberontakan Pati, Madura, dan Priangan ditumpas habis. Para pemberontak dan keluarga mereka sering dihukum mati atau diasingkan.


Selain itu, Sultan Agung mempromosikan Islam dan menempatkan budaya Jawa Mataram sebagai identitas sentral, sehingga beberapa kelompok yang mempertahankan tradisi lokal seperti Blambangan yang masih beragama Hindu dianggap sebagai ancaman dan diperangi.


7. Amangkurat I – Penguasa Mataram Paling Bengis


Dijuluki “Fir’aun dari Tanah Jawa”, Amangkurat I terkenal karena kekejamannya yang ekstrem. Pada 1647, ia memerintahkan mengeksekusi 5.000-6.000 ribu ulama dan kerabatnya demi mengamankan kekuasaannya. Selain itu, ia melarang praktik keagamaan yang dianggap dapat mengganggu kekuasaannya. 


Dalam upaya untuk menghilangkan saingan politiknya, Amangkurat I tak segan membvnvh kerabatnya sendiri, termasuk adik-adiknya, paman, dan mertuanya (Pangeran Pekik dari Surabaya). Ia juga mengeksekusi bangsawan yang dianggap tidak loyal, seperti Tumenggung Wiraguna.


Amangkurat I memiliki hubungan erat dengan VOC, yang memperburuk konflik internal dan memperlemah Mataram. Kekejamannya memicu pemberontakan besar, seperti Pemberontakan Trunajaya (1674–1680) yang didukung bangsawan Jawa Timur dan Makassar. Amangkurat I akhirnya kabur dari istananya dan menuju ke Batavia untuk meminta bantuan VOC. Namun, ia meninggal dalam pelariannya ketika di Banyumas dan dimakamkan di Tegal (1677).

[18/5 00.42] rudysugengp@gmail.com: TERB*N*HNYA TRUNAJAYA MENJADI AWAL MULA BELANDA 'MENJAJAH' JAWA


Keberhasilan penangkapan Raden Trunajaya karena bantuan pasukan Kompeni Belanda.


Karenanya, Kompeni Belanda meminta bayaran yang sangat tinggi pada Raja Mataram, Amangkurat II.


Kompeni Belanda mendapatkan keleluasaan perdagangan dan penguasaan wilayah di Jawa, dan diikat dalam sebuah perjanjian yang sangat merugikan Mataram.


Perjanjian itu ditandatangani oleh Amangkurat II, berisi delapan poin.


Satu.

Kompeni Belanda akan membantu setiap usaha Mataram untuk memerangi musuh-musuhnya dengan ganti biaya perang sebesar 310.000 Ringgit, dengan jaminan Pelabuhan Semarang.


Sebelum Amangkurat II dapat membayar hutangnya, maka Pelabuhan Semarang berada di bawah pengelolaan Kompeni Belanda.


Dua.

Batas sungai Karawang ditetapkan menjadi batas wilayah Kompeni Belanda dan Kerajaan Mataram.


Tiga.

Ekstradisi budak-budak pelarian dari kedua wilayah.


Empat.

Kompeni Belanda dibebaskan dari seluruh bea cukai di semua pelabuhan Mataram.


Lima.

Hak membangun benteng Kompeni Belanda di wilayah Mataram.


Enam.

Kerajaan Mataram wajib menyerahkan 4.000 pikul beras pada Kompeni Belanda setiap tahun.


Tujuh.

Kompeni Belanda diberi hak monopoli candu.


Delapan.

Kompeni diberi hak kuasa atas Cirebon dan selatan Batavia.


Begitulah awal mula Belanda masuk 'menjajah' Jawa.


Semakin sering terjadi konflik kekuasaan, Kompeni Belanda semakin mendapat banyak keuntungan.


#books

[18/5 00.43] rudysugengp@gmail.com: Situs Patok Gajah adalah salah satu peninggalan bersejarah yang terletak di kompleks Pendopo Agung, Dusun Nglinguk, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.  Batu ini memiliki bentuk segi enam dan ditancapkan miring dengan kemiringan sekitar 45 derajat.  Menurut legenda, batu ini ditancapkan oleh Mahapatih Gajah Mada setelah mengucapkan Sumpah Palapa sebagai simbol kesaktiannya di hadapan para pembesar Majapahit  .


Batu Patok Gajah dikenal karena keunikannya yang sulit dicabut atau dipindahkan, bahkan dengan bantuan alat berat sekalipun.  Masyarakat setempat meyakini bahwa batu ini tidak memiliki pangkal yang jelas dan mungkin menembus hingga ke Kolam Segaran yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi batu  .


Pendopo Agung sendiri merupakan bangunan bersejarah yang dibangun oleh Kodam V Brawijaya melalui Yayasan Bina Mojopahit pada tahun 1964 hingga 1973.  Bangunan ini berbentuk joglo dengan tiang utama atau soko guru yang beralaskan batu umpak peninggalan Kerajaan Majapahit  . Di bagian belakang Pendopo Agung terdapat dinding dengan relief yang mengisahkan sejarah Kerajaan Majapahit, termasuk penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit. 


Situs Patok Gajah dan Pendopo Agung Trowulan menjadi saksi bisu dari sejarah besar Kerajaan Majapahit dan peran penting Mahapatih Gajah Mada dalam menyatukan Nusantara.  Keduanya kini menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik bagi para pengunjung yang ingin mengenal lebih dekat warisan budaya Indonesia. 


#viral

#fyp

#mojokertoini

#situspatokgajahtrowulan

#pendopoagung

#majapahit

[18/5 00.44] rudysugengp@gmail.com: Misteri Jasad Trunojoyo: Akhir Pertarungan Sang Ksatria Melawan Kekuasaan Tirani

Raden Trunojoyo, seorang bangsawan Madura keturunan Pangeran Cakraningrat I, menjadi simbol perjuangan melawan tirani dan penindasan di Jawa pada abad ke-17. Kisah hidupnya yang penuh liku menggambarkan semangat seorang pejuang yang melawan ketidakadilan, baik dari penguasa Kesultanan Mataram maupun kolonial VOC. Namun, akhir hidupnya yang tragis dan penuh misteri menyisakan pertanyaan besar: di mana jasadnya kini bersemayam?


Trunojoyo dikenal sebagai sosok yang tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk rakyat. Ia menolak tunduk pada kekuasaan Amangkurat I dan II yang dianggap telah mengkhianati rakyat demi kepentingan VOC. Dalam perjuangannya, ia berhasil mengguncang fondasi Mataram dan menjadikan dirinya sebagai ancaman terbesar bagi kekuasaan di Jawa kala itu.


* Awal Perjuangan: Dari Protes hingga Revolusi


Trunojoyo lahir dari keluarga bangsawan Madura. Ayahnya, Raden Demang Molojo, wafat ketika Trunojoyo masih kecil, meninggalkan luka mendalam yang memengaruhi pandangan hidupnya. Pendidikan Islam yang diterimanya sejak dini membentuk karakter tegas dan keberanian dalam melawan kezaliman.


Hubungan dekatnya dengan Pangeran Adipati Anom (kemudian menjadi Amangkurat II) di Keraton Mataram menjadi awal dari keterlibatannya dalam dinamika politik kerajaan. Namun, kesewenang-wenangan Amangkurat I—termasuk pembantaian ribuan ulama dan pengikut mereka pada 1659—mendorong Trunojoyo untuk mengambil sikap tegas. Bersama Raden Kajoran, mertua dan mentornya, Trunojoyo menyusun rencana revolusi melawan Mataram.


* Puncak Kekuasaan Trunojoyo: Panembahan Maduretno


Pada 1674, Trunojoyo memulai pemberontakan dengan bantuan pasukan Madura dan sekutunya dari Makassar di bawah pimpinan Karaeng Galesong. Perlawanan ini dengan cepat berkembang menjadi ancaman besar bagi Mataram. Dalam waktu singkat, ia berhasil menguasai wilayah pesisir utara Jawa, termasuk Surabaya dan Gresik. Trunojoyo kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Panembahan Maduretno dan mendirikan pemerintahan independen.


Namun, pengaruh Trunojoyo tidak hanya mencemaskan Mataram. VOC, yang berkepentingan menjaga stabilitas perdagangan di Jawa, memandangnya sebagai ancaman langsung. Pada 1677, Amangkurat II menandatangani Perjanjian Jepara dengan VOC, menyerahkan wilayah pesisir utara Jawa sebagai imbalan atas bantuan VOC untuk menumpas Trunojoyo.


* Perang dan Kekalahan: Trunojoyo di Bukit Selokurung


Pertempuran besar antara pasukan Trunojoyo dan aliansi Mataram-VOC terjadi di lereng Gunung Kelud, tepatnya di Bukit Selokurung. Pasukan VOC di bawah pimpinan Kapitan Francois Tack berhasil mengepung Trunojoyo, meskipun perlawanan sengit terus diberikan. Pada 27 Desember 1679, Trunojoyo akhirnya ditangkap dan dibawa ke hadapan Amangkurat II di Payak, Bantul.


* Eksekusi Brutal: Simbol Kekejaman Kekuasaan


Eksekusi mati Trunojoyo menjadi salah satu yang paling bengis dalam sejarah Jawa. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II, dengan keris Kyai Balabar, menusuk jantung Trunojoyo hingga menembus punggungnya. Namun, kekejaman tidak berhenti di situ. Tubuhnya dicabik-cabik, kepalanya dipenggal, dan hatinya dimakan mentah oleh para pejabat keraton atas perintah raja.


Bagian paling mengerikan adalah penggunaan kepala Trunojoyo sebagai keset kaki para abdi dalem dan pelayan keraton, sebelum akhirnya ditumbuk hingga hancur di lumpang batu. Tindakan ini bukan hanya menunjukkan kebencian mendalam Amangkurat II, tetapi juga sebagai peringatan kepada siapa saja yang berani menantang kekuasaannya.


* Misteri Jasad Trunojoyo: Di Mana Ia Bersemayam?


Setelah eksekusi, keberadaan jasad Trunojoyo menjadi misteri besar. Tidak ada catatan resmi mengenai tempat pemakamannya. Beberapa sumber menyebutkan jasadnya dibuang begitu saja, sementara cerita lain menyatakan bahwa pengikut setianya diam-diam membawa jasad tersebut untuk dimakamkan secara layak. Hingga kini, tidak ada makam yang diakui sebagai persemayaman terakhir Trunojoyo.


Misteri ini semakin memperkuat statusnya sebagai legenda. Bagi sebagian besar masyarakat Madura dan Jawa, Trunojoyo adalah pahlawan yang melampaui zamannya. Kisah perjuangannya terus hidup dalam tradisi lisan dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.


* Warisan Perlawanan: Inspirasi dari Trunojoyo


Trunojoyo bukan sekadar pemberontak. Ia adalah simbol perlawanan terhadap tirani, sebuah pesan abadi bahwa kekuasaan yang lalim tidak akan bertahan selamanya. Keberanian dan pengorbanannya menjadi inspirasi bagi perjuangan melawan kolonialisme di masa-masa berikutnya, termasuk Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro.


Trunojoyo juga menunjukkan bahwa perjuangan yang didasari oleh ketulusan dan keberanian memiliki kekuatan yang melampaui kekuasaan dan senjata. Meskipun kalah dalam peperangan, nilai-nilai yang diperjuangkannya tetap hidup.


* Trunojoyo dalam Ingatan Kolektif


Misteri jasad Trunojoyo dan akhir hidupnya yang tragis tidak mengurangi penghormatan masyarakat terhadapnya. Ia dikenang sebagai seorang ksatria sejati, pahlawan yang memperjuangkan keadilan tanpa pamrih. Kisah hidupnya mengajarkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah tugas mulia yang harus dilanjutkan oleh setiap generasi.


Hingga kini, Trunojoyo tetap menjadi simbol perlawanan dan keberanian. Namanya abadi dalam sejarah, menjadi pengingat bahwa meskipun tubuhnya mungkin telah hilang, semangatnya terus hidup dalam jiwa mereka yang mencintai kebebasan.


* Abror Subhi 

https://jatimtimes.com/baca/328173/20241225/093300/misteri-jasad-trunojoyo-akhir-tragis-sang-pemberontak-dan-pertarungan-melawan-kekuasaan

[18/5 00.45] rudysugengp@gmail.com: Raja Sriwijaya Ditangkap Hidup-hidup! Begini Cara Chola Mempermalukan Nusantara


Ketika Kerajaan Laut Diuji


Kemakmuran yang Terlupa Di tengah kabut pagi Selat Malaka, armada Sriwijaya berlayar seperti rajawali air. Kapal-kapal besar dari Palembang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan emas, Kedah, Jambi, Malaka, hingga semenanjung Siam. Pedagang Arab, Tiongkok, dan India menyebut Sriwijaya sebagai "Gerbang Lautan Timur".


Di istananya yang bertingkat emas, Maharaja Sanggrama Vijayottunggawarman duduk tenang. Ia tak tahu, dari jauh, seorang raja besar sedang mengamati langkahnya.


Raja dari Selatan


Di tanah India bagian selatan, berdiri seorang penguasa besar, Raja Rajendra Chola. Kerajaannya, Chola, adalah kekuatan maritim baru yang mendambakan dominasi atas jalur dagang Samudra Hindia.


“Sriwijaya terlalu lama memonopoli jalur rempah. Sudah waktunya Singa Selatan menunjukkan taringnya,” ujar sang raja, suaranya bagaikan guntur monsun.


Ia tidak hanya ingin kekuasaan ia ingin kejayaan abadi, nama yang digoreskan ke prasasti batu, dari Kanchipuram hingga Nusantara.


Serangan yang Menggetarkan Laut


Tahun 1025 M, di bawah langit kelam dan ombak tinggi, armada Chola meluncur dari Teluk Benggala. Mereka bukan pedagang, mereka datang membawa api.


Puluhan kapal perang menyerbu kota-kota pesisir Sriwijaya, Kedah, Tumasik (Singapura), Malaka, hingga Palembang. Benteng-benteng Sriwijaya terbakar. Rakyat panik. Kapal-kapal dagang dirampas.


Di Palembang, istana gemetar. Maharaja Vijayottunggawarman akhirnya ditangkap. Ia tidak dibunuh, tapi dibawa ke India sebagai simbol kemenangan. Sebuah penghinaan yang melukai harga diri Sriwijaya.


Laut yang Tak Lagi Tenang


Sriwijaya tak sepenuhnya runtuh. Tapi kekuasaannya mulai goyah. Wilayah-wilayah mulai lepas, perdagangan terganggu, dan kepercayaan kerajaan-kerajaan kecil mulai beralih.


Di India, Raja Rajendra Chola memahat prasasti kemenangan


"Aku telah menundukkan raja lautan di timur. Aku telah menginjakkan kakiku di tanah para naga perak."


Warisan Dua Raja


Perang ini bukan sekadar konflik senjata. Ia mengubah peta kekuasaan maritim Asia Tenggara.


Sriwijaya perlahan meredup dan membuka jalan bagi kebangkitan kerajaan-kerajaan Melayu baru, seperti Melayu Dharmasraya dan Malaka di kemudian hari.

Chola menunjukkan bahwa kekuatan laut bisa mengguncang benua. Tapi kejayaan itu pun tak abadi.


Perang Sriwijaya vs Chola adalah benturan dua kekuatan besar samudra, Sriwijaya, sang penjaga jalur rempah, dan Chola, sang penantang dari barat.


"Di antara ombak dan waktu, tak ada kerajaan yang abadi. Tapi kisah mereka, akan terus bergema dalam arus laut dan cerita para pelaut.”


#sriwijaya #cola #chola #sriwijaya #india #palembang #sumsel #sumatra #sejarah #viral #fyp

[18/5 00.46] rudysugengp@gmail.com: Soerjopranoto: Pangeran yang Menolak Takhta Demi Rakyat Jelata


Di tengah kemewahan istana Pakualaman, lahirlah seorang pangeran yang memilih jalan tak biasa. Soerjopranoto, putra tertua Pangeran Haryo Soerjaningrat sekaligus kakak kandung dari Ki Hajar Dewantara, bukanlah bangsawan yang terlena dalam gemerlap kekuasaan dan harta. Alih-alih menikmati kemewahan, ia memilih hidup bersama rakyat miskin, jauh dari hiruk pikuk istana.


Takhta yang seharusnya menjadi miliknya terlepas karena sang ayah mengalami kebutaan. Namun, kehilangan itu justru membuka mata batinnya. Sejak kecil, Soerjopranoto bergaul dengan anak-anak kampung miskin. Dari situ, tumbuh rasa empati yang mendalam. Ia melihat bagaimana ketimpangan dan kemiskinan menghimpit rakyat, sementara para bangsawan hidup serba berkecukupan.


"Kekayaan kami tidak berarti jika rakyat sengsara," ujarnya.


Kesadarannya memuncak ketika ia menyaksikan kuli tebu hanya digaji 12 sen per hari, sementara mandornya yang hanya duduk ongkang-ongkang kaki menerima 500 gulden. Ia menangis. Lalu bersumpah tak akan bekerja untuk pemerintahan kolonial Belanda. Sebagai bentuk penolakan, ia merobek ijazah sekolah Belanda yang diperolehnya dengan susah payah.


Soerjopranoto keluar dari istana, meninggalkan kenyamanan dan jabatan prestisius demi membela rakyat. Ia menjadi guru di sekolah Taman Siswa milik Ki Hajar Dewantara, dan terjun dalam pergerakan nasional. Ia aktif di Boedi Oetomo dan Sarekat Islam, serta dikenal luas lewat perjuangannya memimpin pemogokan buruh besar-besaran di masa kolonial.


Aksinya yang mengguncang itu membuat pemerintah Belanda murka. Namun rakyat menyambutnya dengan gelar: "Raja Mogok."


Setelah Indonesia merdeka, Soerjopranoto tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia tidak kembali ke kehidupan bangsawan, tetap tinggal bersama rakyat, dan setia pada idealismenya sampai akhir hayat.

Sumber : CNBC INDONESIA 


#Soerjopranoto

#RajaMogok

#PejuangKaumBuruh

#PahlawanTanpaTakhta

#BangsawanMerakyat

#MelawanPenindasan

#TokohPergerakanNasional

[18/5 00.46] rudysugengp@gmail.com: Bendungan Anak Tangga yang Pernah Muncul di Uang Kertas Pecahan Rp100. 


Uang kertas rupiah pecahan Rp 100 itu sudah ditarik Bank Indonesia dari peredarannya, sejak September 1995 atau 30 tahun silam. Berbeda dengan uang kertasnya yang sudah tak beredar di masyarakat, Bendungan Tangga yang pernah dikunjungi kumparan, ternyata masih berdiri kokoh.


Bendungan tersebut dibangun pada 1978 dan resmi beroperasi pada 1982. Pembangunannya dilakukan oleh Jepang, yang saat itu merupakan investor pabrik alumunium PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Bendungan ini dibangun dari beton dan berbentuk busur (Concrete Arch), terlihat dari bentuknya yang melengkung. Ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia serta memiliki dimensi cukup besar.


Tinggi bendungan ini mencapai 82 meter dari dasar sungai Asahan, dengan volume 4.880.000 m3. Bentuk struktur lengkung seperti busur dibuat bukan tanpa alasan, melainkan untuk menghasilkan tinggi energi yang diperlukan untuk membangkitkan tenaga di PLTA. Bendungan yang sudah berusia 42 tahun itu, kondisinya masih sangat baik, dengan lingkungan sekitar yang terjaga kelestariannya.


Bendungan Anak Tangga, 

Kabupaten Asahan

Sumatera Utara.

[18/5 00.47] rudysugengp@gmail.com: Sejarah Wilayah Lereng Lawu (1200–1400 M)


Lereng Gunung Lawu merupakan wilayah strategis yang menjadi penghubung antara pusat kekuasaan Jawa Tengah (Singhasari/Majapahit awal) dengan kawasan timur seperti Blambangan, Kediri, hingga Panarukan. Wilayah ini dikenal sebagai zona mandala pinggiran: bukan pusat kerajaan besar, namun memiliki otonomi kuat dengan sistem kemitraan vasal (vassal alliance) terhadap kerajaan utama seperti Kediri, Tumapel, dan Majapahit.


Menurut Ricklefs (2001) dan Slametmuljana (1965), sistem kekuasaan di Jawa masa itu bersifat desentralistik, sehingga banyak polita (kerajaan kecil atau kadipaten) berkembang dan menjalankan pemerintahan semi-mandiri.

Daftar Kerajaan & Kadipaten di Lereng Lawu (1200–1400 M)


1. Kraton Wengker – Terletak di barat Gunung Lawu (sekarang Ponorogo), dikenal sebagai pusat militer dan tempat pengasingan bangsawan. (Baca: Nagarakretagama, pupuh 24).


2. Kadipaten Parang – Berpusat di lembah Parang (Madiun selatan). Mengontrol jalur logistik antara Bengawan Solo dan hutan Cemoro Sewu.


3. Mandala Manisrenggo – Kini sekitar Karanganyar; dulunya pusat pelatihan spiritual dan militer, dengan hubungan kuat ke Singhasari.


4. Kraton Kalingga Timur – Warisan Kalingga kuno yang bertahan dalam bentuk kerajaan kecil hingga akhir abad ke-13.


5. Kadipaten Magetan Lama – Berada di kaki timur laut Lawu. Muncul dalam prasasti lokal sebagai pengelola sistem irigasi hulu Bengawan Madiun (Laporan Epigrafi BP3, 1987).


6. Kadipaten Giripuro – Kawasan perbukitan Ngancar, memiliki benteng batu dan pusat pemujaan Siwa-Buddha.


7. Kraton Jumog – Wilayah kekuasaan kecil di hulu Lawu barat, berkembang di era pasca-Singhasari.


8. Mandala Pringapus – Disebut dalam artefak arkeologis Candi Pringapus (Ngawi–Karanganyar) sebagai wilayah latihan prajurit dan lumbung pangan.


9. Kadipaten Ngrambe Lama – Berbasis pertanian tinggi dan terkenal dengan produksi bahan baku besi dan logam.


10. Mandala Giri Lawu – Kawasan ritual dan kekuasaan spiritual di sekitar Candi Cetho dan Sukuh, tapi memiliki juga pemimpin lokal yang disebut Rakryan Lawu.


11. Kadipaten Kedu Selatan – Memiliki relasi diplomatik dengan Kediri dan pengaruh kuat dalam ekspor kayu dan damar.


12. Kraton Pager Gunung – Letaknya di timur Lawu, disebut dalam tradisi lisan sebagai penguasa jalur Alas Kethu–Magetan.


13. Kadipaten Wonomarto – Perbukitan timur Madiun, dikenal dalam sastra lokal sebagai pusat pengembangan kuda dan logistik prajurit.


14. Kraton Seloprojo – Mengontrol daerah timur laut Lawu; memiliki kekuatan spiritual dan ekonomi


15. Kadipaten Dawuhan,kerajaan PandanGuGur(Tawangmangu 1750). Dikenal sebagai pusat pelatihan pasukan berkuda dan pertahanan tinggi wilayah tengah


16.  Mandala Panekan – Terlibat dalam diplomasi jalur selatan antara Majapahit dan pedalaman Gunungkidul.


17. Kadipaten Alas Gung – Kawasan hutan belantara strategis, basis kelompok militer pengintai (balasewana) dalam teks perbatasan Majapahit Timur.


Sumber & Referensi :

Ricklefs, M. C. (2001). A History of Modern Indonesia since c.1200. Stanford University Press.


Slametmuljana. (1965). Kerajaan-Kerajaan Nusantara Lama. Jakarta: Pustaka Rakyat.


Santosa, H. (2008). Pusat-Pusat Kekuasaan Lokal di Lereng Lawu: Kajian Sejarah dan Arkeologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. (1987). Laporan Epigrafi Lereng Lawu Barat dan Timur.


Widiyanto, B. (2011). Mandala Lawu: Dinamika Lokalitas di Bawah Bayang-Bayang Majapahit. Malang: LSA.


Penulis : prasetyo,karangpandan 13 mei 2025

Gambar hanya pemanis.

[18/5 00.49] rudysugengp@gmail.com: CERITA RAKYAT NUSANTARA🔥

Mitos Nyai Dasima 👩‍🦰🧟‍♀️


Pada akhir abad ke-19, di tengah pesatnya perkembangan kota Batavia (sekarang Jakarta), hiduplah seorang wanita cantik bernama Nyai Dasima. Nyai Dasima adalah seorang wanita pribumi yang menjadi terkenal karena kecantikannya yang luar biasa dan kisah hidupnya yang tragis. 


Ia merupakan seorang gadis keturunan Betawi yang lembut, baik hati, dan memiliki kulit kuning langsat yang mempesona. Banyak pria terpikat dengan pesonanya, termasuk para saudagar dan penguasa di Batavia.


-----------------

Nyai Dasima hidup di sebuah kampung kecil di Batavia bersama keluarganya. Seperti kebanyakan gadis pada masa itu, Dasima dikenal karena kebaikan hatinya dan kemampuannya menjaga rumah tangga. Namun, takdir Nyai Dasima berubah ketika ia bertemu dengan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William, seorang pria kaya yang bekerja di Batavia sebagai saudagar. William terpikat pada kecantikan Dasima sejak pertama kali melihatnya, dan tanpa ragu, ia melamar Nyai Dasima untuk menjadi istrinya.


Karena William adalah seorang pria asing dan terpandang, keluarga Dasima menyetujui lamaran tersebut meskipun mereka tahu bahwa kehidupan Dasima akan berubah drastis. Nyai Dasima akhirnya menikah dengan William, dan sejak saat itu, ia hidup di rumah megah bersama suaminya di kawasan elit Batavia.


----------------

Menjadi istri seorang saudagar kaya, Nyai Dasima hidup bergelimang kemewahan. Ia mengenakan pakaian yang indah, perhiasan yang mahal, dan hidup dengan segala kenyamanan yang ditawarkan oleh suaminya. Namun, meskipun Nyai Dasima memiliki semua kekayaan yang bisa dibayangkan, hatinya sering kali merasa hampa. William tidak benar-benar mencintainya, dan ia hanya dianggap sebagai "Nyai" atau istri simpanan yang hanya dipandang sebelah mata oleh masyarakat kolonial.


Dasima sering kali merindukan kehidupan sederhana di kampung halaman, di mana ia bisa merasakan kehangatan keluarga dan kebebasan. Meskipun hatinya merasa tertekan, Dasima tetap setia dan patuh kepada William, berharap bahwa suatu hari nanti kehidupannya akan berubah menjadi lebih baik.


---------------

Suatu hari, Nyai Dasima bertemu dengan seorang pria pribumi bernama Bang Puasa, seorang jagoan lokal yang tampan dan berwibawa. Bang Puasa adalah seorang pria yang dikenal lihai dalam bertarung dan memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat Betawi. Ia sering kali berada di pasar dan kawasan ramai di Batavia, dan tak butuh waktu lama bagi Bang Puasa untuk mendengar tentang kecantikan Nyai Dasima.


Bang Puasa pun berusaha mendekati Dasima dan membujuknya untuk meninggalkan William. Dengan kata-kata manisnya, ia mengatakan bahwa kehidupan Nyai Dasima akan lebih bahagia jika bersamanya. Bang Puasa berjanji akan memberikan cinta yang tulus dan kehidupan yang lebih bermakna daripada kemewahan yang ia dapatkan dari William.


Awalnya, Dasima menolak dan mencoba setia pada suaminya. Namun, pesona Bang Puasa yang kuat dan kesepian yang ia rasakan membuat hatinya mulai goyah. Ia pun semakin sering bertemu dengan Bang Puasa secara diam-diam.


----------------

Lama-kelamaan, Nyai Dasima jatuh cinta pada Bang Puasa. Ia memutuskan untuk meninggalkan William dan hidup bersama Bang Puasa. Dasima memberikan semua harta dan perhiasan yang ia miliki kepada Bang Puasa sebagai bukti cintanya. Mereka pun mulai hidup bersama di sebuah rumah sederhana di kawasan Betawi.


Namun, kebahagiaan Nyai Dasima bersama Bang Puasa tidak berlangsung lama. Bang Puasa ternyata hanya menginginkan harta milik Dasima. Setelah menghabiskan kekayaan yang dimiliki Dasima, Bang Puasa mulai berubah menjadi kasar dan sering kali memperlakukan Dasima dengan buruk. Dasima yang merasa telah dikhianati hanya bisa menangis dalam penyesalan.


Tragedi akhirnya terjadi ketika Bang Puasa, yang merasa tidak puas dengan apa yang telah ia dapatkan dari Dasima, merencanakan sebuah pembunuhan bersama dengan seorang dukun bernama Mak Buyung. Mereka percaya bahwa dengan menghabisi nyawa Nyai Dasima, mereka bisa mendapatkan lebih banyak kekayaan dari warisan William yang masih tersisa.


Pada suatu malam yang gelap, Nyai Dasima dibunuh dengan kejam di rumahnya sendiri oleh Bang Puasa dan Mak Buyung. Tubuhnya dibuang di sebuah sungai kecil di pinggiran Batavia. Kematiannya membuat geger masyarakat, dan kabar tentang tragedi ini menyebar dengan cepat di seluruh kota.


--------------

Setelah kematiannya, masyarakat mulai mengabarkan bahwa arwah Nyai Dasima tidak tenang dan sering kali menampakkan diri di tempat ia dibunuh. Konon, arwahnya berkeliaran di sekitar sungai tempat jasadnya dibuang. Warga sering kali mendengar suara tangisan di malam hari, terutama saat bulan purnama.


Orang-orang percaya bahwa arwah Nyai Dasima menuntut keadilan atas pengkhianatan yang ia alami. Beberapa warga yang lewat di daerah tersebut mengaku pernah melihat sosok wanita berbaju putih berdiri di tepi sungai, yang diyakini sebagai Nyai Dasima.


Pesan Moral ☝👇:


Mitos Nyai Dasima mengajarkan tentang betapa berbahayanya keserakahan dan pengkhianatan. Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa kekayaan materi tidak selalu menjamin kebahagiaan. Kesetiaan dan ketulusan hati jauh lebih berharga daripada harta yang melimpah.


Kisah Nyai Dasima juga mengajarkan kita untuk tidak mudah tergoda dengan rayuan manis yang menyesatkan, serta pentingnya kejujuran dan kesetiaan dalam hubungan. Hingga kini, mitos Nyai Dasima masih menjadi bagian dari cerita rakyat Betawi yang penuh makna, mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.

#CeritaRakyat #LegendaNusantara #DongengIndonesia #BudayaIndonesia

#KisahRakyat #MalinKundang #CeritaTradisional #WarisanBudaya #KearifanLokal #CeritaAnakBangsa #FolkloreIndonesia #MitosDanLegenda #SejarahIndonesia #HikmahCeritaRakyat

#CeritaInspiratif

[18/5 00.50] rudysugengp@gmail.com: PEJUANG WANITA JAWA YANG MENGGUNDULI RAMBUTNYA


Pada masa Perang Jawa (1825-1830), ada sosok perempuan yang menjadi panglima dalam pasukan Perang Diponegoro bernama Raden Ayu Yudokusumo. Sosoknya begitu garang dan ditakuti oleh pasukan Belanda.


Residen Yogyakarta, Frans Gerhardus Vlack (1831-1841) mengungkapkan kekagumannya kepada pasukan Pangeran Diponegoro. Dirinya memberikan sorotan khusus kepada istri-istri pembesar Jawa yang membuat kerusakan cukup parah.


“Di antara perempuan yang sangat mampu bertindak kejam itu, Vlack menyebutkan dua nama secara khusus: Raden Ayu Yudokusumo dan Raden Ayu Serang.” jelas Peter Carey dan Vincent Houben dalam Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII - XIX.


Raden Ayu Yudokusumo adalah putri dari Sultan Hamengkubuwana I dengan salah satu selirnya yang bernama Raden Ayu Srenggoro. Dirinya lalu menikah dengan Raden Tumenggung Wirosari yang memerintah di daerah Grobogan-Wirosari.


Setelah perjanjian Giyanti, dia sempat menolak untuk pindah dari daerah Grobogan-Wirosari karena penolakan rakyat saat Inggris ingin mencaplok tanah. Tetapi, dia akhirnya harus pindah ketika diperintah oleh Sultan Hamengkubuwono II.


“Perpindahan Raden Ayu Yudokusumo dilakukannya secara mandiri, ia mengurus segala keperluannya untuk berpindah karena sang suami yang kurang tanggap dan kurang peduli,” ucap Carey.


Sejarawan asal Belanda ini menjelaskan sosok Raden Ayu ini adalah sosok yang tegas dan menakutkan.Sikap garang dari Raden Ayu ini dicatat dalam serangannya kepada komunitas Tionghoa di tepi Bengawan Solo. Carey menjelaskan kebencian Raden Ayu ini karena peran orang Tionghoa yang menjadi penguasa gerbang cukai yang menindas masyarakat Jawa.


Raden Ayu tidak hanya menjadi otak penyusun strategi pembantaian etnis Tionghoa di Ngawi, dia juga turun sebagai seorang panglima perang. Karena aksi ini membuat Raden Ayu mendapatkan gelar kehormatan. “Aksi di Ngawi itu membuat gelar pejuang yang garang. Seorang perempuan cerdas namun sangat menakutkan,” papar Carey.


Raden Ayu tercatat sebagai satu dari beberapa panglima kavaleri senior Diponegoro di mancanegara timur, dan kelak bergabung dengan ipar Sang Pangeran, Raden Tumenggung Sosrodilogo, di Jipang-Rajegwesi pada 1827-1828.


Perjuangan Raden Ayu memunculkan semangat kaum perempuan lain mengangkat senjata. Di Ngawi dan pos cukai terdekat di Kudur Brubuh, Bengawan Solo seorang perempuan Jawa Tionghoa berperan penting membentuk pasukan keamanan.


Para perempuan lain di desa-desa sekitar Yogyakarta juga dilaporkan menyiapkan bubuk mesiu. Bahkan perempuan-perempuan ini juga membawa barang berharga ke medan perang dengan mengenakan seragam tempur seperti halnya kaum pria.


“Ketika menyerah pada bulan 1828 dicatat bahwa dia bersama sisa keluarganya yang lain mencukur habis rambutnya sebagai tanda kesetiaannya pada perang suci,” jelas Carey.


CC: Sejarah Cirebon

[18/5 00.52] rudysugengp@gmail.com: Baru tahu.. Seekor tupai betina akan memberi makan kepada anak tupai yang dijumpainya, lalu meperhatikan selama tiga hari untuk pastikan si kecil benar-benar yatim piatu.


Jika tiada ibu atau bapa datang mencarinya, tupai betina itu akan membawa pulang anak itu dan menjaganya dengan penuh kasih sayang serta membesarkannya bersama anak-anaknya yang lain seolah-olah darah dagingnya sendiri.


Apabila pasangan jantan pulang membawa makanan, si betina menyambutnya dengan ciuman dan belaian manja sebagai penghargaan atas penat lelahnya.


Si jantan pula membalas cinta dengan hadiah bukan hanya kacang terbesar, malah turut membawa bunga sebagai tanda sayang!


Walaupun kecil dan comel, tupai memainkan peranan besar dalam alam separuh benih yang mereka simpan akan tumbuh menjadi pokok baru di hutan... 


Sumber:Zul Pelik Channel


Lanny Katroida Kaigere

[18/5 00.56] rudysugengp@gmail.com: Gerbang Rahasia di Cina: Misteri Piramida dan Benteng Tak Terjamah


Di dunia yang penuh peninggalan kuno, ada satu bagian sejarah yang hampir terlupakan piramida kuno di Cina. Ya, bukan hanya Mesir dan Meksiko, tapi dataran luas di barat kota Xi’an juga menyimpan struktur kolosal berbentuk piramida yang telah berdiri selama ribuan tahun. Namun tidak seperti saudara mereka yang terkenal di Giza, piramida-piramida Cina tersembunyi di balik rahasia dan larangan.


Lebih dari 100 piramida membentang di kawasan seluas 20.000 meter persegi, dikenal oleh penduduk lokal sebagai “Lembah Piramida.” Sayangnya, kawasan ini tertutup untuk umum karena berdekatan dengan fasilitas militer rahasia, peluncuran satelit, dan jalur rudal balistik. Anehnya, gambar satelit menunjukkan garis lurus yang menghubungkan piramida kuno dengan pusat teknologi modern. Apakah ada hubungan energi atau geometri sakral yang belum kita pahami?


Namun misteri tak berhenti di situ.


Di wilayah terpencil Hejin, sebuah gerbang batu kuno berdiri di tebing tersembunyi, nyaris tak terlihat oleh mata awam. Struktur ini tidak tercatat dalam sejarah resmi, dan bahkan penduduk lokal tak tahu siapa yang membangunnya atau untuk apa. Hanya berkat informasi dari seorang warga berusia 80 tahun bernama Hou Jun’e, para peneliti berhasil menemukan jalur menuju lokasi tersebut.


Benteng Hejin menyatu sempurna dengan alam sekitar, menjadikannya tempat persembunyian ideal mungkin dulunya digunakan untuk pengintaian, perlindungan, atau sesuatu yang lebih misterius. Apakah ini bagian dari jaringan kuno yang lebih besar? Apakah ada keterkaitan antara benteng dan piramida Cina?


Dunia belum tahu jawabannya. Tapi satu hal pasti: sejarah Cina kuno masih menyimpan rahasia besar yang menanti untuk ditemukan.


#MisteriCina

#PiramidaCina

#GerbangHejin

Sumber:

Ancient Origins, China Heritage & Local Oral Histories

[18/5 00.58] rudysugengp@gmail.com: Trah DEMANG LEBAR DAUN Bukit Siguntang PALEMBANG 


Ketika Bandar Pelabuhan Palembang, di luluh lantakkan oleh Kerajaan Chola sekitar tahun 1025 Masehi, sebagian masyarakat Palembang hijrah ke wilayah Lebar Daun. 


Masyarakat Palembang saat itu dikoordinasi oleh seorang Pemimpin yang berasal dari Keluarga Kerajaan Sriwijaya, yang bernama Pangeran Demang. 


Sejak saat itulah muncul istilah Demang Lebar Daun, yang terus dipakai sebagai gelar pemimpin hingga ratusan tahun kemudian. 


SANG NILA PAHLAWAN 


Pada sekitar tahun 1275 Masehi, kepemimpinan Bukit Siguntang diserahkan kepada menantu Demang Lebar Daun yang bernama Sang Nila Pahlawan atau Sang Suparba. 


Di masa inilah, gelar Demang Lebar Daun sebagai penguasa Bukit Siguntang berakhir, namun demikian zuriatnya terus menyebar hingga masa sekarang. 


WaLlahu a’lamu bishshawab 


#keluarga #melayu #nasab #habib #silsilah #walisongo #palembang #kekerabatan #zuriat #kesultanan #bangsawan #darahbiru #sejarah #genealogy #majapahit #Wilwatikta #sriwijaya 


CATATAN PENAMBAHAN: 


1. KETURUNAN PUTRI CEDERA DEWI 


Putri Bukit Siguntang, CENDERA DEWI binti SANG SUPARBA NILA PAHLAWAN, menikah dengan Maha Menteri Majapahit ADWAYA BRAHMAN, memiliki 2 putera: 


1. RADIN INU KERTA WANGSA alias SRI KERTAWARDHANA, menjadi Penguasa Majapahit bersama isterinya RATU TRIBHUWANA 


2. RADIN MAS PAMARI, hijrah kembali ke Palembang, menikah dengan PUTRI SIMBUR CAHAYA 


Putri dari RADIN MAS PAMARI, bernama PUTRI SINDANG BIDUK, menikah dengan PANGERAN PATIH alias RATU BUKIT SIGUNTANG, sekaligus menyatukan kembali Palembang. 


Sebagaimana diketahui, selepas kepergian SANG SUPARBA, Palembang terpecah dua, yakni dibawah Kepemimpinan Trah DEMANG LEBAR DAUN dan satu lagi dikuasai PUTRI JUNJUNG BUIH, ibunda dari PUTRI SIMBUR CAHAYA atau Nenek dari PUTRI SINDANG BIDUK. 


2. RADIN MAS PAMARI bukan sosok ADITYAWARMAN, mereka sama-sama putra ADWAYA BRAHMAN, tetapi beda Ibu. 


RADIN MAS PAMARI, ibunya dari BUKIT SIGUNTANG PALEMBANG, sedangkan ADITYAWARMAN, ibunya dari DHARMASRAYA. 


3. Perkiraan TIME LINE Perjalanan KELUARGA SANG SAPURBA (SANG NILA PAHLAWAN): 


Tahun 1275: 


- Sang Sapurba tiba di Palembang. 


- Sang Sapurba, menikah dengan Wan Sendari binti Demang Lebar Daun Bukit Siguntang Palembang


Tahun 1295:


- Puteri Sang Sapurba (Mengindra Dewi), menikah dengan anak Raja Cina 


- Puteri angkat Sang Sapurba (Putri Junjung Buih), menikah dengan Pangeran Naga, utusan Raja Cina


Tahun 1296: 


- Sang Sapurba meninggalkan Palembang, bersama keluarga dan ribuan rakyat Palembang


- Palembang dibagi 2, sebelah Hulu dikuasai Puteri Junjung Buih, dan sebelah Hilir dikuasai Keluarga Demang Lebar Daun.


- Putera Sang Sapurba (Sang Maniaka), menikah dengan Pureri Tanjung Pura 


- Puteri Sang Sapurba (Cendera Dewi), menikah dengan Betara Majapahit (Adwaya Brahman) 


Tahun 1299: 


- Putera Sang Sapurba (Sang Nila Utama), menikah dengan Puteri Bintan, Wan Sri Bini 


- Sang Nila Utama, mulai membangun komunitas di Tumasik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah 12 Villa Cahaya

 [8/7 17.17] rudysugengp@gmail.com: Kisah 12 Villa Cahaya [8/7 17.17] rudysugengp@gmail.com: Bantu tuliskan kisah Perjalanan malam satu Suro...