Asli Prasasti 4 - 8
Khusus 6 (50 Prasasti
BELAJAR PRASASTI
Ahli Prasasti atau epigrafi, tidak dapat membaca isi prasasti di tempat prasasti didirikan. Jika hal ini dilakukan banyak membutuhkan waktu, tenaga, dan beaya. Sebagian besar dari Prasasti, sudah dibawa orang ke penjuru dunia, dan disimpan di museum yaitu London, Leiden, Berlin, India dan Kopenhagen. Prasasti yang dipahat dalam batu karang besar, ditunjukkan dengan istilah "in loko" atau "in situ".
Cara belajar Prasasti :
1). "Rubbing" atau Abklats : teraan sebesar tulisan asli.
2). foto, digambar, mikrofilm.
3). faksimil: turunan yang sama dengan yang asli.
4), transkripsi: turunan dengan huruf latin.
5), terjemahan beserta penafsiran.
Kumpulan Prasasti disebut aerarium, terdapat di museum yaitu : Museum Nasional Jakarta, Trowulan (Mojokerto), dan Kirtya Liefrinck van der Tuuk (Bali).
Prasasti diberi tanda dan nomor sendiri, dengan huruf:
D untuk prasasti batu,
E untuk prasasti logam.
Turunan prasasti-prasasti dikumpulkan dalam sebuah "korpus", yaitu buku yang memuat transkripsi-transkripsi prasasti.
Hasilnya diurutkan menurut waktu, diberi nomor pendaftaran, disusul oleh penerbitan dan tafsir-tafsir.
Negara India telah membuat Korpus incriptionum latinarum, sejak 1863.
Tahun 1972 sudah mencapai 40 jilid, dengan daftar 200.000 inskripsi, dan dilanjutkan dengan Ephemeris Epigraphical (Majalah Epigrafi).
Konferensi Ikatan Sarjana Sastra Indonesia (Novemberc 1959) Drs. Bukhori mengatakan : "Penulisan sejarah kuno Indonesia dapat ditinjau kembali berdasarkan prasasti yang sedang dipelajari; karena itu penerbitan prasasti yang belum lengkap perlu dipercepat, dan diperbanyak kegiatan.
Banyak tafsir prasasti yang diterjemahkan bangsa lain, sangat merugikan dan menghina bangsa Indonesia.
Penerbitan korpus Indonesia dimulai tahun 1940 oleh Purbacaraka, Stutterheim dan de Casparis, meski hanya satu jilid diterbitkan.
Sejak 1950, Jawatan Purbakala Indonesia menerbitkan Prasasti Indonesia 1, prasasti zaman Sailendra, 6 buah banyaknya, dengan tafsir; karangan Prof. Dr. J.G. de Casparis.
Tahun 1976 cetakan 1, Depdikbud menerbitkan buku 50 tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional 1913 sampai 1963.
Tahun 1985, Museum Nasional membuat buku Prasasti Museum Nasional jilid 1.
Tahun 2015, Museum Nasional Depdikbud membuat buku Prasasti dan Raja-raja Nusantara.
2992 Huruf
TAFSIR DAN GUNA PRASASTI
Prasasti merupakan penulisan sejarah Indonesia kuno.
Tanpa prasasti sejarah sungguh gelap, meski dengan prasasti Sejarah kuno masih juga gelap.
Agar sejarah obyektif dan konkrit, ada 3 ilmu metodologi sejarah.
1). Banyak-sedikitnya prasasti dan berita dengan penting tidaknya suatu zaman, tidaklah terdapat suatu hubungan timbal-balik. Peristiwa penting tidak disaksikan dalam prasasti, sedangkan hal-hal yang tidak penting diberitahukan lebih banyak dan tergantung raja. Prasasti yang hilang dan binasa, bisa jadi prasasti penting.
2). Pengetahuan tentang jaman dahulu tidaklah mencerminkan dengan langsung, tetapi melalui tafsiran saat ini. Buku sejarah kita hanya mencerminkan jaman lampau dalam bentuk tulisan.
3). Prasasti menulis tahun pemerintahan raja-raja dan batas daerah yang diperintahnya. Prasasti menjelaskan masa lalu tentang susunan masyarakat kuno, sosiologi, dan agama waktu itu. Namun bukan alat ilmu sejarah.
Ada 5 tafsir prasasti :
1). diselidiki mengenai kebenarannya.
2). disesuaikan isinya dengan prasasti lain,
3). dibandingkan dengan berita di luar bidang prasasti,
4). ditafsirkan maknanya,
5). disimpulkan dalam sintesis sejarah.
Penjelasannya :
1) . Penyelidikan kebenaran atau kritik sejarah.
Dalam prasasti, terutama bagian nama dan silsilah raja-raja, banyak terselip ceritera khayal dan unsur-unsur mitologi, yang tidak cocok dengan kenyataan.
2). Penyesuaian prasasti satu dengan lainnya, menghasilkan pengetahuan lebih dalam dan lengkap tentang suatu periodisasi sejarah, raja dan kerajaannya, evolusi suatu paham. Persamaan itu penting dalam hal menentukan pilihan dalam penulisan sejarah Indonesia.
3). Perbandingan Prasasti dengan bahan lainnya :
a) isi prasasti dibandingkan dengan berita dalam Nagarakretagama, Pararaton. Kidung, Kekawin.
b). dengan peninggalan purbakala Candi, arca, dll.
c). dengan berita luar negeri mengenai kejadian sezaman.
Ada 4 bagian.
a). Berita dari negeri Tiongkok/ Cina.
b). Berita perjalanan dan ilmu bumi Romawi dan Yunani.
c). Berita dari pengarang Iran dan Arab.
d). Berita dari orang Eropa mengenai zaman Hindu Indonesia.
4). Penafsiran :
Dalam monografi sejarah hanya satu bagian sejarah atau satu diri orang, satu lembaga kuno dibicarakan, tetapi dengan mempertanggungjawabkan semua.
Monografi merupakan dasar dan syarat untuk pelaksanaan ilmu sejarah.
Sintese sejarah yang melompat jauh dalam ruangan kosong akan ada pemalsuan sejarah yang tidak tahan lama, bersifat subyektif, berdasarkan suatu ideologi atau alat propaganda partai atau penguasa.
Hal itu bukan suatu langkah kearah pembentukan sejarah nasional yang obyektif dan bertahan lama.
5. Sintesis sejarah :
Sintesis sejarah adalah proses menghubungkan peristiwa sejarah yang saling terkait untuk mendapatkan kesimpulan.
Sintesis sejarah merupakan salah satu tahap dalam metode penelitian sejarah. Tahap lainnya adalah : Pemilihan topik, Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
3000
AKSARA/HURUF PRASASTI
Penggolongan prasasti berdasarkan aksara/huruf memang perlu pengetahuan khusus yaitu Paleografi, di Indonesia, dibedakan 7 Aksara :
1. Aksara Pallawa.
Awal sejarah Indonesia dibuktikan tulisan tertua ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur, yang dipahat pada 7 tiang batu disebut yupa, ditulis dalam huruf Pallawa dari abad 4 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Menyusul Kerajaan Tarumanegara, dst.
2. Aksara Jawa Kuno.
Ada rentang waktu 18 tahun antara penggunaan aksara Pallawa terakhir (tahun 732 Masehi) dan huruf Jawa Kuna awal (tahun 750 Masehi). Aksara peralihan yang dimaksud terdapat pada prasasti-prasasti emas yang berisi ajaran Buddha, pratityasamutpada. Prasasti emas ini tanpa pertanggalan (angka tahun), sebagai tahap transisi antara aksara Pallawa dan Jawa Kuna.
3. Aksara Sunda Kuno.
Prasasti Aksara Sunda Kuno di Jawa Barat, juga telah ditemukan meskipun tidak sebanyak di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekitar 25 prasasti yang berasal dari periode kerajaan Sunda dari abad 10 - 16 Masehi (pasca Tarumanagara). Prasasti lebih tua menggunakan aksara Jawa Kuna.
4. Aksara Sumatra Kuno.
Meski dekat India tidak banyak ditemukan prasasti dari sejarah kuno, jika dibandingkan dengan pulau Jawa, bahkan juga pulau Bali. Sejauh ini ditemukan 74 prasasti baik bertanggal maupun tidak. Sejak prasasti-prasasti Sriwijaya muncul pada abad 7 Masehi, dalam abad-abad berikutnya penemuan prasasti-prasasti sangat jarang, kenyataannya boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Adityawarman (1343-1375), keturunan Majapahit mengeluarkan 13 prasasti yang ditulis dalam aksara Sumatra Kuna dan bahasa Sansekerta yang bercampur Melayu Kuna.
5. Aksara Bali Kuno.
Pulau Bali telah terjadi kontak dengan pengaruh India sejak abad 8 Masehi berdasarkan temuan prasasti-prasasti tanah liat (tablet) dalam stupika yang berisi mantra Budha "ye dharmma"dalam bahasa Sansekerta. Tablet-tablet tanah liat dari Pejeng, Bali, berasal dari periode yang sama. Prasasti di Bali masih terpelihara dengan aman di berbagai pura, dan hanya pada hari-hari tertentu menurut kalender Bali dibolehkan untuk dibaca. Prasasti bertanggal tertua adalah prasasti Sukawana tahun 804 Saka/882 Masehi, ditulis dalam aksara dan bahasa Bali Kuna.
6. Aksara Nagari.
Salah satu dari aksara India Utara yang muncul sekitar abad 8 Masehi. Aksara/tulisan Nagari kemudian menyebar ke Indonesia, yang disebut siddham. Aksara ini juga disebut "pra Nagari". Kata siddham berasal bahasa Sansekerta yang berarti 'sempurna'.
7. Aksara Tamil.
Seperti aksara Pallawa dari India Selatan, aksara Tamil bersama aksara Pallawa diturunkan dari aksara Brahmi, melalui aksara Grantha. Grantha, dalam bahasa Sansekerta berarti"puisi"atau"sajak". Bahasa Sansekerta secara alpabetis memang berbeda dari bahasa-bahasa lain di India Selatan. Muncul abad 5 - 19 Masehi.
Prasasti di Indonesia menurut bahasa yaitu :
1. Lokal (Melayu, Jawa, Bali, Sunda)
2. Asing (Sansekerta, Tamil, Pali, atau Cina)
2992 Huruf
TAFSIR DAN GUNA PRASASTI
Prasasti merupakan penulisan sejarah Indonesia kuno.
Tanpa prasasti sejarah sungguh gelap, meski dengan prasasti Sejarah kuno masih juga gelap.
Agar sejarah obyektif dan konkrit, ada 3 ilmu metodologi sejarah.
1). Banyak-sedikitnya prasasti dan berita dengan penting tidaknya suatu zaman, tidaklah terdapat suatu hubungan timbal-balik. Peristiwa penting tidak disaksikan dalam prasasti, sedangkan hal-hal yang tidak penting diberitahukan lebih banyak dan tergantung raja. Prasasti yang hilang dan binasa, bisa jadi prasasti penting.
2). Pengetahuan tentang jaman dahulu tidaklah mencerminkan dengan langsung, tetapi melalui tafsiran saat ini. Buku sejarah kita hanya mencerminkan jaman lampau dalam bentuk tulisan.
3). Prasasti menulis tahun pemerintahan raja-raja dan batas daerah yang diperintahnya. Prasasti menjelaskan masa lalu tentang susunan masyarakat kuno, sosiologi, dan agama waktu itu. Namun bukan alat ilmu sejarah.
Ada 5 tafsir prasasti :
1). diselidiki mengenai kebenarannya.
2). disesuaikan isinya dengan prasasti lain,
3). dibandingkan dengan berita di luar bidang prasasti,
4). ditafsirkan maknanya,
5). disimpulkan dalam sintesis sejarah.
Penjelasannya :
1) . Penyelidikan kebenaran atau kritik sejarah.
Dalam prasasti, terutama bagian nama dan silsilah raja-raja, banyak terselip ceritera khayal dan unsur-unsur mitologi, yang tidak cocok dengan kenyataan.
2). Penyesuaian prasasti satu dengan lainnya, menghasilkan pengetahuan lebih dalam dan lengkap tentang suatu periodisasi sejarah, raja dan kerajaannya, evolusi suatu paham. Persamaan itu penting dalam hal menentukan pilihan dalam penulisan sejarah Indonesia.
3). Perbandingan Prasasti dengan bahan lainnya :
a) isi prasasti dibandingkan dengan berita dalam Nagarakretagama, Pararaton. Kidung, Kekawin.
b). dengan peninggalan purbakala Candi, arca, dll.
c). dengan berita luar negeri mengenai kejadian sezaman.
Ada 4 bagian.
a). Berita dari negeri Tiongkok/ Cina.
b). Berita perjalanan dan ilmu bumi Romawi dan Yunani.
c). Berita dari pengarang Iran dan Arab.
d). Berita dari orang Eropa mengenai zaman Hindu Indonesia.
4). Penafsiran :
Dalam monografi sejarah hanya satu bagian sejarah atau satu diri orang, satu lembaga kuno dibicarakan, tetapi dengan mempertanggungjawabkan semua.
Monografi merupakan dasar dan syarat untuk pelaksanaan ilmu sejarah.
Sintese sejarah yang melompat jauh dalam ruangan kosong akan ada pemalsuan sejarah yang tidak tahan lama, bersifat subyektif, berdasarkan suatu ideologi atau alat propaganda partai atau penguasa.
Hal itu bukan suatu langkah kearah pembentukan sejarah nasional yang obyektif dan bertahan lama.
5. Sintesis sejarah :
Sintesis sejarah adalah proses menghubungkan peristiwa sejarah yang saling terkait untuk mendapatkan kesimpulan.
Sintesis sejarah merupakan salah satu tahap dalam metode penelitian sejarah. Tahap lainnya adalah : Pemilihan topik, Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
3000
AKSARA/HURUF PRASASTI
Penggolongan prasasti berdasarkan aksara/huruf memang perlu pengetahuan khusus yaitu Paleografi, di Indonesia, dibedakan 7 Aksara :
1. Aksara Pallawa.
Awal sejarah Indonesia dibuktikan tulisan tertua ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur, yang dipahat pada 7 tiang batu disebut yupa, ditulis dalam huruf Pallawa dari abad 4 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Menyusul Kerajaan Tarumanegara, dst.
2. Aksara Jawa Kuno.
Ada rentang waktu 18 tahun antara penggunaan aksara Pallawa terakhir (tahun 732 Masehi) dan huruf Jawa Kuna awal (tahun 750 Masehi). Aksara peralihan yang dimaksud terdapat pada prasasti-prasasti emas yang berisi ajaran Buddha, pratityasamutpada. Prasasti emas ini tanpa pertanggalan (angka tahun), sebagai tahap transisi antara aksara Pallawa dan Jawa Kuna.
3. Aksara Sunda Kuno.
Prasasti Aksara Sunda Kuno di Jawa Barat, juga telah ditemukan meskipun tidak sebanyak di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sekitar 25 prasasti yang berasal dari periode kerajaan Sunda dari abad 10 - 16 Masehi (pasca Tarumanagara). Prasasti lebih tua menggunakan aksara Jawa Kuna.
4. Aksara Sumatra Kuno.
Meski dekat India tidak banyak ditemukan prasasti dari sejarah kuno, jika dibandingkan dengan pulau Jawa, bahkan juga pulau Bali. Sejauh ini ditemukan 74 prasasti baik bertanggal maupun tidak. Sejak prasasti-prasasti Sriwijaya muncul pada abad 7 Masehi, dalam abad-abad berikutnya penemuan prasasti-prasasti sangat jarang, kenyataannya boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
Adityawarman (1343-1375), keturunan Majapahit mengeluarkan 13 prasasti yang ditulis dalam aksara Sumatra Kuna dan bahasa Sansekerta yang bercampur Melayu Kuna.
5. Aksara Bali Kuno.
Pulau Bali telah terjadi kontak dengan pengaruh India sejak abad 8 Masehi berdasarkan temuan prasasti-prasasti tanah liat (tablet) dalam stupika yang berisi mantra Budha "ye dharmma"dalam bahasa Sansekerta. Tablet-tablet tanah liat dari Pejeng, Bali, berasal dari periode yang sama. Prasasti di Bali masih terpelihara dengan aman di berbagai pura, dan hanya pada hari-hari tertentu menurut kalender Bali dibolehkan untuk dibaca. Prasasti bertanggal tertua adalah prasasti Sukawana tahun 804 Saka/882 Masehi, ditulis dalam aksara dan bahasa Bali Kuna.
6. Aksara Nagari.
Salah satu dari aksara India Utara yang muncul sekitar abad 8 Masehi. Aksara/tulisan Nagari kemudian menyebar ke Indonesia, yang disebut siddham. Aksara ini juga disebut "pra Nagari". Kata siddham berasal bahasa Sansekerta yang berarti 'sempurna'.
7. Aksara Tamil.
Seperti aksara Pallawa dari India Selatan, aksara Tamil bersama aksara Pallawa diturunkan dari aksara Brahmi, melalui aksara Grantha. Grantha, dalam bahasa Sansekerta berarti"puisi"atau"sajak". Bahasa Sansekerta secara alpabetis memang berbeda dari bahasa-bahasa lain di India Selatan. Muncul abad 5 - 19 Masehi.
Prasasti di Indonesia menurut bahasa yaitu :
1. Lokal (Melayu, Jawa, Bali, Sunda)
2. Asing (Sansekerta, Tamil, Pali, atau Cina)
2998
BAHAN untuk PRASASTI
Prasasti sejarah Indonesia sampai kepada Generasi Milenial, terbuat dari tiga jenis bahan yaitu batu, logam dan tanah liat. Sejarahnya prasasti dibuat dari empat jenis bahan yaitu :
1). Prasasti batu; disebut juga upala. Segi pengerjaannya ada yang 'bentukan alam' atau tanpa dipangkas terlebih dahulu sesuai bentuk yang diinginkan. Biasanya prasasti ini dipahat pada batu-batu besar atau tebing sebuah bukit.
Contoh prasasti yang diukir pada dinding gua, prasasti Ciaruteun yang diukir pada bongkahan batu besar, prasasti Tukmas pada dinding bukit tempat mengalirnya sebuah sungai.
Prasasti bentukan manusia, yaitu prasasti yang dipangkas terlebih dulu menurut bentuk yang diinginkan sebelum ditulisi. Prasasti yang dipangkas banyak ragamnya, seperti bulat telur, bulat panjang, persegi empat, segi empat dengan bagian atas membulat atau lengkung kurawal, segi lima, tak beraturan, atau berwujud area.
Teks yang ditulis pada prasasti ada yang satu sisi, dua sisi, tiga, empat bahkan seluruh permukaan prasasti batu.
2). Prasasti logam; disebut juga tamra atau prasasti perunggu. Prasasti logam yang ditemukan kembali tidak hanya dari perunggu/tembaga melainkan dari emas dan perak. Prasasti perunggu/tembaga banyak dijumpai karena bahan tembaga dan timah/bahan campuran untuk perunggu, mudah diperoleh.
Prasasti tembaga/perunggu yang ditemukan mencapai ukuran 66 x 44 cm. Ukuran standar prasasti perunggu sekitar 40 x 17 cm dengan ketebalan sekitar 1,5 mm.
Ukuran maksimal sekitar 25,5 x 9,5 cm tetapi ini tidak banyak dan boleh dikatakan langka, lebih sering ditemukan prasasti emas berupa lembaran tipis seperti pita.
3). Prasasti tanah liat; atau clay tablet, yaitu prasasti yang diukir pada kepingan tanah liat yang dibakar atau dijemur oleh panas matahari. Prasasti yang berbentuk bundar seperti kepingan tablet ini berukuran ± 2,5 cm, merupakan hasil cetakan dari stempel logam yang dibubuhi tulisan terbalik.
Tulisannya pendek dan rapat, isinya berupa mantra-mantra Budhis yang dibawa oleh pemeluknya pada upacara keagamaan.
4). Prasasti lontar; disebut juga rupta. Prasasti lontar hingga sekarang memang belum pernah ditemukan, tetapi wujudnya kemungkinan besar sama dengan manuskrip atau naskah-naskah kuno dari lontar yang ada saat ini.
Naskah Nagarakertagama atau Desawarnana yang digubah oleh Prapanca yang ada saat ini berupa salinan dari aslinya yang ditulis tahun 1365. Bahasanya mungkin tidak berubah/bahasa Jawa Kuna, tetapi ditulis dalam aksara Bali/yang seharusnya aksara Jawa Kuna. Bukti bahwa dulu memang ada prasasti lontar adalah ungkapan-ungkapan yang ditemukan dalam prasasti-prasasti abad ke-12.
Ketika itu Raja Jayabaya, raja Kediri yang memerintah tahun 1135 - 1144, mengabulkan permohonan penduduk desa Talan agar anugerah Raja Airlangga yang tertuang dalam prasasti lontar (ripta) dipindahkan isinya ke prasasti batu (upala) agar tetap langgeng dan dinikmati anak cucu mereka.
Sumber: Prasasti dan Raja-raja Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar