Bunga di Bukit Pelangi
Di sebuah desa kecil di kaki Bukit Pelangi, hiduplah seorang gadis bernama Liana. Ia dikenal karena keramahan dan kecantikannya, seperti bunga-bunga yang mekar di sepanjang bukit itu. Liana memiliki seorang sahabat bernama Rama, pemuda sederhana yang selalu menemani hari-harinya sejak kecil. Keduanya tumbuh bersama, berbagi tawa dan cerita. Namun, tanpa Liana sadari, Rama menyimpan perasaan lebih dari sekadar persahabatan.
Suatu pagi yang cerah, Liana dan Rama duduk di sebuah batu besar di tengah bukit, memandang matahari yang perlahan naik. Rama menggenggam sekuntum bunga liar berwarna merah muda yang baru saja dipetiknya.
"Liana," Rama memulai dengan suara bergetar, "aku ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama kupendam."
Liana menoleh, tersenyum. "Apa itu, Rama? Kau terlihat serius sekali."
Rama menarik napas dalam-dalam. "Aku mencintaimu. Lebih dari sekadar sahabat. Aku ingin kita selalu bersama, bukan hanya sebagai teman, tapi sebagai pasangan."
Liana terkejut. Ia tak menyangka sahabatnya memiliki perasaan seperti itu. Dengan hati-hati, ia menjawab, "Rama, aku tidak tahu harus berkata apa. Kau adalah sahabat terbaikku. Aku takut jika aku menerima perasaanmu, persahabatan kita berubah. Dan... aku memiliki rencana besar untuk hidupku. Aku ingin pergi ke kota untuk mengejar mimpiku."
Rama terdiam, wajahnya berubah muram. "Jadi, kau akan pergi? Meninggalkan desa ini? Meninggalkan aku?"
Liana menatapnya dengan penuh haru. "Aku harus pergi, Rama. Aku ingin menjadi pelukis yang dikenal dunia. Bukit ini, bunga-bunga di sini, inspirasiku, tapi mimpiku ada di luar sana. Aku tak ingin mengorbankan persahabatan kita atau membuatmu lebih terluka dengan tetap di sini tanpa cinta yang kau harapkan."
Rama mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kesedihannya. "Kalau begitu, pergilah, Liana. Aku hanya ingin kau bahagia. Tapi, apakah kau yakin ini keputusan terbaik?"
Liana menggenggam tangan Rama. "Kadang, perpisahan adalah jalan menuju kebahagiaan. Jika aku tetap di sini, aku takut melukai hatimu lebih dalam. Lebih baik kita berpisah sekarang, meski berat, daripada aku menjadi beban dalam hidupmu."
Hari perpisahan pun tiba. Di stasiun kecil desa, Rama mengantar Liana dengan mata berkaca-kaca. "Aku akan merindukanmu," bisiknya.
Liana tersenyum, menahan air matanya. "Aku juga akan merindukanmu, Rama. Tapi aku percaya, suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi sebagai orang yang lebih baik, dengan mimpi yang sudah tercapai."
Tahun-tahun berlalu. Liana berhasil menjadi pelukis terkenal, dan ia sering kembali ke desa untuk mengunjungi Bukit Pelangi yang menjadi inspirasinya. Suatu hari, ia bertemu kembali dengan Rama, yang kini telah menjadi petani bunga yang sukses.
"Liana," kata Rama, tersenyum, "kau benar. Perpisahan kita dulu bukanlah akhir, tapi awal dari kebahagiaan kita masing-masing."
Liana mengangguk. "Dan aku bersyukur kita cukup berani untuk melepaskan satu sama lain demi kebahagiaan yang lebih besar."
Keduanya tersenyum, menyadari bahwa meskipun jalan mereka berbeda, persahabatan mereka tetap abadi, seperti bunga-bunga yang selalu mekar di Bukit Pelangi.
Pesan Moral :
Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa terkadang, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan menuju kebahagiaan dan pencapaian yang lebih besar. Melepaskan seseorang yang kita cintai demi kebaikan bersama membutuhkan keberanian dan kebesaran hati, namun pada akhirnya, hal tersebut dapat membawa kedamaian, pencapaian mimpi, dan hubungan yang lebih tulus. Perpisahan yang dilakukan dengan niat baik akan membuktikan bahwa cinta sejati adalah tentang merelakan, bukan sekadar memiliki. #Cerita #Dongeng #CeritaPendek #FairyTale
Tidak ada komentar:
Posting Komentar