Jumat, 31 Januari 2025

BANJIR DARAH DI KADIPATEN PUGER ( 1757 )

 BANJIR DARAH DI KADIPATEN PUGER

( 1757 )


Ditulis oleh : Warisan Adiluhung Blambangan 


Aum Awignamastu namah Siddham


          Kadipaten Puger adalah sebuah Kadipaten yang dulu milik kerajaan Blambangan, tetapi pada masa pemerintahan Tumenggung Wiranegara Untung Surapati menjadi milik kekuasaan kerajaan Supit Urang di Pasuruhan. Namun, pasca gugurnya Untung Surapati di benteng Bangil, wilayah-wilayah kekuasaan Pasuruhan lebih memilih merdeka dan berdiri sendiri terlepas dari kekuasaan VOC-Belanda maupun kerajaan Blambangan.


Pada tahun 1750, Tumenggung Jayalelana III penguasa Banger melantik Bagus Kasim sebagai Demang di Besuki dan mengakhiri daerah yang dulu dikenal sebagai daerah Demong, daerah Blambangan dibawah kadipaten Sentong( Bondowoso ).

Bagus Kasim baru menerima surat pengangkatannya secara sah pada 8 September 1765 dan bergelar Kiyai Demang Wiradipura, beliau juga mengusir penduduk Bugis dan Mandar yang masih tersisa didaerah Besuki, hingga mereka mencari suaka dan keadilan dengan mendirikan kamp-kamp di daerah Bong Pakem.


Untuk merebut kembali daerah Demong yang kini sudah berganti menjadi Besuki, Pangeran Patih Agung Wilis segera menjalin hubungan dengan Adipati Puger yang bernama Adipati Arya Wiradiningrat untuk menggempur Banger dan merebut kembali Demong dari Banger.

Hal itu ternyata didengar oleh Tumenggung Jayalelana III dan segera menjalin hubungan dengan Adipati Puger tersebut.

Mendengar bahwa Adipati Arya Wiradiningrat juga berhubungan dengan Tumenggung Jayalelana III, Pangeran Patih Agung Wilis segera memimpin pasukan untuk menyerang Kadipaten Puger pada tahun 1757. Geger di Kadipaten Puger tersebut membuat tewasnya Adipati Puger Arya Wiradiningrat didalam kedatonnya, tidak hanya itu geger di Kadipaten Puger meluas sampai ke daerah Lamajang.


Setelah Kadipaten Puger kembali ke pangkuan bhumi Blambangan, Prabu Agung Danuningrat mengangkat penguasa baru yaitu Bagus Dalem Puger III Mas Arya Gajah Anguli ( putera Pangeran Mas Arya Gajah Binarong ) didampingi oleh Mas Surawijaya ( putera Pangeran Patih Agung Wilis ) sebagai patihnya.


Keberhasilan Pangeran Patih Agung Wilis inilah yang kemudian menjadi perbandingan dengan rajanya Prabu Agung Danuningrat yang telah gagal mempertahankan Demong sehingga lepas menjadi kademangan Besuki. Hal inilah yang membuat masyarakat lebih dekat dengan Patih Agung Wilis daripada dengan Prabu Agung Danuningrat, sehingga ada persepsi bahwa Patih Agung Wilis atau Mas Putera lebih cakap memimpin negeri daripada Prabu Agung Danuningrat.


           Pada tahun 1760, Ida Cokorda Mengwi atau I Gusti Agung Made Munggu memanggil I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar untuk menghadap di Puri Mengwi. Sebelumnya telah diceritakan bahwa I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar putera Bagus Kabakaba atau I Gusti Dewa Kabakaba dititipkan kepada Sayu Ratu atau Dewi Gung Pura di Mengwi setelah wafatnya Mas Ayu Buleleng. Setelah dewasa menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah, Ida Cokorda Mengwi memerintahkan I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar untuk pergi ke Blambangan guna mengabdi kepada raja Blambangan serta membantu Pangeran Patih Agung Wilis dari desas-desus ancaman pihak Banger dan VOC-Belanda.


Cokorda Agung Mengwi memiliki ambisi untuk mendudukkan Agung Wilis sebagai raja di Blambangan dan menjaga diri Agung Wilis dari besan raja yaitu Mas Bagus Tepasana yang merupakan utusan Banger dan  VOC-Belanda.

Setibanya di Blambangan, I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar diterima dengan baik oleh Pangeran Patih Agung Wilis karena memang beliau juga kerabat kerajaan Blambangan dan merupakan keponakan dari Pangeran Patih Agung Wilis.


Ketika tiba di Blambangan, I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar menyerahkan surat dari Cokorda Agung Mengwi dan diperintahkan tinggal bersama Pangeran Patih Agung Wilis. Kemudian, Pangeran Patih Agung Wilis merekomendasikan I Gusti Gedhe Lanangjaya Dhenpasar menjadi punggawa di Blambangan, dengan mengikuti seluruh aturan di Blambangan sehingga beliau diangkat menjadi seorang Agulagul Blambangan bergelar RANGGASATATA. Gelar Rangga yang diberikan serupa dengan pangkat yang dimiliki ayahnya dan kelak akan memimpin pasukan Bali di Blambangan.


Blambangan, 2 Sukra Pon wuku Ḍukut 1946 çaka.


Sumber :


Babad Tawangalun

Babad Blambangan

Babad Mengwi

Prasada bhumi poeger; setiyo hadi

Dari Blambangan menjadi Banyuwangi; aji ramawidi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah Makam Peneleh Belanda

*Sejarah Makam Peneleh Belanda* Bagaimana sejarah Makam Peneleh Belanda di Surabaya dimulai Makam Peneleh, yang dikenal sebagai Makam Beland...