*3 Tokoh Sumpah Pemuda dari Jawa Timur*
Tari Pagusa - detikJatim
Jumat, 27 Okt 2023 11:56 WIB
Surabaya - Dalam Sumpah Pemuda tidak ada tokoh khusus yang diidentifikasikan sebagai perwakilan dari Jawa timur. Namun, tokoh-tokoh pemuda kelahiran Jawa Timur sangat aktif dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda dari Jawa Timur tersebut, di antaranya seperti Soenario Sastrowardoyo, Soegondo Djojopoespito, dan Katjasungkana. Berikut peran 3 tokoh tersebut dalam Sumpah pemuda.
*Tokoh Sumpah Pemuda dari Jawa Timur*
1. Soenario Sastrowardoyo
Melansir penelitian Diena Fahrani dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Soenario lahir pada 28 Agustus 1902 di Madiun. Sejak kecil, Soenario tinggal di Madiun dan memulai pendidikannya di sekolah taman kanak-kanak, yang dikenal sebagai Frobelschool, pada 1908.
Dia melanjutkan pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar setara, pada 1909. Setelah menyelesaikan ELS, Soenario melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), setara SMP. Kemudian pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Rechtschool, sekolah kejuruan hukum.
Soenario adalah salah satu tokoh yang memegang peran penting dalam 2 peristiwa bersejarah yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan Indonesia, yaitu Manifesto 1925 dan Kongres Pemuda II.
Saat Manifesto Politik 1925 diumumkan, Soenario bersama Bung Hatta menduduki posisi pengurus Perhimpunan Indonesia. Soenario menjabat sebagai Sekretaris II dan Hatta sebagai bendahara I. Pada akhir Desember 1925, Soenario meraih gelar Meester in de Rechten sebelum kembali ke Indonesia.
Sebagai pengacara aktif, Soenario membela para aktivis pergerakan nasional yang terlibat konfrontasi dengan pihak berwenang Hindia Belanda. Prestasinya yang signifikan terlihat ketika ia menjadi penasihat Kongres Pemuda II pada 1928, sebuah peristiwa bersejarah yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Ia menjadi salah satu pembicara utama dan menyampaikan makalah tentang Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia. Melalui keterlibatannya dalam peristiwa-peristiwa ini, Soenario berperan besar dalam membentuk arah perjuangan nasional dan mempromosikan persatuan di antara pemuda Indonesia.
2. Soegondo Djojopoespito
Melansir detikNews, Soegondo lahir pada 22 Februari 1905 di Tuban. Ayahnya Kromosardjono merupakan seorang penghulu di Tuban, sementara ibunya adalah putri seorang khotib bernama Djojoatmojo. Djojopoespito adalah nama keluarga yang diambil dari adik buyut kakeknya.
Sejak kecil ia tinggal bersama sang paman di Blora. Paman Soegondo mendukung mereka dalam pendidikan. Namun setelah kematian pamannya, Soegondo kecil putus sekolah untuk beberapa waktu.
Antara 1911 hingga 1918, Soegondo bersekolah di HIS (Holland Indische School). Kemudian, meneruskan pendidikan ke MULO (Meer Uitgebried Lder Onderwijs) hingga 1921. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan di AMS (Agleemeene Midelbar School) Yogyakarta.
Soegondo muda menjalani karier sebagai tenaga pendidik dan wartawan lepas, hingga akhirnya mendapatkan kepercayaan menjadi Direktur Kantor Berita Antara pada 1941.
Pada September 1926, Soegondo, RT Djoksodipoero, Goelarso, Soewirjo, Darwis, dan Sigit bersama-sama mendirikan Perhimpoenan Pemoeda Peladjar Indonesia atau PPPI. Pada 1927, Soegondo diangkat sebagai Ketua PPPI.
Demi menyatukan kelompok pemuda dari berbagai wilayah, seperti yang terjadi pada Kongres Pemuda I, Soegondo dan rekannya mengorganisasi Kongres Pemuda II. Kongres ini dipimpin Soegondo dan diadakan pada 27-28 Oktober 1928. Setelah tiga kali rapat akhirnya menghasilkan Sumpah Pemuda.
3. R. Katja soengkana
Katjasungkana dilahirkan di Pamekasan, pada 24 Oktober 1908. Ia adalah keturunan dari R. Sosrodanukusumo dan Siti Rusuli. Ayahnya Sosrodanukusumo adalah seorang wedana yang pernah bertugas di Sampang dan Bangkalan.
Sosrodanukusumo merupakan lulusan terbaik Sekolah Pegawai Pangreh Praja (Mosvia) di Probolinggo, serta salah satu pendiri Sarikat Islam di Sampang. Ia juga aktif dalam perjuangan koperasi garam rakyat, untuk mencegah harga garam ditentukan sewenang-wenang oleh pemerintah Belanda.
Sosrodanukusumo menjadi anggota Java Instituut, sebuah lembaga kebudayaan Jawa yang didirikan pada Desember 1919. Beberapa karyanya seperti Johar Mutu Manikam dimuat dalam publikasi berkala Java Instituut, Djawa.
Sementara ibu Katjasungkana memiliki keturunan Palembang-Jawa dan merupakan putri tunggal Mohammad Seman Kiemas. Kiemas adalah lulusan pertama Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (Stovia) dan merupakan salah satu pendiri Muhammadiyah di Sampang.
Sebagai seorang anak wedana, Katjasungkana tumbuh dalam lingkungan keluarga yang memiliki intelektual tinggi. Ia memiliki akses untuk membaca berbagai jenis buku, termasuk yang berkaitan dengan bahasa dan filsafat.
Salah satu prestasi yang diakui sejarah adalah peran Katjasungkana dalam Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 28 Oktober 1928. Ia berperan sebagai salah satu inisiator dan kontributor utama.
Acara tersebut menghasilkan Sumpah Pemuda. Panitia yang mengelola kongres ini terdiri dari 9 orang, yang dipimpin Soegondo Djoyopuspito. Katjasungkana mewakili organisasi Jong Indonesia, yang didirikan pada Februari 1927.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar