6 Contoh Sejarah Diakronik dan Pengertiannya
Marcella Rika Nathasya - detikJateng
Minggu, 10 Sep 2023 15:27 WIB
Solo - Diakronik merupakan salah satu konsep berpikir dalam memahami ilmu sejarah. Untuk memahaminya, berikut ini contoh sejarah diakronik dan pengertiannya.
Konsep berpikir ini penting dalam ilmu sejarah dan kerap kali digunakan untuk melakukan penelitian terhadap peristiwa-peristiwa sejarah di masa lampau, bagaimana awal mula peristiwa tersebut dapat terjadi hingga akhir dari peristiwa tersebut.
Pengertian Diakronik
Diakronik berasal dari bahasa Latin, dari kata dia dan chronos. Dia artinya melalui dan chronos artinya waktu. Model diakronik lebih mengutamakan dimensi waktu dengan sedikit memperhatikan keluasan ruang. Model diakronik digunakan dalam ilmu sejarah sehingga pembahasan tentang suatu gerak dalam waktu dan kejadian-kejadian yang konkret menjadi tujuan utama sejarah.
Pendekatan diakronis dalam ilmu sejarah digunakan untuk menganalisis suatu perubahan dari satu waktu ke waktu yang lain dengan ruang yang terbatas. Dengan demikian, kita akan mampu melihat bagaimana terjadinya suatu perubahan sepanjang waktu yang kita teliti. Pendekatan ini memungkinkan sejarawan untuk memahami dampak perubahan dan menggali alasan dibalik munculnya keadaan dan peristiwa tertentu dalam sejarah.
Berpikir diakronik mengajarkan kita untuk melakukan pengamatan yang lebih mendalam terhadap berbagai fenomena atau peristiwa dalam konteks sejarah. Ini membimbing kita untuk melihat bagaimana suatu peristiwa sejarah berkembang seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, untuk berpikir diakronik, penting untuk memiliki pemahaman tentang konsep periodisasi dan kronologi, karena ini membantu kita mengorganisir dan memahami kronologi peristiwa sejarah dengan lebih baik.
Contoh Sejarah Diakronik
Dikutip dari laman resmi Kemdikbud RI dan buku Sejarah Indonesia: untuk SMK Kelas X Semester Ganjil, berikut ini contoh sejarah diakronik.
Contoh 1: Peristiwa Tanam Paksa (1830-1870)
Tanam Paksa ( 1830 - 1870 )
Pada tahun 1830 saat pemerintah belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-1830), kondisi ini diperparah dengan pecahnya Perang Belgia (1830 - 1831).
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara yang kosong, membiayai perang serta membayar hutang. Untuk menjalankan tugas yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch memfokuskan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor. Van den Bosch menyusun peraturan-peraturan pokok yang termuat pada lembaran negara (Staatsblad) Tahun 1834 No.22 sebagai berikut:
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di pasar Eropa.
2. Bagian tanah tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk di desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagang tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5. Tanaman dagang yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih profitnya harus diserahkan kepada rakyat.
6. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat.
7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan mulai tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa. Pada tahun 1843, padi pun dimasukan dalam sistem tanam paksa sehingga pada tahun 1844 timbul paceklik di Cirebon, Demak, Grobogan yang menyebabkan ribuan rakyat mati kelaparan.
Setelah peristiwa tersebut , antara tahun 1850 - 1860 muncul perlawanan secara gencar dari kalangan orang Belanda sendiri seperti L. Vitalis (Inspektur Pertanian), dr. W. Bosch (Kepala Dinas Kesehatan), dan W. Baron Van Hoevell (kaum Humanis) untuk menuntut dihapuskannya Tanam Paksa. Selain tokoh tokoh tersebut pada tahun 1860 seorang mantan Assisten Residen di Lebak , Banten yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli) menulis buku berjudul Max Havelaar yang berisi kritik tajam atas pelaksanaan Tanam Paksa yang tidak manusiawi. Dengan kritikan ini perhatian terhadap kondisi di Indonesia menjadi semakin luas dikalangan masyarakat Belanda, mereka menuntut agar sistem tanam paksa yang sudah melanggar Hak asasi Manusia ini dihapuskan.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, akhirnya dihapus pada tahun 1870 setelah memperoleh protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, meskipun pada kenyataannya Sistem Tanam Paksa untuk tanaman kopi di luar Jawa masih berjalan hingga tahun 1915. Program tersebut (Sistem Tanam Paksa) dijalankan dengan nama sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Contoh 2: Peristiwa Pertempuran Surabaya / 10 November 1945
Pertempuran 10 November 1945
Pertempuran Surabaya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.
Bentrokan-bentrokan tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.
Kematian Jendral Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA serta ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang orang Indonesia tidak mentaati perintah Inggris.
Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.
Namun ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadilah pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat pada tanggal 10 November 1945, selama lebih kurang tiga minggu lamanya. Medan perang Surabaya kemudian mendapat julukan "neraka" karena kerugian yang disebabkan tidaklah sedikit.
Pertempuran tersebut telah mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil. Selain itu diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya dan tercatat sekitar 1600 orang prajurit Inggris tewas, hilang dan luka-luka serta puluhan alat perang rusak dan hancur.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara tak kenal menyerah yang ditunjukkan rakyat Surabaya, membuat Inggris serasa terpanggang di neraka dan membuat kota Surabaya kemudian dikenang sebagai kota pahlawan.
Contoh 3: Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa (20 Oktober - 15 Desember 1945)
Pertempuran Ambarawa atau Palagan Ambarawa (palagan berarti pertempuran) terjadi pada tanggal 20 November 1945 dan berakhir pada tanggal 15 Desember 1945 antara pasukan TKR dan Pemuda Ambarawa melawan pasukan Inggris. Ambarawa merupakan salah satu kota kolonial dengan letak yang strategis yaitu berada di tengah - tengah pulau Jawa dan berada diantara kota - kota besar seperti Semarang, Salatiga, dan Magelang. Peristiwa pertempuran Ambarawa dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke - 23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Setelah terjadi peristiwa Perang 5 Hari di Semarang melawan pasukan Jepang, pemerintah Indonesia mempersilahkan pihak Sekutu untuk mengurus tawanan perang yang ada di Ambarawa dan Magelang. Maksud kedatangan Sekutu ke Ambarawa dan Magelang adalah :
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil
Kedatangan Sekutu ternyata diboncengi pasukan NICA. Dalam pelaksanaannya Sekutu yang diboncengi NICA menyelewengkan wewenangnya dan mengganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia. Setibanya di Magelang mereka mempersenjatai para tawanan perang sehingga terjadi peperangan pada tanggal 26 Oktober 1945 antara TKR melawan Sekutu di Magelang. Pertempuran ini berakhir ketika Ir. Soekarno dan Brigadir Jendral Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945 dan mengadakan perundingan. Dari perundingan ini mendapatkan kesepakatan yang dituangkan dalam 12 pasal yang berisi :
1. Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan pasukan Jepang (RAPWI / Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Interneers) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan - badan yang ada di bawahnya.
Kesepakatan antara Ir. Soekarno dan Brigadir Jendral Bethell diingkari oleh Sekutu. Pertempuran Ambarawa pecah pada tanggal 20 November 1945 antara TKR dibawah pimpinan Mayor Sumarto dan pihak Sekutu. Pada tanggal 21 November, pasukan Sekutu yang berada di Magelang diboyong ke Ambarawa dengan perlindungan pesawat tempur. Pada tanggal 22 November 1945, perang berkobar di kota Ambarawa. Pasukan TKR Ambarawa beserta bantuan TKR Boyolali, Salatiga dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda dan membentuk suatu garis pertahanan di sepanjang jalur rel kereta api yang membelah kota Ambarawa.
Contoh 4: Peristiwa Perang Diponegoro
Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro (1825-1830) peristiwa penting yang terjadi:
1. Pemerintahan kolonial berencana membangun jalan untuk melancarkan sarana transportasi dan militer di Yogyakarta.
2. Pada tanggal 20 juli 1825 perang Tegalrejo dikepung oleh serdadu Belanda.
3. Diponegoro dan pengikutnya menyusun strategi gerilya.
4. Belanda menerapkan strategi Benteng Stelsel pada tahun 1827.
5. Tahun 1829 Kiai Maja ditangkap.
6. Pangeran Diponegoro tertangkap di Magelang pada 25 Maret 1930.
Contoh 5 : Perang Padri
Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri (1821-1837) peristiwa penting yang terjadi:
1. Terjadi perang antara kaum padri dan kaum adat, namun terjadi perjanjian
2. Perdamaian pada tanggal 15 Juli 1825 di Padang yang mengharuskan tentara Belanda ditarik ke Jawa.
3. Pada tahun 1834 Belanda mengerahkan pasukan untuk menggempur pusat pertahanan kaum padri di bonjol.
4. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Minahasa hingga wafatnya.
Contoh 6: Pertempuran 5 Hari Semarang
Pertempuran 5 Hari Di Semarang (15 Oktober-19 Oktober 1945)
Kronologi Pertempuran 5 Hari di Semarang (15 Oktober-19 Oktober 1945)
1. Tawanan Jepang kabur pada hari Minggu, 14 Oktober 1945.
2. Tersiar kabar bahwa sumber air minum di Semarang telah diracun. Dr Kariadi yang hendak memeriksa sumber air dibunuh oleh tentara Jepang.
3. Terjadi pertempuran yang berlangsung selama lima hari mulai dari 15 Oktober 1945.
Itulah contoh sejarah diakronik yang dapat dijadikan referensi lengkap dengan pengertiannya. Semoga bermanfaat, Lur!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar