MATERI DISKUSI PUBLIK DRAF PENULISAN BUKU
SEJARAH INDONESIA 2025
JILID III
NUSANTARA DALAM JARINGAN GLOBAL: ASIA
BARAT
PENULIS:
Prof. Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.S.
Dra. Libra Hari Inagurasi, M. Hum.
Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, M.A.
Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum.
Prof. Usep Abdul Matin, S.Ag., M.A., Ph.D.
Endi Aulia Garadian, M.Hum.
Drs. Suprayitno, M.Hum., Ph.D.
Dr. Suriadi Mappangara, M.Hum.
Setyadi Sulaiman, M.Hum.
Abu Bakar Said, M.Hum.
Dr. Wanny Rahardjo Wahyudi, M.Hum.
Pidia Amelia, M.A.
Wahyu Widodo, M.Hum.
PENDAHULUAN
Dalam konteks perjalanan sejarah Indonesia, Jilid III memiliki signifikansi dalam memaknai proses Islamisasi yang terjadi di Nusantara sejak abad pertama Hijriah. Jilid ini akan memberikan pembahasan tentang jaringan perdagangan global yang melibatkan wilayah-wilayah Nusantara sebagai pusat perdagangan internasional yang telah membentuk sebuah peradaban besar di kawasan ini. Penemuan arkeologis hasil ekskavasi di Situs Bongal, menjadi titik balik untuk melihat jejak-jejak Islam di Nusantara yang sudah ada sejak abad ke-7 M.
Komunitas Muslim yang membentuk hubungan di bandar-bandar dagang, contohya seperti di pelabuhan tua Lamuri pada abad ke-9 hingga abad ke-15 M yang menyisakan jejakjejak struktur kota dan pelabuhan, bukti arkeologis seperti makam batu nisan penguasa lokal yang berinskripsi Arab dan catatan kunjungan penjelajah asing menunjukkan bahwa Lamuri memiliki struktur pelabuhan dan masyarakat Muslim yang terorganisir, serta menjadi titik awal pertemuan budaya Islam Asia Barat dengan tradisi lokal Nusantara.
Benang merah. Jilid III adalah narasi baru tentang Islamisasi di Nusantara sejak abad ke-7 hingga ke-16 M, yang berlangsung melalui jaringan dagang maritim internasional di Samudera Hindia. Kedatangan Islam [dari Asia Barat] ke Nusantara memanfaatkan jejaring maritim yang sudah ada, yang sudah dirintis dalam proses perjumpaan antara Nusantara dengan India pada abad ke-2 hingga abad ke-4 M. Bahkan, sudah terjalin perjumpaan antara Nusantara dengan Cina melalui jejaring maritim sejak sebelum masehi. Jilid ini juga menjadi landasan penting bagi pembahasan tema-tema selanjutnya, sekaligus melanjutkan kesinambungan kemaritiman dari dua jilid sebelumnya (jilid I dan II).1
Bersama dengan itu, jaringan dagang maritim berskala internasional melalui Lautan Hindia menjadi pembahasan utama, yang kemudian melahirkan pembentukan komunitas Muslim di bandar-bandar dagang, dan akhirnya pada abad ke-13 M berdiri kerajaan Islam di ujung pulau Sumatra, dan pada abad-abad berikutnya di wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Dalam hal ini, satu poin untuk ditegaskan adalah bahwa pembentukan kerajaan-kerajaan Islam berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan perdagangan maritim dan perubahan sosial menyusul jaringan global dengan pusat dunia Islam di Asia Barat. Sejak itu, kerajaan menjadi pusat perkembangan Islam sebagai peradaban, mulai dari penulisan karya intelektual berikut pemikiran, konsepsi politik, bahasa dan sastra, hingga pranata keagamaan.2
Catatan :
1 Abdul Hadi Wiji Muthari, Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf Dan Puisi-Puisinya (Jakarta: Mizan, 1995), 9. Lihat juga Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Volume Two; Expansion and Crisis (New Haven and London: Yale University Press, 1988), 1.
2. Jajat Burhanudin, Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia: Dari Negeri Di Bawah Angin Ke Negara Kolonial (Jakarta: Kencana, 2017), 127–28.
Kebaruan utama dari Jilid III ini adalah temuan arkeologis di Situs Bongal, Sumatera Utara. Dasar dari penetapan abad ke-7 M ini merujuk kepada penemuan arkeologis terbaru (2019-2024) tentang koin Islam di kaki bukit Bongal, yang terletak di Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Koin ini dibuat di Basrah, Irak, pada tahun 76 hijriyah (698 M/akhir abad ke-7 M) di masa Dinasti Bani Umayyah, yang dipimpin oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (memerintah dari 685 M sampai 705 M).
Koin ini bertuliskan ayat-ayat suci al-Qur’an. Temuan ini menunjukan bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia langsung dari Asia Barat sejak abad ke-7 M.3
Sebagai pelabuhan, Bongal diyakini pernah menjadi pusat pelayaran dan perdagangan penting di masa lalu. Sumber daya alam seperti getah dan kayu harum dari hutan tropis, termasuk cendana, gaharu, dan kapur barus (kaafuur), 4 merupakan komoditas utama yang diperdagangkan, bahkan sejak sebelum masehi dan masih dapat diamati langsung di Bongal.5
Kapur barus dari hutan Sumatera dikenal luas dan sangat diminati oleh bangsa-bangsa besar seperti Arab, Mesir, dan Mesopotamia. Penyebutannya dalam al-Qur’an (Surat al-Insan: 5) menunjukkan nilainya dalam peradaban Islam dan menjadi petunjuk awal hubungan maritim antara Arab dan Nusantara jauh sebelum masa Nabi Muhammad.6 Kawasan Barus dan Bongal di Tapanuli Tengah, yang saling berdekatan, menjadi pusat produksi kapur barus dan telah disinggahi kapal-kapal asing seperti dari Athena dan Mesir sejak sebelum masehi. Hingga kini, jenis-jenis tanaman penghasil komoditas tersebut masih dapat ditemukan di wilayah Bongal. 7
Aktivitas perdagangan ini tidak hanya menunjukkan kekayaan sumber daya alam Nusantara (terutama kapur barus), tetapi juga membuktikan bahwa kawasan ini telah menjadi titik penting dalam jaringan maritim dunia kuno, bahkan setelah datangnya Islam ke kawasan ini (Bongal dan Barus).8
Kesimpulannya adalah bahwa kebaruan (novelty) dari Jilid III ini menekankan bahwa Islam masuk ke Nusantara secara damai dan tidak menghilangkan budaya lokal, berbeda dari
Catatan :
3. Sultanate Institute, “Situs Bongal Warisan Dunia | Pelabuhan Kosmopolitan Abad 7-10 Masehi,” 2023, https://www.youtube.com/watch?v=hcEyR7Gv-ck.
4. Abu Bakar Said dan Aswandi Anas, Kâfûr: Aromatika Alami Asal Indonesia Untuk Dunia Islam Masa Umayyah Dan Abbasiyah (Abad 7 M-13 M), ed. Furqon Faiz dan M. Faizurrahman, Cetakan I (Serengan Surakarta: PT Media Literasi Nesia, 2023), ix.
5. Ery Soedewo et al., “History of the West Coast of North Sumatra before Barus : Preliminary Results of Archaeological Research at the Bongal Settlement Site History of the West Coast of North Sumatra before Barus : Preliminary Results of Archaeological Research at the Bongal S,” Association Archipel 107, no. 17–46 (2024): 32, https://doi.org/10.4000/12fvk.
6. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar, Jilid 10 (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1990), 7791.
7. Muthari, Hamzah Fansuri, Risalah Tasawuf Dan Puisi-Puisinya, 9.
8 Muthari, 9
narasi dalam Sejarah Nasional Indonesia (1984) dan Indonesia dalam Arus Sejarah (2012) yang baru menyebut proses Islamisasi terjadi pada abad ke-12 atau ke-13 M. Bukti arkeologis di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dari abad ke-7 M menunjukkan bahwa Islam telah hadir lebih awal, dan hal ini sejalan dengan peran para sufi yang pada abad ke-13 memperkokoh (memperkuat) ajaran Islam melalui pendekatan yang tenang, menghargai budaya setempat, dan tidak memaksakan meninggalkan keyakinan lama. Para sufi tidak hanya mengajarkan ajaran Islam yang bersifat spiritual, tetapi juga membantu memperluas pengaruh Islam di wilayah yang telah mengenalnya sejak abad pertama Hijriah.9
Temuan ini memperkaya dan memperbaiki narasi yang sebelumnya ada dalam Sejarah Nasional Indonesia (SNI) terbitan 1984 dan Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) terbitan 2012.
Dalam IDAS (2012), proses Islamisasi di kepulauan Indonesia baru diyakini terjadi pada abad ke-12 dan ke-13 M, sedangkan dalam SNI (1984), disebutkan bahwa kehadiran Islam di abad ke-7 M masih bersifat dugaan. SNI menyatakan bahwa kerajaan bercorak Islam yang muncul pada abad ke-13 M di pesisir timur laut Aceh—yakni di wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara—“mungkin hasil proses Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, 8 dan seterusnya... .”.
10
Proses Islamisasi tersebut disebut sebagai cikal bakal dari kemunculan kerajaan-kerajaan Islam awal di Nusantara. Dengan adanya temuan arkeologis di Situs Bongal—Jilid III ini menambahkan data faktual bahwa Islam memang telah hadir di Indonesia sejak abad ke-7 M, terhadap SNI Jilis III (1984) dan IDAS (2012).11
Catatan :
9. Burhanudin, Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia: Dari Negeri Di Bawah Angin Ke Negara Kolonial, 108.
10. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia, ed. Uka Tjandrasasmita (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 3. Lihat juga Azyumardi Azra, “Jilid III: Kedatangan Dan Peradaban Islam,” in Indonesia Dalam Arus Sejarah, ed. Azyumardi Azra dan Jajat Burhanudin (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2012), 14.
11. Azyumardi Azra, “Jilid III: Kedatangan Dan Peradaban Islam,” 14
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 NUSANTARA DALAM PERDAGANGAN JARAK JAUH
1. Pendahuluan
2. Angin Muson Samudra Hindia
3. Abad 7 M, Menandai Awal Globalisasi Dunia
4. al-Hind dalam Jaringan perdagangan Global
5. Arkelogi Situs Bongal: Wajah Asia Barat di Nusantara
6. Rempah Nusantara dan Pertemuan Budaya
7. Kapur: Rempah Aromatika
8. Situs Bongal dalam Diskursus Islamisasi Nusantara
9. Kesimpulan
BAB 2 KOMUNITAS MUSLIM DI BANDAR DAGANG
1. Pendahuluan
2. “Zabag” Wanua Sriwijaya
3. Hubungan Dagang dengan Para Pedagang Arab
4. Barus Pantai Barat Sumatra
5. Kota Rantang dan Pulau Kampai Bandar Kerajaan Aru
6. Lamuri, Bandar Internasional dan Komunitas Muslim di Ujung Utara Sumatra
7. Kesimpulan
BAB 3 MUNCULNYA KERAJAAN-KERAJAAN BERCORAK ISLAM
1. Pendahuluan
2. Tipologi Pembentukan: Tiga Pola Dominan
3. Integrasi Elite Lama.
4. Mobilisasi Elit Baru
5. Konversi Politik. Sub-judul baru
6. Dua Kerajaan Islam Pertama di Nusantara: Samudera Pasai dan Malaka
7. Transisi Kekuatan: dari Sriwijaya ke Kerajaan Islam di Sumatera
Aceh Darussalam
Kerajaan Indrapura
Kesultanan Jambi
Kesultanan Asahan
Kesultanan Palembang
Siak Sri Indrapura
8. Dari Pesisir ke Pedalaman: Pembentukan Kerajaan di Jawa
9. Kesultanan di Kawasan Timur Nusantara
Sulawesi Selatan: Gowa-Tallo dan Sekitarnya
Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton dan Sekitarnya
Sulawesi Barat: Kerajaan-Kerajaan Mandar
Sulawesi Tengah dan Utara: Dari Banggai hingga Gorontalo
Maluku Utara
Kalimantan
10. Islam Sebagai Institusi Politik Baru [: Kesimpulan]
11. Daftar Pustaka
BAB 4 BERKEMBANGNYA KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM
1. Pendahuluan
2. Keterhubungan Global
3. Penggerak Intensifikasi Islam
4. Intensifikasi Islam di Semenanjung Malaya dan Sumatra
Samudera Pasai, Malaka, dan Perlak
Aceh Darussalam
Minangkabau
5. Demak dan Banjar: Peran Ulama Kerajaan
6. Dari Pusat Ekumene Islam di Jawa
Giri-Gresik
7. Dari Pusat Ekumene Islam di Jawa
Giri-Gresik
8. Jaringan intensifikasi Islam
9. Dari Giri-Gresik ke Ternate-Tidore dan Lombok-Bima-Sumba
10. Mengislamkan Sulawesi, Mengislamkan Kutai: Datuk Ri Bandang dan
Tunggang Parangan
Dinamika Islamisasi di Sulawesi: Gowa-Tallo
Dinamika Islamisasi Kerajaan Kutai
11. Penutup: Islam dan Jaringan Masyarakat Nusantara
BAB 5 MASUKNYA ISLAM KE JAWA
1. Pendahuluan
2. Latar belakang Islam Jawa
3. Diskursus Wali Songo dalam Historiografi Tradisional
4. Wali Songo sebagai Realitas Sejarah
5. Wali Songo: Profil Sosial-Intelektual
Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Raden Rahmat (Sunan Ampel)
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)
Raden Syarifudin (Sunan Drajat)
Raden Mas Said (Sunan Kalijaga)
Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri)
Jafar Sodiq (Sunan Kudus)
Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
6. Strategi Dakwah Wali Songo
BAB 6 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN
1. Pendahuluan
2. Komoditas Perdagangan
Komoditas Ekspor
Komoditas Impor
3. Sistem Transaksi Perdagangan
Alat Tukar
Pola Perdagangan
Peranan Syahbandar
4. Hukum Perdagangan
5. Hukum Perdagangan
Undang-undang Melaka
Undang-undang Laut Melaka
Hukum Laut Amanna Gappa
Undang-undang Bandar Bima
Bea Cukai dan Pajak Pelabuhan
Utang dan Piutang
Masalah Budak
Penyelesaian Sengketa
6. Teknologi Perkapalan
Perahu Lesung
Perahu Papan
7. Pengorganisasian Pelayaran Niaga
8. Daftar Acuan
BAB 7 ISLAM DALAM BUDAYA POLITIK KERAJAAN
1. Pendahuluan
2. Islam dan Politik-Berorientasi Raja
3. Raja, Ulama dan Elit Ekonomi
4. Sufisme: Arus Utama Pemikiran Islam
5. Hukum: Lembaga dan Praktik
6. Kedudukan Ulama di Kerajaan
Qadi (Hakim dalam Peradilan Hukum Islam)
Syaikh al-Islam
Penghulu
Pakih Najmuddin
7. Kesimpulan
BAB 8 BUDAYA MATERIAL
1. Pendahuluan
2. Warisan Sistem Aksara dan Bahasa
3. Aksara Jawi dan Identitas Muslim Nusantara
4. Tradisi Penulisan Manuskrip: Pengarang dan Penyalin
5. Institusi Pendidikan: Pelembagaan Transmisi Pengetahuan
6. Kebudayaan Material
7. Kesimpulan
BAB 9 BUDAYA KEBERAGAMAN
1. Pendahuluan
2. Aksara
3. Ritual-Do’a
4. Sastra
PENUTUP
Kesimpulan.
Jilid III menyajikan narasi baru tentang proses awal Islamisasi di Nusantara yang berlangsung sejak abad ke-7 M hingga abad ke-16 M, dan awal abad ke-17 M. Narasi ini menambah pengetahuan tentang proses awaI Islamisasi yamg ada dalam sejarah resmi, seperti Sejarah Nasional Indonesia (SNI, 1984), dan Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS, 2012).
Proses Islamisasi di Nusantara ini terjadi dengan cara bertahap, damai, dan menyatu dengan budaya dan tradisi lokal, yang kemudian membentuk fondasi spiritual, hukum, dan politik.
Proses tersebut berdasarkan pada temuan arkeologis terbaru di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, serta pada kajian ulang terhadap jejak komunitas Muslim di pelabuhan-pelabuhan dagang, seperti Lamuri dan Barus. Atas dasar tersebut, jilid III ini menemukan bahwa Nusantara sudah memiliki hubungan internasional dengan orang-orang dari Asia Barat (Timur Tengah), baik sebelum maupun setelah abad ke-7 M. Hubungan ini masih menggunakan perangkat maritim, yang sudah ada pada abad-abad sebelumnya, yang berkaitan dengan perdagangan global antara Nusantara dan Asia Barat. Perdagangan ini, khususnya dalam hal kekayaan alam aromatik hasil hutan, seperti kemenyan, gaharu, dan khususnya getah kapur, yang dihasilkan dari Bandar Fanshur di Pantai Barat Sumatera.
Substansi. Substansi utama jilid III ini terletak pada narasinya mengenai jaringan dagang maritim di Samudera Hindia yang menjadi penghubung utama antara Nusantara dan pusatpusat Islam di Asia Barat (Timur Tengah). Jalur maritim ini bukan sekedar membawa komoditas dagang dan teknologi, tetapi juga ajaran Islam, nilai-nilai sosial, dan cara pandang baru tentang masyarakat, yang kemudian membentuk komunitas Muslim awal di Nusantara.
Melalui pengaruh hubungan lintas kawasan antara Nusantara dan pusat-pusat Islam di Asia Barat (Timur Tengah), sejumlah kerajaan Islam (kesultanan) muncul dan berkembang.
Kesultanan ini menjadikan Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi juga sebagai kekuatan budaya, politik, dan hukum.
Signifikansi. Signifikansi Jilid III ini dalam konteks sejarah Indonesia secara keseluruhan terletak pada penerimaan masyarakat dan penguasa terhadap kedudukan Islam sebagai bagian penting dari proses pembentukan identitas dan peradaban lokal sejak abad ke-7 M hingga awal abad ke-17 M. Jilid ini juga menampilkan wajah Islam Nusantara yang bersifat inklusif, yaitu menghargai keragaman, dan adaptif terhadap (tidak meninggalkan) budaya yang sudah ada di Nusantara.
Corak keberislaman ini akan menjadi warisan penting dalam sejarah Indonesia hingga masa kini.
Tema dan ruang lingkup. Berdasarkan tema dan ruang lingkup isinya, jilid III menjadi jembatan antara masa awal Islam masuk pada abad ke-7 M ke Nusantara dan masa perkembangan Islam yang lebih luas pada abad ke-13 M, terutama melalui peran para sufi dengan ajaran tasawuf mereka. Oleh karena itu, jilid III ini juga menjadi penghubung menuju pembahasan, yang ada dalam Jilid IV (Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi).
Jilid IV melanjutkan pembahasan proses Islamisasi dengan menyoroti pembentukan kesultanankesultanan Islam dari abad ke-16 M hingga abad ke-18 M.
Benang merah (hubungan). Hubungan antara jilid III dengan jilid berikutnya, jilid IV, terletak pada perkembangan warisan keilmuan Islam. Warisan ini mencakup hukum Islam, pendidikan agama, dan perkembangan kehidupan intelektual, yang tumbuh subur di bawah perlindungan kesultanan-kesultanan Islam. Seiring dengan terbentuknya kesultanankesultanan Islam, pengaruh Islam pun semakin kuat dan berkembang luas, terutama dalam kehidupan sosial, keagamaan, dan kebudayaan masyarakat di Nusantara.
Jilid III fokus pada hubungan global antara Nusantara dengan Asia Barat (Timur Tengah) dari sebelum abad ke-7 M sampai abad ke- 16 M, dan sedikit mencakup awal abad ke-17 M.
Adapun jilid berikutnya, jilid IV, menaruh perhatian besar terhadap aktivitas intelektual, sosial dan politik kesultanankesultanan Islam, serta hubungan kesultanan ini dengan bangsa Eropa, baik dalam persaingan, aliansi, kerja sama, maupun diplomasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar