ukungan Budiman Sudjatmiko terhadap Prabowo Subianto dianggap sinyal tidak solidnya kalangan internal PDI Perjuangan mengusung Ganjar Pranowo untuk Pilpres 2024. Budiman, yang pernah menjadi tahanan politik era Orde Baru, kini dianggap pengkhianat partai.
Ilustrasi : Edi Wahyono
Senin, 28 Agustus 2023
Sehari sebelum menerima surat pemecatan, Budiman Sudjatmiko mengaku masih enggan mundur dari PDI Perjuangan. Menurutnya, langkah mendukung Prabowo Subianto tidak bertentangan dengan ideologi partai. Kepada detikX, ia justru mengklaim mendapat dukungan dari sesama kader PDI Perjuangan. Namun ia enggan menyebutkan siapa kader-kader partai berlogo banteng itu yang mendukung keputusannya tersebut.
Budiman menganggap langkahnya mendukung Prabowo—bakal capres dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR)—sudah benar. Ia menolak jika disebut telah melakukan pelanggaran dan pengkhianatan terhadap ideologi partai. Bahkan langkah tersebut ia anggap justru strategis, dan perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lumrah di tubuh PDI Perjuangan.
"Mungkin pelanggaran politis, organisasional, yes. Sehingga ada kemungkinan (dipecat). Tapi menurut saya, untuk dipecat, kecil. Karena saya tidak melakukan pelanggaran ideologis," jelas Budiman saat berbincang dengan reporter detikX.
Di sisi lain, Budiman mengklaim telah mendapat dukungan dari beberapa kader PDI Perjuangan, termasuk beberapa kader yang saat ini menjabat anggota DPR RI. Klaim itu mengindikasikan adanya perpecahan di lingkup internal PDI Perjuangan terkait penentuan capres.
Bacapres Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) Prabowo bersama Budiman Sudjatmiko saat deklarasi relawan Prabowo-Budiman (Prabu) di Marina Convention, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023).
Foto : Afzal Nur Iman/detikJateng
Bahkan, secara diam-diam, beberapa koleganya di DPP PDI Perjuangan turut mengatakan keputusan Budiman sudah benar dan mewakili suara-suara mereka. Selain itu, ia mengklaim mendapat dukungan dari kader-kader PDI Perjuangan di daerah.
Sebenarnya kalau beliau (Budiman) itu sebagai orang yang gentleman, ya tentu mundur. Kan begitu. Kalau sudah berbeda ya. Tapi ya itulah terjadinya. Ya memang harus ada sanksi organisasi dan itu sangat wajar dan juga tidak menginginkan adanya campur tangan dari pihak lain."
"Ada beberapa orang DPP secara individu, nggak perlu saya sebut namanya, ada juga yang DPR mengatakan, ‘Ya langkahmu itu sudah betul, kami nggak mungkin melakukan itu, tapi kamu sudah betul. Tapi karena kamu yang berani ya, ya kamu melakukan itu. Tapi ingat ya segala risiko dan konsekuensinya’. (Saya jawab) oh iya, nggak papa. Sebagian mengatakan begitu," klaim Budiman.
Menurut Budiman, keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden kurang tepat. Baginya, Ganjar seorang politikus populis yang kurang cocok untuk menghadapi tantangan dan permasalahan global ke depan.
"Udah saya olah dengan nalar, dengan common sense dan nurani juga. Pak Ganjar, yang menjadi calon resmi PDIP, adalah pemimpin yang populis. (Sedangkan) Pak Prabowo strategic dan dalam menghadapi seperti ini ya kita butuh kepemilikan strategis. Bahwa kemudian ternyata bukan dari partai saya, it's OK," ucapnya saat ditemui, Rabu (23/8/2023).
Bagi Budiman, keputusan memilih Ganjar keliru. Strategi pemenangan yang dilakukan PDI Perjuangan pada Pilpres 2014 dan 2019 tidak bisa terus diulang. Memanfaatkan tokoh populis tidak lagi cocok digunakan untuk memenangi Pemilu 2024.
"Ya itu, keliru. Mungkin pendekatan populis di 2014 cocok. Nah, kalau kemudian penerusnya (penerus Jokowi) kembali ke populis, ini menurut saya yang rugi Indonesia," ujarnya.
Penunjukan Ganjar Pranowo merupakan hak prerogatif Megawati. Namun Budiman enggan secara langsung menyalahkan Mega atas pilihan tersebut. Walaupun dianggap telah berkhianat terhadap Mega karena mendukung Prabowo, Budiman mengaku lebih mementingkan rasionalitas dibandingkan loyal terhadap PDI Perjuangan.
"Ada di ujungnya yang keliru. Dan saya belum tahu apa. Kenapa tiba-tiba kayak gini," ucapnya.
Belakangan, pada Kamis malam lalu, Budiman akhirnya menerima surat pemecatan dari PDIP. Surat tersebut dikirim ke rumahnya dan diterima oleh putri dan istrinya. Warkat itu difoto dan dikirimkan ke Budiman, yang saat itu sedang menghadiri gelar wicara di salah satu stasiun televisi.
Ketua Departemen Bidang Pemerintahan di DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu membantah adanya friksi di kalangan internal partainya. Ia menegaskan, untuk saat ini, kader dan pengurus partainya solid dan satu suara untuk memenangkan Ganjar Pranowo pada 2024.
Menurutnya, para kader boleh berpendapat berbeda-beda. Namun, ketika keputusan politik telah dibuat oleh Ketua Umum, perdebatan itu seharusnya sudah selesai.
"Fokus pada satu tujuan yang sudah diputuskan oleh Ibu Ketua Umum. Kalau capres, ya Pak Ganjar," ucap rekan Budiman sebagai sesama aktivis 1998 dan pendiri sayap organisasi PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi, ini kepada reporter detikX.
Meski begitu, Masinton enggan menyebut Budiman sebagai pengkhianat. Menurutnya, Budiman melanggar keputusan organisasi dan patut menerima sanksi, tetapi bukan seorang yang membelot secara ideologis.
"Dia tidak berkhianat secara ideologis, tapi melanggar disiplin partai," tutur anggota Komisi XI DPR RI tersebut.
Walaupun demikian, Masinton merasa terkejut atas keputusan Budiman mendukung Prabowo. Ia mengaku tak pernah mendapat kabar dan cerita terkait pertemuan Budiman dengan Prabowo. Terlebih, Budiman mendeklarasikan relawan Prabowo-Budiman (Prabu) di Marina Convention, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023). Jawa Tengah merupakan teritorial penting yang kerap disebut elite PDI Perjuangan sebagai ‘kandang banteng’.
Di sisi lain, Masinton menampik penilaian Budiman terhadap sosok Ganjar. Menurutnya, Ganjar bukan hanya sosok populis, tetapi juga strategis. Untuk menghadapi tantangan ke depan, Ganjar dianggap lebih pas dibandingkan Prabowo.
"Bagi kami ya, kepemimpinan yang strategis itu, ya, Mas Ganjar," ucapnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Hamka Haq mengatakan keputusan pimpinan partai memecat Budiman sudah tepat. Hal itu karena Budiman dianggap melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat. Ia menyayangkan tindakan tersebut karena, menurutnya, Budiman kader yang memiliki potensi pada masa depan.
"Jadi ini adalah suatu kejadian yang luar biasa bagi partai kita," kata Hamka kepada reporter detikX.
Bagi Hamka, Budiman tak hanya kurang disiplin, tetapi juga pengkhianat partai.
"Jadi pengkhianat terhadap partai, pengkhianatan terhadap pimpinan dan ideologi partai. Pokoknya pengkhianatan segala-galanya," tegas anggota Komisi VIII DPR RI tersebut.
Adapun Ketua DPP PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan Budiman Sudjatmiko bukanlah siapa-siapa di partainya. Ia menilai selama ini Budiman tidak memiliki pengaruh sama sekali di kalangan internal partai. Untuk itu, Eriko juga membantah bahwa di kalangan internal partainya terjadi perpecahan. Ia menampik kabar bahwa sebagian kader justru sepakat dan mendukung Budiman. Menurutnya, saat ini PDI Perjuangan solid mengusung Ganjar Pranowo.
"Apakah Budiman Sudjatmiko punya pengaruh? Tidak, tidak ada. Kalau memang betul Budiman kader, misalnya ini ya Budiman kader, kenapa berbeda pandangan dengan partai?" Ucap Eriko saat dihubungi reporter detikX.
Eriko menegaskan setiap partai dan organisasi memiliki aturan disiplin masing-masing. Keputusan politik yang telah disepakati dan diputuskan oleh ketua umum harus dijalankan. Jika dirasa sudah tidak sepakat dengan partai, Budiman dapat mengundurkan diri tanpa perlu menunggu dipecat. Apalagi jika sudah berafiliasi dengan partai lain dengan mengusung calon presiden yang bukan pilihan PDI Perjuangan.
Saat ditanya terkait sambutan meriah dari Partai Gerindra atas pengkhianatan Budiman, Eriko mengatakan partainya tidak pernah mengusik dan mencampuri urusan internal partai lain.
"Sebenarnya kalau beliau (Budiman) itu sebagai orang yang gentleman, ya tentu mundur. Kan begitu. Kalau sudah berbeda ya. Tapi ya itulah terjadinya. Ya memang harus ada sanksi organisasi dan itu sangat wajar dan juga tidak menginginkan adanya campur tangan dari pihak lain," terangnya.
Manuver politik Budiman, ujar Eriko, tak berarti apa-apa bagi para kader PDI Perjuangan. Menurutnya, kejadian ini hanya seleksi alam biasa. Bahkan kader-kader PDI Perjuangan di daerah justru mempertanyakan perubahan drastis yang terjadi pada Budiman. Sebagai salah satu simbol perlawanan terhadap Orde Baru dan militer, kini ia justru bergandengan mesra dengan capres dari kalangan militer.
"Wah, kok bisa seperti ini. Yang dikenal sebagai orang yang mempunyai idealisme, punya ketahanan, orang yang cukup progresif. Tapi, ya, itu kita juga memahami, di dalam kehidupan, yang tetap itu adalah perubahan itu sendiri," ungkap Eriko.
Dengan mendukung capres di kubu sebelah dan menolak mengundurkan diri, Eriko menduga, Budiman sengaja menunggu dipecat. Dengan dipecat, Budiman bisa membangun persepsi publik bahwa dirinya dalam peristiwa ini adalah korban partai.
Budiman Sudjatmiko saat bertandang ke di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
"Mungkin ini hanya playing victim supaya kelihatan menjadi korban. Padahal tidak ada. Bagi kami, tidak pengaruh. Dan ada yang lupa di sini bahwa yang memilih (presiden) ini nanti rakyat. Bukan sekadar elite partai yang bermain playing victim," ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan tindakan Budiman yang berani melawan titah partai merupakan indikasi adanya perpecahan atau friksi di kalangan internal PDI Perjuangan.
"Ada konflik. Ketidaksolidan. Bukan hanya Budiman. Jangan lupa, Effendi Simbolon itu, ketika dia memuji Prabowo, hari ini daftar nama caleg sementaranya nggak ada. Dia dicoret dari data caleg sementara dari PDIP," jelas Ujang kepada reporter detikX.
Menurut dosen Universitas Al-Azhar Indonesia itu, PDI Perjuangan menyadari adanya friksi-friksi tersebut. Untuk itu, partai berusaha tegas memecat Budiman. Pemecatan itu sebagai gambaran dan contoh bahwa tidak ada toleransi bagi kader yang tidak ikut dalam satu komando Ketua Umum.
Bagi Ujang, friksi-friksi itu terjadi jadi beberapa faktor. Di kasus terbaru, Budiman, yang dahulu dianggap sebagai anak emas Taufiq Kiemas, kini merasa dibuang dan tak diberi banyak peran di lingkup internal partai. Perannya dikecilkan, bahkan dibuang ke dapil neraka pada 2019, yang akhirnya tak membuatnya lolos ke Senayan. Dengan itu, Budiman dinilai tak lagi betah berlama-lama di PDI Perjuangan.
"Ya sebenarnya tidak punya jabatan, tidak punya posisi yang strategislah ya sebagai seorang tokoh politik, jadi anggota DPR tidak, menteri juga tidak. Jabatan politik pun tidak punya," ujarnya.
Ujang menjelaskan, diakui atau tidak, di PDI Perjuangan, saat ini ada dua kekuatan yang beradu pengaruh. Pertama adalah Megawati selaku ketua umum dan kedua adalah Presiden Joko Widodo, yang selama ini sering diasosiasikan mendukung Prabowo.
Ketokohan dan pengaruh Jokowi, lanjut Ujang, bisa jadi mengikis dominasi Megawati di PDI Perjuangan. Terutama dengan banyaknya kader PDI Perjuangan di berbagai level yang loyal terhadap Jokowi. Di sisi lain, Mega dinilai masih cukup kuat dan paling mendominasi. Namun, pada saat yang sama, ada friksi-friksi yang masih terjadi dan membahayakan kesatuan PDI Perjuangan.
"Mungkin juga Budiman Sudjatmiko bagian dari gerbong Jokowi yang loncat pagar. Faktanya, Budiman keluar, Effendi Simbolon menyanjung Prabowo. Faktanya, pengikut Gibran juga mengusung dan mendukung Prabowo begitu," ucap Ujang.
Di sisi lain, Megawati, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, hingga Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani sempat menyinggung soal perpecahan atau upaya memecah belah kalangan internal partai. Bagi Puan, hal tersebut merupakan tantangan dan perlawanan yang besar.
"Kawan jadi lawan. Banyak pihak yang menginginkan kita pecah, ingin melihat kita lemah," kata Puan dalam pidatonya di acara Konsolidasi PDI Perjuangan di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/8/2023).
Reporter: Ahmad Thovan Sugandi, Ani Mardatila
Penulis: Ahmad Thovan Sugandi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar