AGUS WAHYUDI
setiap orang pasti punya kisah mengagumkan - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan
Jurnalis, pecinta travelling dan buku l Bekerja di Enciety Business Consult l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022
*Festival Peneleh dan Upaya Menghidupkan Wisata Heritage*
6 Juli 2023 10:53 Diperbarui: 6 Juli 2023 10:53 861 25 3
Ada yang berbeda di Peneleh, Surabaya, belakangan ini. Kawasan tersebut terlihat lebih bersolek. Deretan lampu klasik kini mulai dipasang dan membuat jalanan terang benderang di malam hari.
Jalan-jalan yang semula berlubang di Peneleh kini sudah diasapal. Lebih mulus. Sepanjang trotoar juga dipenuhi tanaman hingga terlihat lebih hijau nan asri.
Beberapa bangunan di sepanjang jalan juga sudah dicat lebih terang. Kebanyakan kombinasi warna merah dan putih. Di beberapa kampung juga dihiassi aneka mural dengan tema kebangsaan dan perjuangan.
Jauh sebelumnya, Pemerintah Kota Surabaya juga membuka dermaga baru. Lokasinya di dekat Jembatan Peneleh. Dermaga itu juga sudah dioperasikan untuk mendukung wisata air Kalimas.
Satu Lagi, Makam Belanda Peneleh. Meski belum sepenuhnya diperbaiki, keberadaannya makam seluas 6,4 hektar tersebut kini jauh telihat lebih bersih.
Lho, ada apa dengan Peneleh? Ya, Peneleh itu bakal dijadikan kawasan pengembangan wisata berbasis sejarah (heritage). Boleh dibilang yang pertama di Kota Pahlawan.
Ide menjadikan kawasan wisata itu datang setelah melihat banyaknya kegiatan yang berlangsung di Peneleh. Dari diskusi, penelusuran, maupun jalan-jalan sejarah.
Sang suami memfilmkan istrinya di kamera tersembunyi, dan inilah yang dia lihat
Recommended by
Yang paling menonjol tentu keberadaan Perkumpulan Begandring Soerabaia. Komunitas sejarah dan budaya ini getol melakukan edukasi, advokasi, dan rekreasi yang mengundang banyak orang untuk datang ke Peneleh. Banyak sekolah, kampus, dan lembaga lain datang ke Peneleh.
Kunjungan wisatawan pun mengalir. Bukan dari Surabaya dan Jawa timur, tapi juga beberapa kota di Indonesia. Bahkan, tak sedikit wisatawan mancanegara yang hadir di sana.
Tingginya intensitas dari kegiatan tersebut rupanya mengundang perhatian banyak kalangan. Hingga, Pemerintah Kota Surabaya bersama Bank Indonesia sepakat menjadikan Peneleh dianggap layak dikembangkan untuk dijadikan kawasan wisata sejarah.
Kick off ditandai dengan digelarnya Festival Peneleh, 7-9 Juli 2023. Berbarengan dengan event Java Coffe Culture yang diselenggarkan di Tunjungan, lokasinya tak jauh dari Peneleh.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki dijadwalkan hadir membuka Festival Peneleh. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa juga dijadwalkan hadir.
Ada banyak acara yang akan digelar di momen tersebut, ada teatrikal Soerabaja Tempoe Doeloe, Pasar Rakjat dan Layar Tanjap, Heritage Track, dan masih banyak lainnya.
Penetapan Peneleh menjadi wisata bersejarah bukan tanpa alasan. Pasalnya, Peneleh menjadi kawasan penting di Surabaya. Disebut banyak kalangan sebagai situs kebangsaan.
Kawasan ini menyimpan jejak sejarah panjang. Satu-satunya kawasan memiliki catatan sejarah empat masa, yakni Masa Majapahit, Masa Kolonial, Masa Pergerakan, dan Masa Kemerdekaan.
Di Peneleh ada Rumah HOS Tjokroaminoto. Rumah yang menjadi kos Bung Karno saat remaja. Disebut sebagai dapur nasionalisme. Rumah HOS Tjokroaminoto juga dipakai perteemuan para tokoh muda perintis kemerdekaan bangsa. Selain Soekarno ada Kartosoewirjo, Semaoen, Musso, dan Alimin. Rumah tersebut ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.
Rumah kelahiran Bung Karno juga ada di situ, di Pandean IV. Rumah tersebut telah disulap menjadi museum. Ini setelah rumah tersebut dibeli Pemerintah Kota Surabaya, tahun 2020. Juga telah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya bersejarah.
Di Kampung Peneleh juga ada Masjid Jami, masjid tertua peninggalan Sunan Ampel alias Raden Mohammad Ali Rahmatulloh. Masjid tersebut dibangun sekitar abad 18, 1430 Masehi. bangunannya masih asli. Masjid ini menjadi saksi serangan bom Belanda di era kolonial.
Masih ada lagu, Sumur Jobong. Lokasinya di Pandean I. Ditemukan pada saat ada proyek gorong-gorong, akhir Oktober 2018. Temuan Sumur Jobong menunjukkan bahwa kawasan Peneleh adalah kampung kuno yang sudah ada di era Majapahit, bahkan sebelum Majapahit.
Yang terakhir tentu Makam Belanda Peneleh. Tempat yang legendaris. Sejumlah makam yang masih relatif utuh. Tapi selebihnya sudah rusak. Ada badan makam yang telah berlubang, batu marmer nisan banyak yang hilang, dan lainnya.
Beberapa tokoh penting terkait perkembangan sejarah Surabaya dimakamkan di sini. Ada makam pejabat Dewan Hindia Belanda P.J.B. De Perez dan Gubernur Jendral Hindia Belanda Pieter Merkus.
Wakil Direktur Mahkamah Agung Hindia Belanda Pierre Jean Baptiste de Perez juga dimakamkan di Peneleh. Pun, Van Der Tuuk, seorang penerjemah dan ahli bahasa terkemuka masa itu.
Kawasan Peneleh sebelumnya dianggap kawasan "mati". Kawasan itu terlihat ramai pada pagi hingga sore. Sekira jam 5 sore. Di liuar jam itu tidak banyak kegiatan. Di sana ada beberapa usaha ekspedisi, hotel melati, percetakan, dan toko kelontong.
Tahun 2018, para pegiat sejarah Begandring Soerabaia mulai menyemarakkan aktivitas berbau sejarah di Peneleh. Mereka memperkenalkan banyak objek sejarah yang sangat penting diketahui untuk melihat perkembangan Kota Surabaya.
Lamat tapi pasti, Peneleh mulai "hidup". Banyak orang mulai datang, khususnya pada hari Sabtu dan Minggu. Makam Peneleh mulai banyak dikunjungi wisatawan. Pun dengan kampung-kampung di kawasan Peneleh.
Menjadikan Peneleh sebagai pengembangan kawasan wisata bukanlah pekerjaan ringan. Tantangannya cukup berat. Ada beberapa catatan yang musti dicermati.
Pertama, Peneleh bisa dibilang kawasan multikultural. Masyarakat yang hidup di sana berasal dari berbagai macam latar belakang. Itu sebabnya, menciptakan kerukunan, keguyuban, keakraban dan saling menghormati yang dijaga dan dirawat.
Jangan sampai suasana baru yang lahir dari kebijakan pengembangan kawasan wisata tersebut memicu ketegangan di tengah masyarakat. Untuk itu, pilihan untuk merangkul tokoh agama dan tokoh masyarakat disana menjadi sangat penting.
Kedua, pengembangan kawasan wisata sejarah ini harus memberikan dampak ekonomi yang siginifikan kepada masyarakat sekitar. Karena hal itu sangat diharapkan mayoritas masyarakat di sana.
Masyarakat harus diperankan secara aktif. Jangan cuma jadi penonton. Mereka tidak sekadar melihat hadirnya banyak orang di Peneleh, tapi juga bisa mendapatkan hasil dari aktivitas yang mulai padat di Peneleh.
Ketiga, untuk mendukung aktivitas pengembangan kawasan, warga juga harus mendapat edukasi dan transfer pengetahuan yang baik. Tidak bisa dibiarkan tanpa ada panduan dari pemegang kebijakan.
Jika urusan faktor keramahan mungkin tidak jadi masalah, namun menjadikan masyarakat lebih punya mentalitas berusaha, membuka dan menangkap peluang bisnis, dan lainnya itu bukan perkara mudah.
Keempat, untuk menyukseskan program ini harus ada pendampingan dari para stakeholder kota. Bukan hanya para bikrokrat, tapi juga akademisi, pengusaha, praktisi, pegiatan sejarah, dan lainnya.
Euforia masyarakat di Peneleh harus ditangkap sebagai energi baru. Maka, sudah selayaknya pemegang kebijakan bisa menyalurkan kepada hal-hal yang lebih kreatif dan produktif. Setidaknya untuk membangkitkan atmosfer di kawasan Peneleh.
Kelima, tugas yang lebih berat pasca launching pengembangan kawasan Peneleh adalah menjaga keberlanjutannya. Parameternya bukan sebulan atau dua bulan, tapi seterusnya.
Untuk itu, harus ada inovasi dan kerasi jika ingin bertahan dan berkembang. Jangan sampai Peneleh bernasib seperti Kya-Kya Kembang Jepun yang dalam perjalannnya cenderung meredup.
Peneleh punya banyak keunikan dan kelebihan. Bukti nyata, kawasan itu mampu mencuri perhatian banyak orang sebelum ditetapkan sebagai kawasan wisata sejarah.
Sekarang, kita tunggu, seperti apa jadinya Peneleh ke depan. (agus wahyudi)