AMANGKURAT III RAJA SEHARI DI MATARAM
Di dalam sejarah Kesultanan Mataram, terdapat seorang raja yang tercatat hanya berkuasa selama sehari. Ia adalah Amangkurat III (dikenal juga sebagai Sunan Mas). Kisahnya penuh intrik politik dan konflik yang mencerminkan ketegangan internal di tubuh Kesultanan Mataram serta tekanan dari Belanda.
LATAR BELAKANG
Amangkurat III adalah putra Amangkurat II, yang memerintah Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Ia naik takhta setelah ayahnya wafat pada tahun 1703. Namun, masa pemerintahannya penuh gejolak akibat ketidakpuasan bangsawan dan rakyat terhadap kebijakannya yang dianggap lemah terhadap campur tangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Setelah bertahun-tahun memerintah, Amangkurat III mengalami perlawanan dari pamannya, Pangeran Puger, yang kemudian mengangkat dirinya sebagai Pakubuwana I dengan dukungan penuh dari VOC. Konflik ini berujung pada perang saudara yang berkepanjangan di Mataram.
PERISTIWA NAIK TAKHTA SEHARI
Setelah Pangeran Puger berhasil merebut kekuasaan, Amangkurat III terpaksa menyerahkan tahtanya. Namun, ada momen krusial di mana Amangkurat III sempat dinobatkan kembali sebagai raja. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1705, ketika pengikut setia Amangkurat III berhasil mendesak Pakubuwana I keluar dari istana.
Selama sehari penuh, Amangkurat III kembali naik takhta dan dinobatkan sebagai raja. Namun, kembalinya VOC bersama pasukan pendukung Pakubuwana I dengan cepat memaksa Amangkurat III untuk melarikan diri ke daerah pedalaman.
AKHIR TRAGIS
Amangkurat III terus berusaha merebut kembali kekuasaannya, namun tekanan dari VOC semakin kuat. Pada akhirnya, ia menyerah kepada Belanda di Surabaya dan diasingkan ke Srilanka pada tahun 1708. Pengasingan ini menandai akhir riwayatnya sebagai raja Mataram.
Peristiwa naik takhta sehari Amangkurat III menjadi simbol betapa besarnya pengaruh VOC terhadap politik Kesultanan Mataram pada masa itu. Intrik politik dan konflik internal memperlihatkan kerentanan kerajaan besar seperti Mataram di hadapan kekuatan kolonial yang semakin mendominasi Nusantara.
Referensi
1. Ricklefs, M.C. (2001). Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
2. Carey, P.B.R. (1986). The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785–1855. Leiden: KITLV Press.
#fyp #fbpro #sejarah #sejarahindonesia #history
Tidak ada komentar:
Posting Komentar